Total Tayangan Halaman

Kamis, 03 April 2025

Dari Teunom Aceh ke Jurnal Internasional: Penelitian Peusijuek Ridwan Raih Pengakuan Global Analisis Ritual Peusijuek: Variasi dan Kekayaan Makna di Teunom Vs Daerah Lain di Aceh.

Aceh Jaya, Aceh –  Dunia akademik kembali dihebohkan oleh pencapaian membanggakan dari Aceh.  Ridwan, S.Pd.I., MA., M.Pd., seorang mahasiswa program doktoral (S3) berhasil menembus publikasi internasional. Karya ilmiah berjudul "Analisis Ritual Peusijuek: Variasi dan Kekayaan Makna di Teunom Vs Daerah Lain". Keberhasilan ini menjadi sorotan karena  penelitian tersebut mengupas  ritual Peusijuek,  upacara penyucian dan pemberkatan  khas Aceh,  dengan pendekatan ilmiah mendalam dan inovatif.  Lebih dari sekadar  dokumentasi ritual,  penelitian ini  mengungkap  lapisan makna kaya  serta variasi praktik Peusijuek di berbagai daerah di Aceh,  sekaligus menggarisbawahi  peran pentingnya dalam kehidupan masyarakat Aceh. 

“Kami sangat bersyukur atas pencapaian ini,” ujar Ridwan saat dihubungi melalui telepon. “Penelitian ini merupakan hasil kerja keras, Kami berharap  hasil penelitian ini dapat  memberikan kontribusi bagi  peningkatan pemahaman  tentang budaya Aceh dan  melestarikan warisan leluhur kita.” Ridwan,  menambahkan, “Penelitian ini  menunjukkan  potensi besar  dari tradisi lokal Aceh untuk  dieksplorasi secara ilmiah.  Peusijuek  bukan sekadar ritual  seremonial,  tetapi  sebuah sistem  nilai dan  kepercayaan   mendalam,    berperan penting  dalam  menjaga  kesatuan dan  keharmonisan  masyarakat.”

Penelitian  menggunakan  teori semiotik  dan metode  deskriptif kualitatif  untuk  menganalisis  ritual Peusijuek.  Temuan bahwa meskipun  inti ritual—memberkati seseorang atau  benda dengan tepung beras—tetap sama  di seluruh Aceh,  variasi  pelaksanaannya  sangat  menarik.  Penelitian  ini  khususnya  mengungkap perbedaan  signifikan  antara  praktik Peusijuek  di Teunom, Aceh Jaya,  dengan  daerah lain di Aceh. Di Teunom,  Peusijuek  terintegrasi  sangat  erat  dengan kehidupan sehari-hari.  Hampir semua kegiatan adat diiringi ritual ini,  menjadi perekat sosial   kuat.  Berbeda dengan daerah lain di Aceh,  di mana Peusijuek  mungkin  lebih dikaitkan  dengan peristiwa-peristiwa khusus  seperti kelahiran, pernikahan,  atau  keberangkatan perjalanan.  Hal ini  menunjukkan  adaptasi  budaya lokal   fleksibel  dan  dinamis.


Penelitian ini juga mengungkap  dua makna simbolik  dalam ritual Peusijuek: makna umum dan makna khusus.  Makna umum  merujuk pada  simbol material  seperti tepung tawar, beras,  dan nasi ketan,   melambangkan  perpindahan sifat  benda kepada manusia.  Makna ini  umum dipahami di seluruh Aceh  dan  melambangkan syukur,  kebahagiaan, dan  kesuksesan. Namun,  penelitian  menemukan perbedaan  dalam penekanan makna tersebut.  Di Teunom,  penekanan  pada syukur dan  berbagi lebih  kuat, mencerminkan  kebersamaan dan  kepedulian  antar anggota  komunitas.  Di daerah lain,  fokusnya mungkin  lebih pada  keberhasilan individu  atau keluarga.

Makna khusus  melibatkan interpretasi  spesifik  terhadap  masing-masing bahan   digunakan dalam  ritual Peusijuek,  seperti sirih,  nasi ketan,  dan manisan kelapa.  Meskipun  interpretasi dasar  mungkin  serupa di beberapa daerah,  detailnya  bisa berbeda.  Sebagai contoh,  penelitian menemukan  bahwa di Teunom,  seikat dedaunan  melambangkan  pentingnya kerukunan dan  persatuan.  Di daerah  lain,  simbol   digunakan  bisa berbeda,  menunjukkan  penekanan  pada nilai-nilai  lain seperti  keberanian, kekuatan,  atau  kehormatan. Penelitian ini juga mengkaji  peran tokoh adat dan agama dalam ritual Peusijuek.  Di Teunom,  keduanya memiliki  peran   setara dan  saling melengkapi,  sedangkan di daerah  lain,  perannya  bisa berbeda  tergantung pada  struktur sosial  dan  kepercayaan lokal.

