
Pusat perhatian tertuju pada dua presentasi mahasiswa yang sangat berbeda namun sama-sama menggetarkan. Siti Halimah, S.Pd.I., M.Pd., menyajikan analisis mendalam tentang filsafat Al-Ghazali, khususnya konsep "mengajar dengan hati" melalui kacamata ontologi metode irfani. Ia mengupas bagaimana pendekatan spiritual dan pemahaman mendalam tentang hakikat diri (irfani) merupakan kunci untuk melahirkan proses pembelajaran yang autentik dan bermakna. Siti Halimah menekankan bahwa mengajar bukanlah sekadar transfer ilmu pengetahuan, melainkan proses penanaman nilai dan pembentukan karakter yang berakar pada cinta dan keikhlasan.
Presentasi berikutnya, oleh Muhammad Yani, S.Pd.I., MA., menghadirkan perspektif yang tak kalah menarik. Ia membedah Konsep Fitrah menurut Ibnu Khaldun, membandingkannya dengan teori-teori pendidikan modern seperti nativisme dan empirisme. Muhammad Yani menunjukkan bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun, yang melihat potensi manusia sebagai anugerah Tuhan, dapat menjadi pondasi bagi pengembangan kurikulum dan metode pembelajaran yang menghargai keunikan dan potensi setiap individu. Analisa komparatifnya yang tajam membuka wawasan baru tentang bagaimana sintesis antara pemikiran klasik dan modern dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih berimbang dan humanis.
Kedua presentasi ini memicu diskusi yang sangat hidup dan penuh dinamika. Para mahasiswa, yang sebagian besar adalah guru dan kepala sekolah dari berbagai institusi pendidikan, aktif berbagi pengalaman dan perspektif mereka. Prof. Warul Walidin AK dan Dr. Silahuddin, M.Ag., dengan bijak memandu diskusi tersebut, memberikan masukan-masukan berharga, dan menawarkan berbagai perspektif filosofis yang memperkaya pemahaman peserta.
Namun, yang paling mencengangkan dan menggetarkan adalah dampak kuliah ini terhadap para peserta. Ridwan, S.Pd.I., MA., M.Pd., Kepala SMP Swasta Darun Nizham, sebuah sekolah inovatif yang terkenal dengan komitmennya terhadap mutu pendidikan, mengungkapkan pengalamannya dengan penuh haru. Ia, bersama sepuluh mahasiswa lainnya, mengaku terenyuh dan terinspirasi untuk merekonstruksi cara pandang dan pendekatan mereka dalam mengajar.
"Kuliah ini lebih dari sekadar menambah pengetahuan," ungkap Ridwan. "Ini adalah panggilan hati. Presentasi Siti Halimah tentang 'mengajar dengan hati' dan analisis Muhammad Yani tentang konsep fitrah benar-benar menyentuh jiwa. Saya menyadari selama ini saya mungkin terlalu fokus pada target akademik, tanpa memperhatikan aspek spiritual dan pembentukan karakter siswa."
Pesan Dr. Silahuddin, (Mantan Kadisdik Aceh Besar) yang menekankan perlunya "mengajar dengan hati," bergema kuat di hati para mahasiswa. "Menjadi guru adalah hobi yang dibayar, saya menjadi mantan Kadisdik Aceh Besar, tetapi tidak pernah menjadi mantan guru, saya akan selalu menjadi guru" kata Dr. Silahuddin, "Ibarat atlet, kita harus fokus, tekun, dan menikmati perjuangan ini meskipun penuh rintangan. Jangan sampai mengajar menjadi pekerjaan terpaksa karena tak ada pilihan lain. Itu berbahaya, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk siswa dan masa depan bangsa dan agama." Kalimat ini menjadi pengingat bagi para guru untuk kembali pada niat awal mereka dalam mendidik, yaitu untuk berbagi ilmu dan membentuk generasi yang lebih baik.
Atmosfer kuliah yang tak biasa ini berhasil menyatukan para peserta dalam sebuah kesadaran bersama untuk bertransformasi. Mereka menyadari bahwa pendidikan yang sesungguhnya bukanlah sekadar transfer informasi, melainkan proses penanaman nilai, pembentukan karakter, dan pengembangan potensi diri yang holistik. Kuliah ini menuntun mereka untuk tidak hanya mengajar, tetapi juga untuk mencintai dan melayani.
Kisah para mahasiswa S3 ini menginspirasi perubahan dalam dunia pendidikan Indonesia. Bukan hanya tentang menguasai teknologi atau metode pengajaran terbaru, tetapi juga tentang menumbuhkan kesadaran akan pentingnya spiritualitas dalam proses pendidikan. "Mengajar dengan hati," bukan sekadar slogan, tetapi sebuah komitmen untuk memberikan yang terbaik bagi anak didik, membimbing mereka tidak hanya untuk meraih prestasi akademik, tetapi juga untuk menjadi pribadi yang beriman, berakhlak mulia, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Kuliah Filsafat Pendidikan di UIN Ar-Raniry ini bukanlah sekadar kuliah biasa. Ini adalah sebuah revolusi hati yang dimulai dari ruang kuliah, dan diharapkan dapat menginspirasi para pendidik di seluruh Indonesia untuk mengajar dengan cinta, kesabaran, dan keikhlasan, sehingga dapat melahirkan generasi emas yang cerdas, berkarakter, dan bermartabat. Semoga semangat yang terpancar dari kuliah ini akan terus menyala dan menginspirasi generasi pendidik selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar