Nama : Ridwan
NIM : 241002003
Prodi : Pascasarjana S3 Pendidikan Agama Islam
Mata Kuliah : Evaluasi dan Statistik Pendidikan
Dosen pengampu : 1) Prof. Dr. Jamaluddin, M. Ed.
2) Dr.
M. Duskri, M.
Kes.
Judul Artikel |
TEKNIK PENGOLAHAN HASIL
ASESMEN: TEKNIK PENGOLAHAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
ACUAN NORMA (PAN) DAN PENDEKATAN ACUAN PATOKAN (PAP) |
Penulis |
Khairuddin Alfath, Fajar Fauzi Raharjo |
Nama Jurnal |
ALMANAR
Jurnal KOmunikasi dan Pendidikan Islam |
Vol. dan No. |
(8) 1 |
Halaman |
1-10 |
Tahun |
2019 |
Tautan Publikasi Jurnal |
https://journal.staimsyk.ac.id/index.php/almanar/article/view/105 |
Penerbit Jurnal |
Almanar
Yogyakarta |
Reviewer |
Ridwan |
Abstrak |
teknik pengolahan penilaian dengan menggunakan pendekatan Penilaian Acuan
Norma (PAN) dan pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Skor mentah hasil
belajar
siswa
perlu diinterpretasikan agar dapat
menjadi nilai
yang bermakna.
Proses inilah
yang dinamakan penilaian. Agar
guru tidak melakukan penilaian dengan
asal-asalan, maka
diperlukan
suatu
patokan atau standar.
Dalam
asesmen pendidikan, terdapt dua pendekatan yang digunakan
dalam pengolahan nilai, yaitu pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan pendekatan
Penilaian Acuan Patokan (PAP). Melalui artikel
ini disuguhkan konsep dasar pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN)
dan pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP), diantaranya adalah pengertian, karakteristik, tujuan dan
manfaat, prosedur penggunaan, kelebihan dan kekurangan, serta perbedan antara kedua pendekatan tersebut. Ditambahkan pula
contoh aplikasinya
dalam Microsoft excel. Selain itu, dibahas pula tentang Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) |
Pendahuluan |
Skor yang diperoleh dari sebuah tes baru akan bermakna jika
ditafsirkan berdasarkan suatu patokan atau berdasarkan
suatu norma. Ini lah yang disebut dengan penilaian. Pengolahan
nilai-nilai menjadi nilai akhir seorang siswa dapat dilakukan
dengan mengacu kepada kriteria atau patokan tertentu. Menurut Woodworth (1961) ada dua jenis pedoman yang bisa digunakan untuk menentukan nilai (mengubah
skor menjadi nilai) sebagai hasil
evaluasi yaitu:
1. Dengan cara membandingkan skor yang diperoleh seorang individu dengan suatu standar yang sifatnya mutlak (absolut). 2. Dengan cara membandingkan skor
yang diperoleh seorang individu dengan skor yang diperoleh mahasiswa lainnya dalam kelompok tes tersebut |
Metode Penelitian |
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
lapangan dengan desain deskriptif kualitatif. Pendekatan ini dipilih
untuk memahami secara
mendalam konsep evaluasi pembelajaran PAI yang mencakup Pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara dengan guru-guru PAI, observasi langsung di
kelas, dan pengumpulan dokumen yang terkait dengan evaluasi yang dilakukan di
sekolah. Proses analisis data mencakup reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan sebagai langkah- langkah untuk mencapai pemahaman yang
lebih komprehensif. |
Hasil dan Pembahasan |
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di SMK Batik 2 Surakarta, evaluasi Pendidikan Agama Islam (PAI) dilakukan dengan menerapkan tugas terstruktur dan tidak terstruktur, serta menggunakan berbagai metode evaluasi, termasuk tes seperti kuis harian, ujian tengah semester, dan ujian akhir, serta metode non-tes yang mencakup pengamatan perilaku sehari-hari dan penilaian membaca Al-Qur'an. Selain itu, sekolah ini juga menerapkan Kurikulum 2013 untuk kelas XI dan XII, sementara kelas X mengikuti Kurikulum Merdeka, dengan penekanan khusus pada pendidikan karakter Pancasila yang menjadi landasan dalam proses pembelajaran. Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi dalam evaluasi PAI di sekolah ini pada umumnya disebabkan oleh latar belakang siswa yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi menengah. |
Kesimpulan |
1. Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang mengacu kepada tujuan instruksional atau untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik
terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan
instruksional khusus tersebut. Penilaian acuan
norma adalah penilaian yang mengacu kepada norma untuk menentukan kedudukan atau posisi
seorang peserta didik di antara kelompoknya. 2. Persamaan penilaian acuan norma dan acuan patokan antara
lain adalah keduanya mempersyaratkan perumusan
secara spesifik
perilaku
yang diukur,
disusun dari sampel
butir- butir tes yang relevan dan representatif, keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitas dan digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda. |
Review Jurnal 2
Judul Artikel |
ANALISIS KOMPONEN PENILAIAN PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SEBAGAI ACUAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF GURU |
Penulis |
Nurul Kamilati |
Nama Jurnal |
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan |
Vol. dan No. |
(16) 1 |
Halaman |
1-17 |
Tahun |
2018 |
Tautan Publikasi Jurnal |
|
Penerbit Jurnal |
Balai Diklat Keagamaan Semarang |
Reviewer |
Ridwan |
Abstrak |
Mengembangkan kurikulum diklat materi
penilaian pembelajaran
Diklat Teknis Substantif
Kurikulum 2013 bagi guru IPA madrasah tsanawiyah di Jawa
Tengah dan D.I Yogyakarta, metode kualitatif. Hasil penelitian adalah a) pencermatan komponen
penilaian pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Guru sebelum pengembangan dari nilai terendah ke
tertinggi: indikator soal, kunci/kriteria, rumus
penskoran, instrumen penilaian, dan teknik
penilaian; b) penyebab kelemahan guru adalah penguasaan materi yang
masih rendah pada materi yang mendasari penilaian
pembelajaran (konsep penilaian Kurikulum 2013, analisis kurikulum, penguasaan
kata
kerja operasional, dan keterampilan menyusun kriteria pada jenis penilaian
nontes); dan c)
pengembangan kurikulum diklat adalah pada
mata diklat Penilaian Kurikulum 2013; Analisis Kurikulum,
dan Praktik
Penyusunan RPP. Strategi
penyampaian
dengan menambahkan
kolom indikator soal, teknik, dan bentuk
penilaian pada
lembar kerja analisis kurikulum, penugasan
sebagian indikator HOTS, dan
koreksi produk sesama peserta |
Pendahuluan |
Hasil pencermatan
digunakan sebagai bahan
untuk mengembangkan
Kurikulum Diklat Materi Penilaian pada Diklat Kurikulum 2013. Secara ideal, desain program diklat dapat dikembangkan secara
sistematik berdasarkan
model desain pelatihan yang
dikenal sebagai ADDIE
(analysis, design, development, implementation, evaluation).10 Kelima tahapan di atas merupakan siklus yang dapat berulang
dan masing-masing tahap
dapat
berulang kembali
ke tahap
sebelumnya. Dengan
demikian kurikulum diklat bersifat terbuka untuk dikembangkan.11 Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis informasi tentang hasil pencermatan komponen penilaian pada RPP guru IPA MTs sesuai penilaian pembelajaran Kurikulum 2013; kelemahan guru IPA MTs dalam menyusun komponen penilaian pada RPP; dan penyebab kelemahan guru IPA MTs dalam menyusun komponen penilaian pada RPP; dan mengembangkan kurikulum materi penilaian pembelajaran pada Diklat Kurikulum 2013 bagi guru IPA madrasah tsanawiyah. |
Metode Penelitian |
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara dan rekaman audio. Data yang diperoleh kemudian dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk memastikan keabsahan data, digunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik |
Hasil dan Pembahasan |
Rata-rata komponen dari urutan tidak memenuhi
sampai memenuhi adalah komponen indikator soal, kunci/kriteria, rumus penskoran, instrumen penilaian,
dan teknik penilaian. Kedua, kelemahan guru IPA
MTs dalam menyusun
RPP adalah pada
komponen indikator soal, kunci/kriteria,
dan
rumus penskoran. Ketiga, penyebab
kelemahan
guru adalah penguasaan
materi
guru yang masih
lemah pada
beberapa materi yang mendasari, yaitu konsep penilaian
Kurikulum 2013; analisis kurikulum; penguasaan
KKO; keterampilan menyusun
kriteria/rubrik pada jenis penilaian
non tes. |
Kesimpulan |
Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa pengembangan kurikulum diklat materi
penilaian pembelajaran adalah
pada mata diklat penilaian autentik pada
Kurikulum 2013 menekankan pada
penguatan materi yang mendasari pada
penyusunan komponen penilaian pada
RPP dan strategi
penyampaiannya. Mata diklat
tersebut adalah
Penilaian
sesuai Kurikulum 2013;
Analisis Kurikulum; dan Praktik
Penyusunan RPP.
Strategi penyampaian adalah menambahkan
kolom indikator soal,
teknik, dan bentuk penilaian
pada lembar kerja analisis SKL, KI, dan
KD; meminta pembuatan
sebagian indikator HOTS;
dan koreksi produk
dengan sesama peserta. |
Review Jurnal 3
Judul Artikel |
Konsep Dasar Evaluasi Dan Implikasinya Dalam Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah |
Penulis |
Tatang Hidayat, Abas Asyafah |
Nama Jurnal |
Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam |
Vol. dan No. |
(10) 1 |
Halaman |
159-181 |
Tahun |
2019 |
Tautan Publikasi Jurnal |
https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/tadzkiyyah/article/view |
Penerbit Jurnal |
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung in collaboration
with Perkumpulan Sarjana Pendidikan Islam Indonesia (PSPII) and
Perkumpulan Manajer Pendidikan Islam (PERMA PENDIS) |
Reviewer |
Ridwan |
Abstrak |
Abstrak artikel ini membahas konsep dasar evaluasi dan implikasinya dalam evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah. Evaluasi terdiri dari pengukuran dan penilaian yang memiliki posisi strategis dalam pembelajaran karena termasuk dalam langkah-langkah pembelajaran untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi sistem pembelajaran. Ruang lingkup evaluasi mencakup program, proses, dan hasil pembelajaran dengan prinsip-prinsip umum seperti kontinuitas, komprehensif, adil, objektif, kooperatif, dan praktis. Dari segi jenis, teknik, objek, subjek, dan tujuan, evaluasi memiliki berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan. Implikasinya adalah evaluasi pembelajaran PAI di sekolah harus dilakukan secara kontinu, komprehensif, dan terintegrasi untuk mengembangkan aspek aqliyah, qolbīyah, dan amāliyah peserta didik.. |
Pendahuluan |
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya kualitas evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah, di mana beberapa guru PAI mengalami kesulitan dalam melaksanakan evaluasi secara efektif. Banyak guru yang belum memahami perbedaan antara evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes, sehingga berdampak pada kurang optimalnya pembinaan moral peserta didik. Selain itu, evaluasi sering hanya dilakukan di akhir pembelajaran tanpa mempertimbangkan aspek kontinuitas dan komprehensif, seperti pengembangan aqliyah, qolbīyah, dan amāliyah peserta didik. Kondisi ini diperparah dengan adanya krisis multidimensional dalam sistem pendidikan, termasuk masalah efisiensi, pemerataan akses, dan relevansi materi pembelajaran. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji konsep dasar evaluasi dan implikasinya dalam pembelajaran PAI guna meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan. |
Metode Penelitian |
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur. Data dikumpulkan melalui kajian berbagai sumber literatur seperti buku, jurnal, hasil seminar, dan diskusi dengan para ahli yang relevan dengan topik evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengkaji dokumen-dokumen yang berasal dari berbagai sumber, termasuk otobiografi, artikel, catatan harian, hingga dokumen pemerintah atau swasta. Setelah data terkumpul, penulis melakukan analisis isi dengan cara menginterpretasi data, memberikan penjelasan tambahan, serta menarik kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk menggali konsep dasar evaluasi dan implikasinya dalam pembelajaran PAI di sekolah secara mendalam melalui telaah teoretis dan dokumenter. |
Hasil dan Pembahasan |
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa evaluasi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) harus dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk mengukur efektivitas serta efisiensi sistem pembelajaran. Evaluasi memiliki posisi strategis dalam mengetahui perkembangan peserta didik, baik dari aspek aqliyah (intelektual), qolbiyah (emosional), maupun amāliyah (praktik keagamaan). Fungsinya tidak hanya untuk menilai hasil belajar tetapi juga untuk perbaikan, pengembangan program, dan penyesuaian metode pembelajaran. Ruang lingkup evaluasi mencakup perencanaan, pelaksanaan, hingga hasil pembelajaran, dengan prinsip seperti kontinuitas, objektivitas, koherensi, dan akuntabilitas. Selain itu, teknik evaluasi harus mengombinasikan tes dan non-tes agar dapat mengevaluasi ranah yang lebih luas, termasuk pengamalan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Implikasinya, pendidik PAI dituntut mampu mengevaluasi perkembangan peserta didik secara menyeluruh guna membentuk kepribadian islami. |
Kesimpulan |
Evaluasi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) harus dilakukan secara
komprehensif, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk mengukur efektivitas serta
efisiensi sistem pembelajaran. Evaluasi mencakup aspek aqliyah (intelektual), qolbiyah emosional/spiritual), dan amāliyah (praktik
keagamaan). Prinsip evaluasi meliputi kontinuitas, objektivitas, keadilan, koherensi, dan akuntabilitas, dengan teknik yang mengombinasikan tes dan
non- tes. Subjek evaluasi melibatkan pendidik, kolaborasi dengan pihak lain
seperti psikolog, bahkan peserta didik dapat melakukan evaluasi diri.
Tujuannya adalah untuk mengetahui perkembangan peserta didik, memperbaiki
proses pembelajaran, dan membentuk kepribadian islami.. |
Judul Artikel |
Perbandingan
Bentuk Tes Pilihan Ganda dan Teknik Penskoran Terhadap Reliabilitas Tes |
Penulis |
Eva Ariyanti1 dan Yoga Budi Bhakti |
Nama Jurnal |
Titian Ilmu: Jurnal Ilmiah Multi Sciences |
Vol. dan No. |
(12) 2 |
Halaman |
66-76 |
Tahun |
2020 |
Tautan Publikasi Jurnal |
|
Penerbit Jurnal |
Titian Ilmu |
Reviewer |
Ridwan |
Abstrak |
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimental. Penelitian Hyphothesis diuji menggunakan analisis varians (ANAVA) satu cara. Penelitian ini dilakukan di empat sekolah. Sampel dari penelitian ini adalah 120 siswa yang dipilih secara acak replikasi. Penelitian menyimpulkan bahwa: (1)
ada perbedaan koefisien reliabilitas tes kimia antara pilihan ganda bentuk tes dan metode penilaian, (2) koefisien reliabilitas tes kimia Asosiasi beberapa
pilihan bentuk dengan berat metode penilaian lebih tinggi
daripada koefisien reliabilitas bentuk beberapa pilihan biasa dengan metode penilaian yang benar, (3) koefisien reliabilitas tes kimia
Asosiasi beberapa pilihan bentuk dengan
metode penilaian yang benar lebih rendah dari Koefisien reliabilitas bentuk pilihan ganda biasa dengan metode penilaian
bobot, (4) koefisien reliabilitas uji kimia Asosiasi bentuk pilihan
ganda dengan metode penilaian yang benar
lebih tinggi dari kehandalan
koefisien bentuk beberapa pilihan biasa dengan metode penilaian
yang benar, dan (5) koefisien reliabilitas uji kimia pilihan
bentuk ganda biasa dengan metode penilaian bobot lebih tinggi dari koefisien reliabilitas bentuk beberapa pilihan biasa dengan metode
penilaian yang benar. Berdasarkan hasil
penelitian,
menggunakan pilihan
multi pilihan tes diselesaikan dengan metode
scoring, dapat meningkatkan akurasi hasil dan dapat diandalkan.
Akhirnya,
ia memiliki implikasi positif pengembangan
sistem evaluasi
peningkatan, baik untuk evaluasi formatif atau summatif evaluas |
Pendahuluan |
Pengukuran
dengan menggunakan alat ukur berupa tes tertulis harus menggunakan bentuk tes bervariasi yang dapat mengasah kemampuan berpikir siswa menjadi lebih kritis, misalnya guru dapat memodifikasi
bentuk tes pilihan ganda menjadi pilihan ganda asosiasi, pilihan ganda sebab-akibat,
bentuk tes menjodohkan, bentuk tes true-false dan sebagainya. Sesuai yang dikemukakan Zainul dan
Nasution (dalam Moeis, 2006: 31-38) bahwa informasi yang diberikan oleh tes pilihan ganda lebih
kaya, artinya butir soal ini dapat memberikan informasi
tentang siswa lebih banyak kepada guru atau
penyusun tes lainnya, terutama bila butir soal ini memiliki homogenitas yang tinggi. Bentuk tes pilihan ganda yang
biasa digunakan oleh guru yaitu
bentuk pilihan ganda biasa atau
konvensional, di mana siswa dapat memilih jawaban paling tepat dari beberapa alternatif jawaban
yang
ada. Alasan guru yang jarang memodifikasi bentuk tes adalah keterbatasan waktu untuk membuat soal dengan bentuk yang
bervariasi, dan guru merasa kesulitan dalam membuat bentuk tes pilihan ganda model lain seperti pilihan ganda asosiasi, atau pilihan ganda sebab-akibat.
Padahal
dengan model pilihan ganda asosiasi
atau kompleks dapat membuat
siswa mampu berpikir kritis, di mana dalam menjawab butir soal siswa tidak asal menebak
jawaban yang benar, dan siswa semakin familiar melihat bentuk-bentuk
pilihan ganda yang dimodifikasi, sehingga ketika siswa mengikuti tes masuk perguruan tinggi atau kejuaraan olimpiade siswa sudah terbiasa dengan bentuk tes pilihan ganda yang bervariasi. Kenyataanya guru lebih senang menggunakan bentuk tes uraian atau bentuk pilihan ganda biasa, padahal guru harus menggunakan
soal yang valid dan reliabel untuk mengukur kemampuan
kognitif siswa. Salah satu bentuk yang dapat dikembangkan adalah bentuk tes pilihan
ganda asosiasi. |
Metode Penelitian |
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain
one-way atau Anava satu jalan. Variabel terikat
adalah koefisien reliabilitas, variabel eksperimen
adalah bentuk tes pilihan ganda yang terdiri atas bentuk
pilihan ganda biasa dan bentuk pilihan
ganda asosiasi, dan variabel atribut adalah teknik penskoran yang terdiri atas skor bobot dan skor benar. Penelitian
dilakukan di 4 sekolah yaitu SMA Negeri 54, SMA Negeri 44, SMA Negeri 103 dan SMA Negeri 89 Jakarta
Timur. Penarikan sampel diambil dengan cara teknik simple random sampling dengan menggunakan software Minitab untuk repikasi sampel. |
Hasil dan Pembahasan |
Kemampuan guru dalam mengkonstruk butir soal itu yang menjadi kendala terutama bentuk tes
pilihan ganda asosiasi. Kendala yang guru hadapi agar dalam setiap tes bisa memberikan seperangkat butir dengan model bervariasi adalah waktu, mengkonstruk bentuk tes pilihan ganda asosiasi memerlukan waktu yang lama dan sulit dalam membuat pilihan apalagi pilihan jawaban lebih
dari satu. Tes yang diberikan kepada siswa harus memiliki bentuk tes yang bervariasi
agar siswa
memiliki kemampuan untuk menjawab bukan sekedar menerka jawaban, siswa akan memiliki
kemampuan untuk
berpikir dengan logika dan kritis. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini memberikan
bentuk tes pilihan ganda asosiasi yang jarang digunakan di sekolah. Sedangkan bentuk pilihan ganda
biasa memudahkan siswa untuk menerka jawaban, sehingga siswa akan cenderung menebak bukan menganalisis jawaban. Bentuk tes pilihan ganda asosiasi dan biasa keduanya masih memungkinkan
anak untuk menebak jawaban, namun pada bentuk tes pilihan ganda asosiasi sulit untuk menebak jawaban
karena memerlukan
analisis dan berpikir secara kritis untuk menjawab soal tersebut. Namun, pada
bentuk tes pilihan ganda biasa karena hanya satu
jawaban yang benar akan mudah bagi siswa untuk menebak jawaban. Hal ini menyebabkan koefisien reliabilitas
pilihan ganda asosiasi dengan skor lebih tinggi daripada pilihan ganda biasa dengan skor benar. Hal ini sesuai pendapat
Sukati (dalam Moeis, 2006) bahwa sebenarnya tes bentuk soal pilihan ganda kompleks lebih dapat dijawab benar
oleh siswa yang berprestasi atau berkemampuan
tinggi daripada bentuk soal pilihan ganda biasa,
sebab mereka dapat memberikan jawaban dengan sedikit kemungkinan tebakan. |
Kesimpulan |
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Tes dengan waktu yang dibatasi kemudian setiap butir diberikan bobot berdasarkan
tingkat kesukaran dibandingkan
dengan butir yang tidak diberikan kategori tingkat kesukaran, maka siswa akan
mengerjakan tes
dengan
santai
dan
percaya diri atau
tidak terjadi
kecemasan saat tes. Kecemasan terjadi
karena siswa memperhatikan waktu
yang diberikan
dengan butir
soal
yang
sedang diselesaikan, sehingga dengan adanya pembobotan butir soal memudahkan
siswa untuk mengerjakan soal
dengan menggunakan waktu yang efisien. Kegiatan pembelajaran juga
akan semakin efektif karena
siswa mampu menyelesaikan setiap butir dengan menganalisis sesuai dengan kemampuannya.
Hal
ini diperkuat oleh Hopkins dan Antes (dalam Ahiri, 2018) pembelajaran berhubungan dengan persiapan siswa secara akademik dan secara emosional untuk menyelesaikan
tes disertai dengan aktivitas untuk membantu siswa membangun rasa percaya diri, menumbuhkan kesadaran akan kemampuannya, dan menimbulkan optImisme untuk
mencapai tujuannya. |
Review Jurnal 5
Judul
Artikel |
Pemanfaatan Instrumen Penilaian Pada Layanan Konseling |
Penulis |
M. Fahli Zatrahadi, Daharnis, A.Muri Yusuf |
Nama Jurnal |
Al-Ittizaan: Jurnal
Bimbingan Konseling Islam |
Vol. dan No. |
(5) 1 |
Halaman |
45-51 |
Tahun |
2022 |
Tautan Publikasi Jurnal |
https://ejournal.uinsuska.ac.id/index.php/alittizaan/article/view/17 180/7797 |
Penerbit Jurnal |
|
Reviewer |
Ridwan |
Abstrak |
Abstrak studi ini membahas pemanfaatan instrumen tes dan non-tes
dalam layanan konseling di SMKN 1 Base Lesung. Menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti melakukan wawancara dengan
tiga konselor sekolah untuk mengumpulkan wawasan tentang efektivitas kedua
jenis instrumen. Temuan menunjukkan bahwa keduanya saling melengkapi, berkontribusi pada peningkatan hasil penilaian meskipun ada tantangan seperti keterbatasan waktu dan |
|
pengolahan data. Penelitian ini menekankan pentingnya kompetensi profesional konselor dan pemahaman terhadap kebutuhan siswa untuk penggunaan instrumen yang efektif. Instrumen tes lebih fokus pada penilaian kompetensi kognitif, sedangkan metode non-tes berfungsi untuk mengukur keterampilan afektif dan psikomotorik. Secara keseluruhan, studi ini menegaskan perlunya penyesuaian layanan konseling untuk memenuhi konteks pendidikan yang beragam. |
Pendahuluan |
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perhatian terhadap kompetensi profesional konselor yang serin menjadi masalah di banyak negara, yaitu konselor tidak memiliki keterampilan yang memadai dalam memberikan layanan konseling yang efektif. Penekanan pada kompetensi profesional ini adalah penting, karena konselor perlu memahami berbagai komponen yang berkaitan dengan pelayanan dan kegiatan bimbingan untuk memberikan layanan yang relevan dan efektif bagi siswa. Selain itu, penelitian ini juga menyiratkan bahwa instrumen yang digunakan untuk evaluasi, baik tes maupun non-tes, sangat berkaitan dengan keberhasilan dalam memberikan bimbingan dan konseling yang tepat kepada siswa. Dalam konteks ini, penggunaan instrumen yang efektif sangat penting untuk memenuhi kebutuhan siswa dan konteks pendidikan yang beragam. |
Metode Penelitian |
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan instrumen tes dan non-tes dalam layanan konseling di SMKN 1 Pangkalan Lesung. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan tiga konselor sekolah. Teknik analisis menggunakan software NVivo untuk pengkodean dan verifikasi data. Penelitian ini dilakukan melalui tahapan: menentukan pertanyaan, mengumpulkan data, dan melaporkan hasil. |
Hasil dan Pembahasan |
Penelitian ini menemukan bahwa pemanfaatan instrumen tes dan non-tes dalam layanan konseling di SMKN 1 Pangkalan Lesung saling berkaitan untuk menghasilkan penilaian yang lebih efektif. Instrumen tes memberikan manfaat sebagai panduan bagi peserta didik dalam pengambilan keputusan masa depan, seperti mengetahui bakat mereka, serta membantu konselor mengklarifikasi jenis layanan bimbingan yang tepat. Sementara itu, instrumen non-tes berperan penting dalam menilai kualitas pribadi dan keterampilan peserta didik secara lebih komprehensif, termasuk aspek afektif dan psikomotorik. Meskipun demikian, pelaksanaannya masih menghadapi kendala seperti masalah waktu, pengolahan data manual, dan kurangnya persiapan dalam menyusun instrumen non-tes. Kedua instrumen tersebut tetap dilaksanakan oleh konselor sekolah, meski tanpa jam pelajaran khusus, dengan memanfaatkan waktu kosong atau izin dari guru lain |
Kesimpulan |
Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa pemberian instrumen tes dan non-tes dalam layanan konseling di SMKN 1 Pangkalan Lesung saling berkaitan untuk menghasilkan penilaian yang lebih efektif, meskipun pelaksanaannya menghadapi kendala seperti masalah waktu, pengolahan data manual, dan kurangnya persiapan. Kendala tersebut tidak menghalangi konselor sekolah untuk tetap melaksanakan kedua instrumen tersebut, baik pada jam pelajaran kosong maupun dengan izin guru lain. Instrumen tes membantu peserta didik dalam pengambilan keputusan masa depan dan memberikan panduan bagi konselor, sedangkan instrumen non-tes digunakan untuk menilai aspek afektif dan psikomotorik secara komprehensif |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar