Total Tayangan Halaman

Minggu, 30 Maret 2025

Santri Cilik Sampaikan Pidato Inspiratif Menggetarkan Hati Cerita Nabi Menahan Lapar yang Dahsyad Juri Menangis di Festival Anak Shaleh


Teunom, Aceh –  Festival Anak Shaleh TPA Darul Istiqamah Desa Gampong Baroe, Kecamatan Teunom, dihebohkan oleh sebuah pidato inspiratif yang disampaikan oleh Nasyifa Radhida, seorang santri cilik berusia sembilan tahun.  Pidato yang memukau tersebut,  buah karya sang ayah, Ridwan, S.Pd.I., MA., M.Pd., Kepala SMP Swasta Darun Nizham dan sekaligus mahasiswa S3 Pascasarjana UIN Ar-Raniry,  bukan hanya mencuri perhatian para juri, tetapi juga menggetarkan hati seluruh hadirin yang hadir. 

Mukaddimah pidato Nasyifa begitu sederhana namun penuh makna. Dengan suara lantang dan penuh percaya diri, ia mengawali penampilannya dengan ucapan syukur kepada Allah SWT dan salam takzim kepada Nabi Muhammad SAW. Namun, yang mencengangkan adalah isi pidato yang ia sampaikan.  Nasyifa tidak sekadar bercerita tentang kegembiraan mengikuti lomba, tetapi ia membawakan sebuah kisah haru biru yang penuh makna tentang pengorbanan dan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. 


Dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami, Nasyifa mengisahkan tentang  kehidupan Rasulullah SAW yang  tidak selalu dipenuhi dengan kemewahan.  Ia menceritakan bagaimana Nabi Muhammad SAW,  seorang pemimpin yang  sempurna dalam mengurus keluarga,  pernah mengalami kelaparan yang sangat hebat.  Kisah tersebut bukan hanya sekedar narasi sejarah,  melainkan sebuah gambaran nyata tentang  kepemimpinan yang didasarkan pada pengorbanan dan keikhlasan yang luar biasa. 

Nasyifa menceritakan bagaimana Rasulullah SAW,  dalam keadaan serba lapar,  bahkan sampai mengikat batu di perutnya untuk mengurangi rasa lapar yang menyiksa.  Bayangkanlah, Nabi Muhammad SAW,  teladan bagi seluruh umat manusia,  menahan lapar yang hebat bukan karena ketidakmampuan mencari nafkah, tetapi karena beliau ingin meringankan beban umatnya.  Beliau sangat khawatir akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak,  "Mengapa engkau, wahai Nabi, membiarkan umatmu kelaparan sementara engkau memiliki kekayaan?" 

Puncak pidato Nasyifa yang sungguh mencengangkan terungkap ketika ia menggambarkan  suasana saat shalat Ashar.  Nasyifa dengan sangat detail menggambarkan bagaimana suara perut Rasulullah SAW yang berkeroncongan terdengar jelas di telinga para sahabatnya.  Suara itu menggema, menjadi saksi bisu atas penderitaan yang ditanggung oleh pemimpin umat yang begitu dicintainya.  Bayangan Rasulullah SAW yang menahan lapar, sambil memimpin shalat, tergambar begitu hidup dalam setiap kata yang diungkapkan Nasyifa. 


Reaksi para sahabat Rasulullah SAW pun dikisahkan Nasyifa dengan begitu emosional.  Ia menggambarkan bagaimana para sahabat menangis tersedu-sedan.  Tangisan mereka bukanlah sekadar tangisan belas kasih, tetapi juga rasa bersalah dan ketidakmampuan mereka untuk sepenuhnya meringankan beban junjungan mereka.   "Bagaimana kami bisa menjawab pertanyaan Allah SWT kelak, jika Nabi-Nya, di tengah-tengah kami, mengalami kelaparan? Bukankah kami, para sahabat, telah bersumpah untuk mengorbankan harta benda bahkan nyawa untuk Nabi?"  demikian pertanyaan yang tersirat dalam  kisah pilu yang disampaikan Nasyifa. 

Pidato Nasyifa tidak hanya mengisahkan penderitaan Rasulullah SAW, tetapi juga menggarisbawahi  keikhlasan dan kepedulian para sahabat.  Mereka rela berkorban harta, waktu, bahkan nyawa, demi tegaknya agama Allah SWT dan kesejahteraan umat.  Nasyifa berhasil menghubungkan kisah masa lalu dengan realita kehidupan masa kini,  mengajak seluruh hadirin untuk meneladani keikhlasan dan pengorbanan Rasulullah SAW serta para sahabatnya. 

Usai pidato, suasana haru dan kagum menyelimuti seluruh hadirin.  Banyak yang meneteskan air mata, terharu oleh keindahan dan kedalaman pesan yang disampaikan Nasyifa.  Pidato tersebut tidak hanya inspiratif, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya kepedulian dan pengorbanan dalam kehidupan.   Nasyifa, si santri kecil,  telah berhasil menyampaikan pesan moral yang begitu dalam dan menggugah nurani.  Keberhasilan ini tentu juga menjadi kebanggaan bagi sang ayah, Ridwan, S.Pd.I., MA., M.Pd., yang telah membimbing dan menyiapkan putri kecilnya dengan begitu luar biasa.  Pidato Nasyifa menjadi bukti nyata bahwa pendidikan agama yang baik dapat melahirkan generasi muda yang cerdas, beriman, dan penuh dengan nilai-nilai luhur. 

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, ...

    الْحَمْد لِلَّه إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ

Buat langkah pertama dan yang paling utama kita penjatkan puja dan puji kehadirat sang Rabbi. Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, yang kita memuja dan memuji-Nya sebagai hamba Allah, memohon pertolongan kepada-Nya sebagai hamba yang lemah, memohon ampun kepada-Nya sebagai hamba berlumur dosa berharap ridha Allah, dan kita berlindung kepada Allah dari kelemahan diri kita dan dari keburukan yang tersembunyi atau yang nyata.

مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ  Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tak seorangpun dapat menyesatkannya, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tak seorangpun mampu memberinya petunjuk.

Allah penggenggam langit dan bumi, penggenggam jiwa raga seluruh isi langit dan bumi, geu hias langet geutabu bintang geu hias insan Muhammad suri tauladan. geu hias laot dengan gelombang, geu hias alam penuh isinya, geu peu jeut lat batat kayei batei, rimueng cagai, cangguek purai asei meurua, trok bak lubeng, si seuk bak batei, ulat lam kayei, bermacam jenis ungkot mulai dari ungkot yai trok bak jenis udeng sabei na Allah peujeut bandum ji meu silaweut ke junjungnan Nabi Muhammad saw.    

Shalawat dan salam sajan-sajan urau ngon malam kita hidangkan kepangkuan Nabi besar Muhammad Saw. إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّوْنَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ Sesungguhnya Allah dan para Malaikat bershalawat kepada Nabi. Berikutnya Allah menyeru orang beriman

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا Wahai Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (Qur’an Surat: Alahzab ayat 65) beliau pemuda padang pasir gigih berjuang bersama ahli dan sahabatnya siring bahu seayun langkah, kejurang sama menurun ke gunung sama mendaki demi tegaknya kalimah suci

لَا إِلٰهَ إِلَّا الله مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Nabi Muhammad utusan Allah. Tidak ada waktu terbuang percuma, tidak ada kata yang sia-sia gapah lubeng gadeng cangguek, asap bu sijuek dan gup u muda. Dalam hadist maja yang laen umpung kumoto bek tajak lhue, bek tayue drop cangguek bak ureng buta, bak leuk dua guk bak boh keu peu gantoe, kubeu pok talau bek ta peulara.

Do’a restu kepada para alim ulama, yang mutaqaddimin dan yang mutaakhirin yang muktabar keduanya. Peran ulama nyoe keuh ibarat lampu dikala malam gelap, jeut keu tungkat di tanah yang licin, oh watei ujeun jeut keu payong, jeut keu pelampong oh wate banjir raja, yang peseulamat syari’at, peutupat hukom, yang peuturi soe droe, toh Allah, soe Nabi? Sehingga sape uroe nyoe geu tanyoe ka ta turi poma dengon ayah kelhe dengon gure ureng nyan ban lhe meu bek ta dhot-dhot, menyoe na salah meah ta lakei peu meyup ulei semah bak teot…

Kata-kata takzim ulon tuan, Yang mulia Tgk Dewan Juri yang cukop cermat dan bijak bak polpen geu peu nari keu bandum peserta FASI Fertival Anak Shaleh tahun ini,

Yang terhormat dan yang mulai pimpinan TPA Darul Istiqamah beserta Tgk Ustaz pengasuh yang cukop hek bak geu peutimang kamoe tiep-tiep malam hana pre-pre kecuali hujan,

Yang kami hormati hadirin hadirat yang dirahmati Allah SWT,

Yang kami banggakan para orang tua wali santri TPA Darul Istiqamah Desa Gampong Baroe

Yang teristimewa kepada seluruh peserta Festival Anak Shaleh TPA Darul Istiqamah Desa Gampong Baroe, Kecamatan Teunom.

Hadirin dan dewan juri yang saya hormati,

Izinkan sejenak Saya, Nasyifa, salah satu santri TPA Darul Istiqamah, menyampaikan pidato berjudul “Kisah Haru Teladan Rasul” saya merasa sangat bersyukur dalam kesempatan yang berbahagia ini.  Keikutsertaan saya dalam Festival Anak Shaleh ini merupakan sebuah kesempatan belajar, jika ada kekurangan atau kesilapan saya, mohon diperbanyak maaf.

Mari kita merenung sejenak kisah pilu dan pahitnya perjuangan baginda Nabi Muhammad saw. Saya ingin mengajak merenung kisah sedih dengan mata hati kita semua, diantara sekian banyaknya saya ingin fokus perenungan pada sebuah kisah yang begitu menyentuh, sebuah kisah yang mungkin akan membuat hati kita bergetar dan meneteskan air mata.  Kisah ini bukan sekadar cerita masa lalu, tetapi sebuah pelajaran berharga tentang pengorbanan, keikhlasan, dan kepemimpinan sejati yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang mulia.

Hadirin sekalian, kita buka mata hati kita, melakukan perjalanan batin menuju sang Nabi. Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai teladan terbaik bagi seluruh umat manusia. Beliau adalah pribadi yang paling sempurna akhlaknya,  paling bijaksana dalam mengambil keputusan, dan paling penyayang kepada keluarga dan umatnya. Sampai penghujung hayat sekalipun Nabi Muhammad memanggil kita... “ummati... ummati... ummati...” umatku... umatku... umatku... Lalu bagaimana dengan kita? Shalawat saja bisa terburu-buru!... bahkan keti mendengar Nama Nabi Muhammad sekalipun kita enggan bershalawat... Nabi bersabda “umatku yang paling pelit suatu masa nanti, dia enggan menjawab saw”. Dalam Al-Qur’an Surat Alahzab ayat 65 jelas dikatakan “Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada Nabi..”

Hadirin yang saya hormati, kesempatan ini renungan mendalam kita pada kisah yang  mencengangkan, kisah yang penuh dengan pengorbanan dan perjuangan yang luar biasa. Kisah yang paling menyentuh hati adalah kisah tentang kelaparan yang pernah dialami oleh Nabi Muhammad SAW.  Kita sering mendengar betapa beliau adalah pemimpin yang adil dan bijaksana, yang selalu mengutamakan kepentingan umatnya.  Namun, tahukah kita bahwa di tengah perjuangan menegakkan agama Islam, beliau juga pernah mengalami lapar yang sangat berat?  

Bayangkanlah,  Rasulullah SAW,  pemimpin umat, Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah sering membantu istrinya dalam beberapa pekerjaan rumah tangga, seperti menjahit baju yang sobek, menyapu lantai, memerah susu kambing, belanja ke pasar, membetulkan sepatu dan kantung air yang rusak, atau memberi makan hewannya.

عَنِ الأَسْوَدِ، قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ: مَا كَانَ يَصْنَعُ النَّبِـيُّ فِي أَهْلِهِ؟ فَقَالَتْ: كَانَ يَكُوْنُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ خَرَجَ.

“Diriwayatkan oleh Aswad, dia mengatakan aku bertanya kepada Aisyah: Apa yang dikerjakan Nabi pada keluarganya? Aisyah pun menjawab: Beliau membantu pekerjaan keluarganya, kemudian apabila waktu shalat tiba, beliau keluar.” (H.R. Bukhari)

Hadirin yang saya muliakan, lebih dalam kita merenung kisah pilu Nabi, pernah di suatu hari waktu dhuha Nabi dalam keadaan lapar kembali dari berdakwah pulang ke rumah Sayyidah Aisyah. Sesampai di rumah ternyata tidak ada lagi perbekalan yang dapat dimakan, Sayyidah Aisyah hendak berbelanja… Rasullullah dengan senyuman berkata “Ya Khumaira (sebutan wahai yang kemerah-merahan kepada Sayyidah Aisyah) hari ini saya berpuasa saja” Sayyidah Aisyah dengan rasa bersalah menjadi salah tingkah. Teladan Rasulullah sebagai seorang suami menampilkan sikap tawadhu di hadapan keluarganya dengan cara tidak membebankan isterinya sendiri. Beliau membantu pekerjaan rumah yang menjadi tanggung jawab bersama. Apapun akan beliau lakukan, tanpa membebankan segala pekerjaan domestik kepada istri semata.

Sayyidah Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah selalu berdoa dan memohon kepada Allah untuk dirinya dan keluarganya agar terhindar dari mara bahaya. Rasulullah juga sosok yang pengasih dan dekat dengan anak cucunya, ia tidak segan untuk menggendong, mengusap, dan mencium dengan penuh kasih sayang. Kendati anak-anak biasa merengek dan mengeluh serta banyak tingkah, tetapi beliau tidaklah marah, membentak, ataupun menghardik. Rasulullah selalu berlaku lemah lembut dan bersikap tenang dalam menghadapi anak-anak. Dalam riwayat, beliau tidak segan untuk bermain kuda-kudaan dengan kedua cucunya, Hasan dan Husain. Ketika shalat jamaah bersama para sahabat Rasulullah juga sering datang membawa cucu perempuannya, Umamah.

Rasulullah memberikan nasihat kepada para sahabat dan umumnya beliau mewasiatkan bahwa sebagai seorang suami semestinya bersikap lemah lembut terhadap istri dan anak-anaknya.

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluarga.” (H.R. at-Tirmidzi)

Suatu hari Rasul meimami shalat ashar di mesjid Madinah, beliau sedang mengalami kelaparan yang sangat hebat, bahkan sampai mengikat batu di perutnya untuk mengurangi rasa lapar yang sangat menyiksa.  Betapa pedihnya rasa lapar itu!  Apalagi bagi beliau, yang senantiasa beribadah dan berdakwah,  menjalankan amanah sebagai Rasul Allah SWT. Dalam keadaan lapar yang demikian hebat,  Rasulullah SAW tetap menjalankan kewajibannya sebagai pemimpin.  Seketika saat memimpin shalat Ashar,  terdengar suara menggerutup di setiap gerak rasul dalam shalat perut yang berkeroncongan.  Suara itu menggema di telinga para sahabat yang menyaksikan langsung.  Mereka mendengar dengan jelas setiap gerak Rasulullah SAW,  suara seperti otot sendi yang terpisah yang tak mampu disembunyikan itu menjadi saksi bisu atas penderitaan kelaparan yang beliau alami.

Hadirin yang saya hormati,

Bayangkanlah betapa pedihnya peristiwa itu!  Nabi Muhammad SAW,  teladan bagi seluruh umat,  menahan lapar, bukan karena ketidakmampuan mencari nafkah,  tetapi karena beliau tidak ingin membebankan orang lain dan umatnya.  Beliau sangat khawatir dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.  "Mengapa engkau, wahai Nabi, membebankan uatmu yang kamu pimpin?",  jika beliau tidak berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi ujiannya terlebih dahulu.

Rasulullah SAW menunjukkan keteladanannya untuk tidak membebani umatnya meskipun harus menahan lapar yang berat. Kondisi ini diketahui Umar bin Khattab RA, menurut Umar, setiap gerakan Rasulullah SAW terkesan berat dan sukar. Ada bunyi cukup keras seperti persendian yang saling gesek. Sholat saat itu, terasa lebih lama dibanding biasanya.

Usai sholat, Umar mendatangi Nabi Muhammad SAW untuk menanyakan kondisinya. Umar duduk di sebelah Rasulullah SAW dan tetap hati-hati. "Ya Rasulullah, kami melihat seolah engkau menanggung penderitaan yang amat berat. Sakitkah engkau ya Rasul?" kata Umar. Saat itu, Rasulullah SAW menyambut Umar dengan senyum. Nabi kemudian menjawab pertanyaan umar sambil menggeleng. "Tidak, wahai Umar. Alhamdulillah, aku sehat," kata Nabi Muhammad SAW.

Umar sedih berat kemudian menahan air matanya dan berkata pelan-pelan meskipun ekspresi Umar terlihat sangat prihatin dan khawatir dengan kondisi Nabi Muhammad SAW. "Mengapa tiap kali engkau menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah sendi di tubuhmu bergesekan? Kami yakin engkau sedang sakit," kata Umar.

Nabi Muhammad SAW kembali tersenyum menanggapi Umar. Namun Nabi menjawab tidak, aku baik-baik saja. Rasulullah mengangkat jubahnya di depan para sahabat, hingga bagian perutnya terlihat. Para sahabat sangat kaget, terkejut dan bahkan sahabat sekuat Umar pun tak sanggup membendung air mata, menangis sedih, tersedu-sedu melihat perut Rasulullah SAW terlihat sangat kempis. Nabi kemudian melilit perutnya dengan kain yang membuntal. Kain tersebut ternyata berisi kerikil untuk mengganjal rasa lapar yang berat. Dalam suasana yang hening para sahabat tidak satupun yang tidak menangis, Rasul menjelaskan kerikil inilah yang menimbulkan suara berisik saat sholat tadi.

Saat itu juga, para sahabat Nabi SAW menangis tersedu-sedan. Tangisan mereka bukan hanya karena melihat Nabi SAW kelaparan, tetapi juga karena rasa bersalah dan ketidakmampuan mereka untuk sepenuhnya meringankan beban junjungan Nabi.  Mereka bertanya dalam hati, "Bagaimana kami bisa menjawab pertanyaan Allah SWT kelak, jika Nabi-Nya, di tengah-tengah kami, mengalami kelaparan? Bukankah kami, para sahabat, telah bersumpah untuk mengorbankan harta benda, bahkan nyawa kami demi beliau?"

Umar sambil mengusap air mata yang merasa sangat kasihan, kembali bertanya pada Nabi Muhammad SAW "Ya Rasul, apakah jika engkau mengatakan sedang lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan menyediakannya untuk engkau?" kata Umar. Rasulullah menutup perutnya dengan jubah. Saat itu, Rasul menatap Umar dan sahabat Nabi lainnya sambil memberikan jawaban.

"Tidak Umar. Aku tahu, apa pun akan kalian korbankan demi aku. Tetapi, apa yang harus aku katakan di hadapan Allah SWT nanti jika sebagai pemimpin aku harus menjadi beban bagi umatku? Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah dari Allah SWT untukku agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia, terlebih di akhirat," ujar Nabi Muhammad SAW.

Jawaban Rasulullah SAW menambah tumpah air mata Abubakar, Usman dan Ali menimbulkan rasa haru pada sahabat Nabi yang menyaksikan. Umar pun tidak memaksa Nabi mengikuti kemauannya. Umar memilih diam dan terus menangis mengusap airmatanya karena kelalaian, ketidak mampuannya memberikan makan Rasul dan membiarkan waktu berlalu sambil menagis pilu, Umar merasa malu dihadapan Allah nantinya bagaimana menjawab ini semua, seorang rasul junjungan kami bisa kelaparan di tengah-tengah kami.

Betapa besarnya pengorbanan dan keikhlasan yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW!  Beliau rela menahan lapar dan dahaga yang sangat hebat,  hanya demi umatnya yang tercinta.  Beliau mengutamakan kepentingan umatnya daripada kepentingan pribadi.  Kepemimpinan beliau bukanlah kepemimpinan yang didasarkan pada kekuasaan dan kemewahan, tetapi kepemimpinan yang lahir dari keikhlasan,  pengorbanan,  dan rasa tanggung jawab yang sangat besar.

Para sahabat Nabi SAW, yang menyaksikan sendiri penderitaan yang dialami oleh Nabi mereka,  juga menunjukkan keikhlasan dan kepedulian yang luar biasa.  Mereka rela berkorban harta benda,  waktu,  bahkan nyawa demi tegaknya agama Allah SWT dan kesejahteraan umat. Mereka saling membantu,  saling menguatkan,  dan saling berbagi dalam suka dan duka.  Mereka menyadari bahwa perjuangan menegakkan agama Islam bukanlah perjuangan yang mudah,  tetapi mereka tetap teguh pendirian dan tak kenal menyerah.

Hadirin yang dimuliakan Allah SWT,

Kisah haru biru ini, kisah yang mencengangkan dan meneteskan air mata,  bukan hanya sekadar cerita masa lalu.  Kisah ini merupakan pelajaran berharga bagi kita semua,  khususnya bagi generasi muda seperti kami,  para santri TPA Darul Istiqamah.  Kita harus belajar dari keteladanan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.  Kita harus meneladani keikhlasan,  pengorbanan,  dan kepedulian mereka terhadap sesama.

Dalam kehidupan kita sehari-hari,  kita mungkin sering kali dihadapkan pada berbagai macam cobaan dan tantangan.  Kita mungkin merasa kesulitan,  kecewa,  atau bahkan putus asa.  Namun,  kita harus selalu ingat akan kisah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.  Kita harus belajar untuk tetap teguh pendirian,  sabar dalam menghadapi cobaan,  dan ikhlas dalam berbuat baik.

Meski lapar hingga harus mengganjal perutnya dengan batu, Nabi Muhammad SAW masih melanjutkan aktivitasnya. Usai sholat, Rasulullah SAW menerima tamu seorang pria yang membawa berita dari Abbas. Abbas adalah paman Nabi yang tinggal di Makkah. Tamu yang memacu kudanya siang dan malam tersebut memberi kabar pergerakan Abu Sufyan yang berencana menyerang Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya. Setelah menerima kabar tersebut, Nabi tidak menunjukkan ekspresi yang mencolok. Nabi tak terlihat emosi atau marah hingga bisa terbaca para sahabatnya. Informasi serangan dan rasa lapar tidak mempengaruhi Nabi Muhammad SAW tetap menjadi pemimpin yang tidak ingin memberatkan dan selalu mementingkan umatnya. Sehingga membuahkan hasil Fathun Mekkah Penaklukan Kota Mekah yang Abu Sufyan sendiri menjadi takluk mengikuti Nabi.

Teman-teman seperjuangan yang saya hormati,

Prestasi yang kita raih,  gelar juara yang kita sandang jika menjadi juara,  semuanya hanyalah sebagian kecil dari ujian hidup.  Yang jauh lebih penting adalah keikhlasan kita dalam beribadah,  kepedulian kita terhadap sesama,  dan kesungguhan kita dalam meneladani akhlak Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Semoga kisah haru ini menjadi cambuk bagi kita semua untuk senantiasa berbuat baik, menolong yang membutuhkan, dan selalu mengutamakan kepentingan orang lain. Semoga kita semua dapat meneladani keteladanan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.

Sekian pidato dari saya, mohon maaf apabila ada kesalahan. 

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar