Total Tayangan Halaman

Jumat, 25 April 2025

Tumpah Air Mata Haru di Pascasrjana UIN Ar-Raniry: Kuliah S3 PAI Pendidikan Inklusi Tebarkan Kepedulian Mengubah Cara Pandang

Banda Aceh, Aceh (25-04-2025) – Suasana haru menghemat ruang kuliah Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana UIN Ar-Raniry. Bukan karena kesedihan, melainkan karena limpahan rasa syukur dan kepedulian yang terpancar dari wajah para mahasiswa dan dosen. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, kuliah strata tiga (S3) PAI ini telah menjadi oase bagi 10 praktisi pendidikan, terdiri dari guru dan kepala sekolah, yang bertekad untuk mengubah paradigma pendidikan inklusi di Aceh. Di bawah bimbingan Prof. Eka Sri Mulyani dan Dr. Nashriyah, dua dosen berpengalaman dengan latar belakang pendidikan dari Belanda dan Australia, para calon doktor ini tidak hanya mempelajari teori, tetapi juga terjun langsung ke lapangan, merasakan sendiri getir dan manisnya perjuangan mendidik anak-anak berkebutuhan khusus.

Kuliah S3 PAI ini bukan sekadar mengejar gelar akademik. Lebih dari itu, ia adalah sebuah panggilan jiwa untuk mengabdi kepada negeri, khususnya bagi mereka yang selama ini terpinggirkan dalam sistem pendidikan. Para pelajar, yang sudah terkenal di dunia pendidikan, merasakan betapa pentingnya pendidikan inklusi, sebuah sistem pendidikan yang memastikan semua anak, tanpa memandang perbedaan kemampuan, dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas dan setara.

Selama beberapa bulan terakhir, mereka telah melakukan observasi lapangan ke sejumlah sekolah inklusi di Aceh. Mereka menyaksikan sendiri bagaimana anak-anak berkebutuhan khusus berjuang untuk belajar, bagaimana guru-guru berjuang atau berusaha sekuat tenaga, dengan semangat yang penuh dan tidak menyerah dengan segala keterbatasan, dan bagaimana orang tua mencurahkan seluruh cinta dan kasih sayang untuk anak-anak mereka. Pengalaman ini telah menjadi pelajaran berharga, mengubah cara pandang mereka tentang pendidikan inklusi dari sekadar teori menjadi kenyataan yang menyentuh hati.

“Saya terharu melihat perjuangan anak-anak berkebutuhan khusus dan guru-guru mereka,” ujar Ridwan, S.Pd.I., MA, M.Pd., salah satu mahasiswa S3 PAI yang juga merupakan seorang kepala sekolah. “Mereka begitu gigih, penuh semangat, meski harus berjuang ekstra keras. Kuliah ini tidak hanya memberikan saya pengetahuan teoritis, tetapi juga pengalaman lapangan yang sangat bermakna. Saya belajar banyak tentang metode pembelajaran yang efektif untuk anak berkebutuhan khusus, dan yang lebih penting, saya belajar tentang arti kesabaran, keikhlasan, dan cinta kasih yang tulus.”

Tidak hanya observasi lapangan, program perkuliahan ini juga mencakup analisis data, penulisan jurnal, hingga proses penyerahan publikasi jurnal internasional. Hal ini menunjukkan kajian program komitmen untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya memiliki kompetensi teoritis, tetapi juga mampu berkontribusi secara nyata dalam pengembangan pendidikan inklusi di Indonesia. Ridwan mengaku sangat puas dengan proses pembelajaran yang terintegrasi ini. “Dari teori, praktik, analisis, sampai publikasi, semuanya terarah dan terstruktur dengan baik. Ini menunjukkan komitmen dosen untuk mendidik kami menjadi peneliti dan praktisi yang handal”, tambahnya.

Ibu Dr. Nashriyah, dosen yang berpengalaman dalam pendidikan inklusif di Australia, menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak untuk mewujudkan pendidikan inklusi yang efektif. “Pendidikan inklusi bukan hanya tanggung jawab guru, tetapi juga orang tua, masyarakat, dan pemerintah,” ujarnya. “Kolaborasi yang kuat antara semua pihak sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan inklusif bagi semua anak.”

Sementara itu, Prof. Eka Sri Mulyani, dosen pengasuh yang juga ahli dalam pendidikan agama, menambahkan bahwa pendidikan inklusi harus dipadukan dengan pendidikan karakter religius. “Pendidikan agama dapat menjadi landasan yang kuat dalam membangun karakter anak-anak, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus,” tuturnya. “Nilai-nilai agama seperti kasih sayang, toleransi, dan kepedulian dapat membantu anak-anak untuk menerima perbedaan dan membangun hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar.”

Kisah-kisah inspiratif bermunculan dari para mahasiswa S-3. Ada yang menceritakan tentang anak autis yang berhasil menggambar kaligrafi, ada yang bercerita tentang anak tunarungu yang mampu bernyanyi dengan indah, dan ada juga yang menceritakan tentang anak tunanetra yang mampu membaca Al-Qur'an dengan lancar. Kisah-kisah ini menjadi bukti nyata bahwa dengan pendekatan dan metode yang tepat, anak-anak berkebutuhan khusus dapat meraih prestasi dan mencapai potensi terbaik mereka.

Kuliah S3 PAI UIN Ar-Raniry ini tidak hanya menghasilkan calon doktor, tetapi juga melahirkan para pejuang pendidikan inklusi. Mereka adalah para pahlawan tanpa tanda jasa yang bertekad untuk memberikan kesempatan yang setara bagi seluruh anak Indonesia, untuk mencapai cita-cita dan masa depan yang cerah. Semoga semangat dan kepedulian mereka menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk ikut serta mewujudkan pendidikan inklusi yang berkualitas dan berkelanjutan. Air mata haru ini bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah perjuangan panjang untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik dan inklusif. Harapannya, penelitian dan publikasi mereka kelak akan menjadi rujukan bagi pengembangan pendidikan inklusi di Indonesia, khususnya Aceh. Jejak langkah para mahasiswa dan dosen ini akan menjadi warisan berharga bagi generasi penerus.

1 komentar: