Total Tayangan Halaman

Jumat, 14 Maret 2025

Diskursus Moderasi "Tawasut" ala Ibnu Miskawaih: Diskusi Panas Kuliah S3 UIN Ar-Raniry Pecah Rekor! Bersama Prof. Dr. Warulwalidin AK

Banda Aceh, 15 Maret 2025 –  Ruang kuliah Pascasarjana UIN Ar-Raniry mendadak berubah menjadi arena debat intelektual yang seru dan menggelitik siang ini.  Bukan sekadar kuliah biasa, presentasi disertasi Bapak Bahrullah, S. Ag., M. Pd., tentang diskursus Tawasut (moderasi) menurut Ibnu Miskawaih dalam filsafat pendidikan, sukses menyulut semangat diskusi yang luar biasa.  Dipandu oleh dosen pengasuh terhormat, Prof. Dr. Warulwalidin AK,  kuliah yang dihadiri hanya 10 mahasiswa S3 ini justru memunculkan  perdebatan sengit dan penuh pertanyaan cerdas, bahkan memecahkan rekor jumlah pertanyaan dalam sejarah kuliah tersebut.  Salah satu mahasiswa, Ridwan, S.Pd.I., MA., M.Pd.,  dengan pertanyaan-pertanyaannya yang tajam seakan menjadi 'jagoan' debat hari ini. 


Bahrullah, dalam presentasinya yang berdurasi hampir dua jam,  dengan piawai memaparkan pemikiran Ibnu Miskawaih yang jauh dari kesan kuno dan kaku.  Ia berhasil "menghidupkan" filsafat Ibnu Miskawaih,  menunjukkan betapa relevannya konsep Tawasut—yang oleh Bahrullah dijabarkan sebagai  "jalan tengah"—dalam menghadapi tantangan pendidikan modern.  Bahrullah menjelaskan bahwa  Tawasut menurut Ibnu Miskawaih bukan sekadar kompromi atau sikap pasif, melainkan  upaya aktif untuk  menemukan keseimbangan optimal dalam berbagai aspek kehidupan. 


"Bayangkan, seperti naik sepeda,"  kata Bahrullah dengan gaya presentasi yang  lugas dan  menarik.  "Jika terlalu miring ke kiri,  kita jatuh. Terlalu miring ke kanan, kita juga jatuh. Tawasut adalah  keseimbangan untuk tetap tegak dan melaju dengan stabil."  Analogi sederhana ini  langsung menarik perhatian para mahasiswa. 

Namun,  yang lebih menarik lagi adalah sesi tanya jawab.  Kesepuluh mahasiswa,  dengan semangat yang membara,  bergantian melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis dan menggelitik.  Salah satu sorotan utama tertuju pada Ridwan, S. Pd. I., MA., M. Pd., yang pertanyaan-pertanyaannya  menunjukkan  pemahaman mendalam tentang  filsafat Ibnu Miskawaih  serta  ketajaman analisisnya yang luar biasa. 


Ridwan, dengan mimik wajah serius nan  penasaran,  mengajukan  pertanyaan  yang  mengarah pada  relevansi Tawasut  dalam menghadapi  ekstremisme dan  polarisasi  agama di zaman  modern.   "Bagaimana konsep Tawasut Ibnu Miskawaih dapat  diaplikasikan  dalam  konteks  pendidikan  agama  yang  seringkali  diwarnai  oleh  interpretasi  agama  yang  keras  dan  intoleran?" tanyanya. 


Pertanyaan Ridwan ini  mengarahkan diskusi ke  arah yang lebih  kompleks dan  menantang.  Bahrullah,  dengan  teliti  dan  sistematis,  menjawab  pertanyaan  Ridwan  dengan  memperjelas  bahwa  Tawasut  bukanlah  sekadar  "jalan  tengah"  yang  pasif,  tetapi  juga  suatu  proses  dinamis  yang  memerlukan  kemampuan  berpikir  kritis  dan  pengembangan  intelektual  yang  komprehensif.  Ia menekankan pentingnya  mencari  ilmu  secara  mendalam,  mengerti  konteks,  dan  menghindari  generalisasi  yang  dapat  menimbulkan  kesalahpahaman. 

Diskusi semakin memanas ketika Ridwan kembali bertanya, "Apakah konsep Tawasut Ibnu Miskawaih  bersifat  universal, atau  hanya  relevan  dalam  konteks  sejarah  dan  budaya  tertentu?"   Pertanyaan  ini  mengarah  pada  debat  tentang  universalitas  nilai-nilai  dan  prinsip-prinsip  agama.  Prof. Dr. Warulwalidin AK  pun  turut  menambahkan  pendapatnya,  menjelaskan  bahwa  konsep  Tawasut  memiliki  prinsip-prinsip  yang  universal,  namun  aplikasinya  harus  disesuaikan  dengan  konteks  dan  kebutuhan  zaman. 


Tidak hanya Ridwan,  mahasiswa lainnya juga turut aktif dalam diskusi.  Mereka  mengajukan  pertanyaan  tentang  hubungan  Tawasut  dengan  pluralisme  beragama,  peran  pendidikan  dalam  mencegah  ekstremisme,  serta  tantangan  dalam  mengaplikasikan  konsep  Tawasut  dalam  praktik  pendidikan  sehari-hari. 

Suasana ruangan menjadi semakin hidup dan dinamis, dipenuhi dengan  pertanyaan-pertanyaan  yang  cerdas,  argumentasi yang  sistematis, dan  tanggapan  yang  objektif.  Prof. Dr. Warulwalidin AK pun tampak  terkesan  dengan  kesungguhan  para  mahasiswa  dalam  mendalami  materi.  Beliau  beberapa  kali  menambahkan  pendapat  dan  memandu  diskusi  agar  tetap  konstruktif. 


Pada akhirnya,  kuliah  yang  seharusnya  berakhir  pada  pukul  11.00  WIB  berlangsung  hingga  pukul  12.30  WIB.  Kesepuluh  mahasiswa  tampak  kehabisan  tenaga,  namun  wajah-wajah  mereka  mencerminkan  kepuasan  dan  kebanggaan  telah  terlibat  dalam  diskusi  yang  sangat  bermakna.  Bahrullah,  sang  pemakalah,  juga  terlihat  lega  dan  bangga  karena  presentasinya  mampu  menimbulka  diskusi  yang  sedemikian  sehat  dan  produktif.  Bahkan  Prof. Dr. Warulwalidin AK,  menyatakan  bahwa  kuliah  ini  akan  menjadi  referensi  dan  contoh  bagaimana  kuliah  S3  seharusnya  berlangsung.  Para mahasiswa ini,  dengan semangat intelektualnya,  telah  membuktikan  bahwa  filsafat  Ibnu Miskawaih  masih  sangat  relevan  untuk  dipelajari dan  diaplikasikan  di  zaman  modern,  khususnya dalam  konteks pendidikan  agama yang  moderat  dan  inklusif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar