Total Tayangan Halaman

Sabtu, 26 April 2025

Haru Membuka Paradigma Cara Pandang Baregama di Pascasarjana UIN Arraniry: Hadits Shalat "Sebagaimana Kamu Melihatku Shalat" Menyatukan Umat di Tengah Keberagaman

Banda Aceh, Aceh (26-04-2025) – Suasana haru dan penuh inspirasi simpan ruang kuliah Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana UIN Ar-Raniry. Bukan sekedar kuliah Tafsir dan Hadits Tarbawi rutin bersama dua profesor kenamaan, Prof. Dr. Sri Suyanta dan Prof. Dr. Syabuddin Gade, tetapi presentasi Cutnyak Marlina, S.Pd., MA, seorang mahasiswi S3 PAI yang juga aktif di LSM kemanusiaan, berhasil membuka lanskap baru tentang pemahaman Hadits “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat.” Presentasi Cutnyak, mengungkap kisah-kisah inspiratif dari lapangan, tak hanya mengupas nilai-nilai hadits edukatif, namun juga menekankan perekat persatuan umat, menjembatani perbedaan, dan meredam potensi pertikaian. Ridwan, S. Pd. I., MA., M. Pd Sebagai kepala sekolah di desa sekaligus mahasiswa S3 PAI UIN Arraniry, saya ikut hadir dan menyaksikan langsung betapa luar biasanya presentasi ini.

Cutnyak, dengan pengalamannya di LSM kemanusiaan yang sering berinteraksi dengan beragam kalangan, menawarkan perspektif unik. Baginya, hadits yang sering diinterpretasikan secara tekstual dan menimbulkan terjadinya antar mazhab, menyimpan pesan utama yang jauh lebih luas: persatuan dan rahmat.

“Hadits ini bukan semata-mata panduan teknis gerakan shalat,” ujar Cutnyak, suaranya bergetar, menceritakan pengalaman di lapangan. “Lebih dari itu, pesan universal tentang bagaimana Rasulullah SAW, sebagai pemimpin dan teladan, menunjukkan sikap toleran, bijaksana, dan penuh kasih sayang kepada seluruh umatnya.”

Cutnyak menjelaskan bagaimana perbedaan mazhab dalam fiqih shalat, seringkali menjadi sumber pertikaian, justru bukti kekayaan dan keragaman ajaran Islam. Perbedaannya bukan perpecahan, tetapi dinamika pemahaman agama yang kaya. Rasulullah SAW mengharapkan umatnya saling memahami, menghargai, dan hidup berdampingan secara damai meskipun terdapat perbedaan dalam menjalankan ibadah.

“Bayangkan, betapa banyaknya cara berbeda dalam beribadah, dari gerakan hingga bacaan, yang sah dalam Islam. Ini menunjukkan luasnya rahmat Allah SWT dan ajaran Islam untuk mengakomodasi berbagai kondisi dan konteks. Hadits ini mengajarkan kita untuk saling menerima perbedaan, tidak mencari kesalahan, dan fokus pada esensi ibadah: menghubungkan diri dengan Allah SWT,” jelas Cutnyak, matanya berkaca-kaca.

Penyajiannya sebuah kisah-kisah nyata. Ia menceritakan pengalaman mendampingi pengungsi dari berbagai daerah dan latar belakang agama. Di tengah kepedihan, nilai-nilai toleransi dan saling menghargai menjadi perekat kebersamaan. Mereka, meski berbeda keyakinan, saling membantu, menunjukkan perbedaan bukan penghalang untuk membangun persatuan. Sebagai kepala sekolah, saya langsung terhubung dengan kisah ini; di sekolah kami pun, keberagaman latar belakang siswa justru memperkaya proses belajar mengajar.

Cutnyak juga berbagi pengalaman mendampingi kelompok masyarakat yang berbeda pendapat soal agama. Melalui pendekatan dialogis dan empati, ia membantu mereka menemukan titik temu dan berkomitmen untuk saling menghormati. Hadits “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat” menjadi jembatan yang menghubungkan perbedaan, mendorong toleransi, dan menghindari pertikaian.

“Perbedaan Imam rahmat bagi umat, bukan pemicu pertikaian,” tegas Cutnyak, mengutip ungkapan yang menjadi inti argumentasinya. Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam menebarkan rahmat, dan kita harus meneladani sikap bijaksana Beliau dalam menghadapi perbedaan. Hadits-hadits tersebut bukan ajakan untuk menciptakan ritual keseragaman, melainkan kesatuan jiwa dan tujuan dalam beribadah kepada Allah SWT.

Analisis Cutnyak mengenai jalur periwayatan hadits ini sungguh mengesankan. Penelitiannya menunjukkan hadits ini memiliki sanad yang sangat kuat, bahkan mendekati mutawatir, dengan 23 jalur periwayatan yang berbeda. Kuatnya jalur periwayatan ini menegaskan keabsahan dan keotentikan hadits tersebut. Ini menunjukkan betapa pentingnya hadits ini bagi umat Islam.

Prof Sri Suyanta, dalam tanggapannya, menyatakan kekaguman. “Cutnyak telah berhasil menafsirkan hadits ini dengan cara yang sangat inspiratif dan relevan dengan konteks kekinian,” ujarnya. “Ia telah mengajarkan kepada kita bagaimana melihat hadits bukan hanya sebagai teks yang mati, tetapi sebagai sumber inspirasi dan pedoman hidup yang dinamis dan adaptif.”

Prof. Syabuddin Gade menambahkan bahwa presentasi Cutnyak merupakan contoh bagaimana kajian hadits tarbawi seharusnya diimplementasikan: tidak hanya fokus pada kajian tekstual, tetapi juga berorientasi pada solusi praktis dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Ia berharap, penelitian-penelitian seperti yang dilakukan Cutnyak dapat terus dikembangkan untuk memecahkan berbagai permasalahan keagamaan dan sosial di tengah masyarakat.

Kuliah diakhiri dengan tangisan haru dari sebagian peserta. Bukan hanya karena presentasi yang luar biasa, tetapi juga karena kesadaran baru tentang pentingnya persatuan umat, yang dibangun di atas pemahaman dan penerimaan terhadap perbedaan. Hadits “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat”, yang seringkali jadi sumber terjadinya, dimaknai sebagai jembatan persatuan, membuka jalan menuju perdamaian dan kerukunan dalam keberagaman.

Sebagai kepala sekolah dan mahasiswa S3 PAI, saya terinspirasi oleh presentasi Cutnyak. Ia telah menunjukkan bagaimana pendidikan agama yang benar dapat melahirkan individu-individu yang berintegritas, peduli, dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa dan negara. Pengalaman Cutnyak di lapangan telah memberikan dimensi baru pada pemahaman hadits, menunjukkan betapa pentingnya mencari makna yang mendalam dan aplikatif dari setiap ayat dan hadits, untuk membangun persatuan dan perdamaian di tengah keberagaman. Air mata haru ini bukanlah akhir, tetapi awal dari sebuah perjuangan panjang untuk pendidikan dan persatuan Indonesia yang lebih baik dan inklusif. Semoga semangat Cutnyak menginspirasi kita semua.

1 komentar: