Kuliah yang memikat perhatian ini berpusat pada presentasi Ahlul Fikri, S.Pd.I., MA, yang dengan piawai mengupas pentingnya reabilitas dan validitas instrumen, khususnya angket, dalam penelitian pendidikan. Presentasi Ahlul Fikri bukan sekadar deretan rumus dan teori statistik yang kering. Ia berhasil menghidupkan materi yang seringkali dianggap membosankan menjadi sebuah petualangan intelektual yang menarik. Bayangkan, menemukan "rahasia" di balik angka-angka yang dapat menentukan kualitas suatu penelitian!
Ahlul Fikri, dengan lugas dan sistematis, memaparkan konsep reabilitas dan validitas. Reliabilitas, menurutnya, merupakan kunci konsistensi pengukuran. Sebuah instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang konsisten meskipun digunakan berulang kali atau oleh peneliti yang berbeda. Sedangkan validitas memastikan bahwa instrumen tersebut benar-benar mengukur apa yang ingin diukur. Bayangkan sebuah mistar yang bengkok, mungkin masih bisa menunjukkan angka, tetapi hasilnya tidak valid!
Lebih jauh lagi, Ahlul Fikri menjelaskan teknik-teknik praktis untuk menguji reabilitas dan validitas test. Ia mengungkapkan rumus-rumus yang tampaknya rumit, namun dijelaskan dengan penjelasan yang mudah dipahami. Misalnya, untuk menentukan tingkat kesukaran soal, Ahlul Fikri menjelaskan bagaimana menghitung perbandingan jumlah siswa yang menjawab benar dengan jumlah siswa keseluruhan. Angka yang ideal, menurutnya, berada di kisaran 0,03 hingga 0,07 – angka-angka yang menyimpan "kode rahasia" kesuksesan sebuah penelitian.
Selain tingkat kesukaran, Ahlul Fikri juga mengupas daya beda soal. Ia menjelaskan bahwa daya beda soal diukur dari selisih jumlah siswa yang menjawab benar dan siswa yang menjawab salah, dibagi dengan jumlah siswa. Suatu soal dikatakan memiliki daya beda yang baik jika angkanya berada dalam rentang 0,39 ke atas. Penjelasan ini membuka mata para mahasiswa tentang pentingnya merancang soal yang mampu membedakan siswa yang berprestasi tinggi dengan siswa yang berprestasi rendah.
Tak berhenti di situ, Ahlul Fikri juga menekankan pentingnya homogenitas pengecoh. Ia menjelaskan bahwa pengecoh dalam suatu angket harus homogen, artinya memiliki daya tarik yang seimbang, dengan angka ideal di sekitar 0,05. Hal ini memastikan bahwa pilihan jawaban yang salah tidak terlalu mudah atau terlalu sulit untuk dipilih, sehingga hasil pengukuran menjadi lebih akurat.
Sesi tanya jawab yang dipandu oleh Dr. Duskri menjadi puncak acara. Para mahasiswa, terlihat begitu antusias, mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis dan mendalam. Diana, S.Pd.I., M.Pd., misalnya, menunjukkan keseriusannya dengan menanyakan bagaimana menentukan validitas dan reabilitas angket penelitiannya. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini, menunjukkan betapa pentingnya materi ini bagi para calon peneliti.
Salah seorang peserta, Ridwan, S.Pd.I., MA., M.Pd., mengungkapkan kekagumannya. Ia mengaku terinspirasi dengan penajaman kajian validitas dan reabilitas angket yang dianggapnya paling eklusif. “Penjabarannya begitu detail dan praktis,” ujar Ridwan. “Sekarang saya punya pandangan yang lebih jelas dan percaya diri dalam merancang instrumen penelitian saya.”
Namun, keunikan kuliah ini tak berhenti di ruang kuliah. Sebagai penutup, para peserta diajak untuk menikmati makan siang bersama di Restoran Kak Cut Bit, Blang Bintang. Suasana alam terbuka dengan pemandangan yang indah, menjadi latar yang sempurna untuk pertemuan santai dan menyenangkan. Di tengah suasana yang rileks, para peserta bisa berdiskusi lebih lanjut tentang materi kuliah, saling berbagi pengalaman, dan membangun jejaring keilmuan.
Kuliah Teknik Evaluasi dan Statistik Pendidikan bersama Prof. Jamaludin dan Dr. Duskri, bukan hanya sekadar transfer ilmu statistik, tetapi juga sebuah pengalaman belajar yang menyenangkan dan berkesan. Perpaduan antara kajian akademis yang mendalam dengan suasana alam yang menyegarkan, membuat kuliah ini menjadi unik dan tak terlupakan. Semoga inisiatif menarik seperti ini dapat terus dilakukan untuk menciptakan proses belajar yang lebih efektif dan menyenangkan bagi para mahasiswa.
Mantap lanjutkan
BalasHapus