Lebih jauh lagi,  penelitian ini  menunjukkan  perbedaan dalam  jenis acara   diiringi  Peusijuek.  Di Teunom,  hampir semua  kegiatan adat  diiringi  ritual ini,  sedangkan di  daerah lain,  Peusijuek  lebih  dikaitkan dengan  momen-momen  khusus.  Hal ini  menunjukkan  tingkat  integrasi  Peusijuek  dalam kehidupan  masyarakat. Terakhir,  penelitian  ini  menemukan  perbedaan  dalam  penggunaan  bahasa dan doa   diucapkan  selama  ritual.  Meskipun  inti doa  mungkin  sama,  nuansa dan  ungkapannya  bisa berbeda,  menunjukkan  kekayaan  bahasa  dan adaptasi  lokal.

Pencapaian  Ridwan merupakan  bukti  nyata bahwa  penelitian    mendalam  tentang  budaya lokal  dapat  mendapatkan  pengakuan  internasional.  Penelitian  ini  bukan hanya  memberikan  kontribusi  bagi  dunia  akademik,  tetapi juga  memberikan  inspirasi bagi  peneliti  lain  untuk  terus  mengeksplorasi  kekayaan  budaya  Indonesia.  Semoga keberhasilan ini  mendorong  generasi muda  Aceh untuk  terus  menjaga  dan  melestarikan  budaya  leluhur.  Penelitian ini telah  menempatkan  Aceh  di  peta  dunia  sebagai  daerah    kaya  akan  budaya  dan  tradisi    berharga.

Meskipun inti ritual peusijuek relatif sama di seluruh Aceh, pelaksanaannya di Teunom menunjukkan variasi signifikan dalam konteks, simbolisme, dan peran tokoh-tokoh adat dan agama. Penelitian ini menyoroti pentingnya pemahaman konteks lokal dalam menganalisis makna dan fungsi ritual peusijuek. Perbandingan lebih luas dengan praktik peusijuek di daerah lain di Aceh akan memberikan wawasan lebih kaya tentang kekayaan dan dinamika budaya Aceh. Penelitian lebih lanjut komprehensif dan membandingkan berbagai daerah di Aceh sangat diperlukan untuk mengungkap kekayaan dan keragaman praktik peusijuek ini secara lebih menyeluruh.

Ritual Peusijuek di daerah lain dalam berbagai studi tentang ritual peusijuek telah menarik perhatian banyak peneliti mengkaji dari berbagai aspek, antara lain: Tradisi Peusijuek Sebagai Sarana Mediasi Ditengah Syariat Islam Di Aceh (Prayetno, 2021), Makna Tradisi Peusijeuk dan Peranannya dalam Pola Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat di Kota Langsa (Hariadi et al., 2020), Indigenous Ritual as Adhesive Social Harmonization: The Meaning of ‘Peusijuek’ for Young People of Aceh, Indonesia (Suprijono et al., 2018), Kontruksi Makna Tradisi Peusijuek dalam Budaya Aceh (Riezal et al., 2019), The Ritual of Marriage (An Ethnographic Study in West Labuhan Haji-South Aceh) (Abdul Manan, 2014), Tradisi Peusijuek dalam Masyarakat Aceh Integritas Nilai-Nilai Agama dan Budaya (Asiva Noor Rachmayani, 2015), Psikosufistik Tradisi Peusijuek: Harmoni Syukur, Zikir, dan Akulturasi Diri Masyarakat Aceh (Comission, 2016), dan Integritas Kearifan Lokal Budaya Tradisi Peusijuk (Noviana, 2018).


Reference

Abdul Manan. (2014). THE RITUAL OF MARRIAGE (An Ethnographic Study in West Labuhan Haji-South Aceh). Ilmiah Peuradeun, II, no. 02, 27.

Asiva Noor Rachmayani. (2015). TRADISI PEUSIJUEK DALAM MASYARAKAT ACEH: Integritas Nilai-Nilai Agama dan Budaya. 3, 6.

Comission, E. (2016). Psikosufistik Tradisi Peusijuek: Harmoni Syukur, Zikir, dan Akulturasi Diri Masyarakat Aceh. 4(1), 1–23.

Hariadi, J., Fadhillah, M. A., & Rizki, A. (2020). Makna Tradisi Peusijeuk dan Peranannya dalam Pola Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat di Kota Langsa. JURNAL SIMBOLIKA: Research and Learning in Communication Study, 6(2), 121–133. https://doi.org/10.31289/simbollika.v6i2.3993

Noviana, N. (2018). Integritas Kearifan Lokal Budaya Tradisi Peusijuk. DESKOVI : Art and Design Journal, 1(1), 29–34. https://e-journal.umaha.ac.id/index.php/deskovi/article/view/283/190

Prayetno, N. S. (2021). Tradisi Peusijuek Sebagai Sarana Mediasi Ditengah Syariat Islam Di Aceh. Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama, 1(2), 172. https://doi.org/10.22373/arj.v1i2.10727

Riezal, C., Joebagio, H., & Susanto, S. (2019). Kontruksi Makna Tradisi Peusijuek Dalam Budaya Aceh. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 20(2), 145. https://doi.org/10.25077/jantro.v20.n2.p145-155.2018

Suprijono, A., Sarmini, & Ridwan. (2018). Indigenous Ritual as Adhesive Social Harmonization : 108(SoSHEC 2017), 146–150.

1 komentar: