Pengetahuan Faktual: Mengingat detail spesifik, terminologi, dan fakta.
Contoh: sinkronisasi nama ibukota Indonesia. Apa rumus kimia udara?
Pengetahuan Konseptual: Memahami hubungan antar fakta dan konsep, prinsip, dan teori.
Contoh: menjelaskan siklus udara. Bagaimana dampaknya mempengaruhi gerakan planet?
Pengetahuan Prosedural: Memahami langkah-langkah atau prosedur untuk melakukan sesuatu.
Contoh: menjelaskan langkah-langkah membuat kue. Bagaimana cara menggunakan mikroskop?
Pengetahuan Metakognitif: Memahami proses berpikir sendiri dan bagaimana cara belajar secara efektif.
Contoh: menjelaskan strategi belajar yang kamu gunakan. Bagaimana kamu memonitor pemahamanmu terhadap materi?
Cognitif Berdasarkan Tingkat Kognitif (Taksonomi Bloom): Ini merupakan cara yang paling umum dan sistematis. Taksonomi Bloom merevisi (Anderson & Krathwohl, 2001) membagi kemampuan kognitif menjadi enam kategori:
Mengingat (Remembering): Mengidentifikasi, menyebutkan, mendefinisikan, mengulang, dan mengenali informasi.
Contoh: spekulasi tiga Perang penyebab Dunia I. Definisikan fotosintesis. Identifikasi tokoh utama dalam novel Hamlet .
Contoh: menjelaskan proses fotosintesis. Rangkuman isi bab tentang Revolusi Prancis. Berikan contoh gaya kepemimpinan demokratis.
Penerapan (Applying): Menggunakan informasi dalam situasi baru, memecahkan masalah, dan membuat prediksi.
Contoh: Gunakan rumus persamaan kuadrat untuk menyelesaikan masalah ini. Menerapkan teori evolusi Darwin pada kasus adaptasi hewan. Buat prediksi cuaca berdasarkan data yang diberikan.
Menganalisis (Analyzing): Memisahkan informasi menjadi bagian-bagian, mengidentifikasi hubungan antar bagian, dan membuat inferensi.
Contoh: Analisis penyebab kegagalan Perang Vietnam. Pisahkan fakta dan opini dalam artikel tersebut. bias identifikasi dalam penelitian ini.
Mengevaluasi (Evaluating): Membuat penilaian berdasarkan kriteria, membandingkan dan kontras, dan membuat keputusan.
Mencipta (Menciptakan): Membuat sesuatu yang baru, mengembangkan ide-ide, dan merancang solusi.
Contoh: Rancang sebuah eksperimen untuk membuktikan teori tersebut. Buatlah sebuah rencana bisnis untuk usaha baru. Membuat karya seni yang mengekspresikan tema tertentu.
Kuliah di Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh pagi ini dipenuhi suasana akademik yang dinamis. Ruangan kuliah yang biasanya hening, berubah menjadi arena pertukaran ide yang sengit namun konstruktif. Sebanyak 11 mahasiswa program studi S3 Pendidikan Islam dan Evaluasi Pendidikan, larut dalam diskusi yang dipandu oleh Prof. Dr. Jamaludin, seorang pakar evaluasi dan statistik pendidikan terkemuka. Kuliah tersebut membahas tema yang cukup kompleks namun krusial: perbedaan indikator pengetahuan dan ranah kognitif dalam konteks evaluasi pendidikan.
Prof Jamaludin, dengan gaya penyampaian yang lugas dan penuh humor akademis, memulai kuliah dengan menjelaskan definisi operasional dari kedua istilah tersebut. Ia menekankan bahwa meskipun seringkali digunakan secara bergantian, indikator pengetahuan dan ranah kognitif memiliki perbedaan mendasar yang penting untuk dipahami dalam merancang instrumen penilaian yang valid dan reliabel.
“Indikator pengetahuan,” jelas Prof. Jamaludin, “merupakan pernyataan yang menggambarkan pencapaian pembelajaran spesifik yang dapat diukur dan diukur. Indikator ini berfungsi sebagai penghubung antara tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara umum dengan kegiatan penilaian yang dilakukan.” Ia menambahkan bahwa indikator pengetahuan fokus pada apa yang diharapkan siswa mengetahui atau kuasai setelah mengikuti proses pembelajaran. Indikator ini harus dirumuskan secara operasional, sehingga dapat diukur melalui tes, tugas, atau instrumen penilaian lain. Contohnya, untuk tujuan pembelajaran “Mahasiswa memahami konsep demokrasi,” indikator pengetahuannya bisa berupa: “Mahasiswa mampu menjelaskan definisi demokrasi,” “Mahasiswa mampu membedakan antara demokrasi langsung dan tidak langsung,” atau “Mahasiswa mampu memberikan contoh penerapan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.”
Berbeda dengan indikator pengetahuan, ranah kognitif mengacu pada bagaimana siswa memproses informasi dan membangun pemahaman. Ranah kognitif mencakup berbagai tingkatan proses berpikir, mulai dari mengingat (ingatan sederhana) hingga mencipta (sintesis dan evaluasi yang kompleks). Prof Jamaludin menjelaskan bahwa Taksonomi Bloom revisi (Anderson & Krathwohl, 2001) menyediakan kerangka kerja yang berguna untuk memahami tingkatan kognitif ini. Taksonomi ini membagi ranah kognitif menjadi enam tingkatan: mengingat, memahami, mengaplikasikan, memutar, memutar, dan mencipta. Setiap level mewakili tingkat kompleksitas berpikir yang berbeda-beda.
“Perbedaan kuncinya terletak pada fokusnya,” tegas Prof. Jamaludin. “Indikator pengetahuan fokus pada output pembelajaran, sementara ranah kognitif fokus pada proses pembelajaran. Indikator pengetahuan menjawab pertanyaan 'apa yang harus diketahui siswa?', sedangkan ranah kognitif menjawab pertanyaan 'bagaimana siswa mencapai pemahaman tersebut?'”
Lebih lanjut Prof. Jamaludin menjelaskan bagaimana perbedaan ini berpengaruh pada desain instrumen penilaian. Instrumen yang hanya mengukur indikator pengetahuan pada tingkat mengingat dan memahami, misalnya, tidak mampu mengungkap pemahaman siswa secara komprehensif. Instrumen yang baik harus mampu mengukur berbagai tingkat kognitif, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kemampuan siswa.
Diskusi yang kemudian berkembang sangat menarik. Mahasiswa aktif mengajukan pertanyaan dan mencari pendapat. Beberapa siswa menyaring bagaimana mengembangkan indikator pengetahuan yang valid dan reliabel untuk mengukur ranah afektif dan psikomotorik, yang seringkali lebih sulit diukur dibandingkan ranah kognitif.
Prof Jamaludin menjawab dengan menjelaskan pentingnya menggunakan berbagai metode penilaian, seperti observasi, portofolio, dan analisis karya siswa, untuk mengungkap aspek afektif dan psikomotorik. Ia menekankan pentingnya rubrik penskoran yang dikembangkan secara jelas dan terstruktur untuk meminimalkan subjektivitas dalam penilaian aspek-aspek ini.
Diskusi kemudian beralih ke permasalahan dalam praktik evaluasi pendidikan di Indonesia. Beberapa siswa mengeluhkan keterbatasan waktu dan sumber daya dalam mengembangkan instrumen penilaian yang komprehensif. Lainnya mengungkapkan kesulitan dalam menginterpretasikan hasil penilaian dan menghubungkannya dengan peningkatan kualitas pembelajaran.
Prof Jamaludin menanggapi penolakan ini dengan menyarankan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memudahkan proses penilaian dan analisis data. Ia mengajak mahasiswa untuk mengeksplorasi berbagai perangkat lunak dan aplikasi yang dapat membantu dalam merancang instrumen penilaian, mengolah data, dan menginterpretasikan hasil penilaian.
Bagian akhir perkuliahan diisi dengan praktik penggunaan software statistik untuk menganalisis data penilaian. Prof. Jamaludin menunjukkan cara menghitung reliabilitas dan validitas instrumen penilaian dengan menggunakan software SPSS dan R. Mahasiswa diajak untuk berlatih secara langsung, dibimbing oleh Prof. Jamaludin dan asistennya.
Kuliah ini berhasil menciptakan suasana belajar yang sangat interaktif dan menghasilkan diskusi yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa S3. Prof Jamaludin tidak hanya memberikan pengetahuan teoritis, tetapi juga memberikan panduan praktis dalam menerapkan konsep-konsep evaluasi pendidikan dalam penelitian mereka. Para mahasiswa meninggalkan ruangan dengan pemahaman yang lebih jelas tentang perbedaan indikator pengetahuan dan ranah kognitif, serta lebih percaya diri dalam merancang dan menganalisis data penilaian penelitian mereka. Kuliah ini menjadi bukti bahwa mengajar yang sehat adalah kunci untuk mengembangkan wawasan dan meningkatkan kualitas penelitian di bidang pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar