Total Tayangan Halaman

Jumat, 09 Mei 2025

Merajut Pendidikan Inklusif Aceh: Asa Kreasi, Inovasi dan Kolaborasi Satuan Pendidikan Ramah Anak Inklusi

Banda Aceh, Aceh –  Gedung Pascasarjana UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, bergema bakar semangat Peduli Pendidikan Inklusi Bersama PPIB (09-05-2025). Bukan sekadar teori yang bertebaran, tetapi cahaya harapan menyala terang dalam Kuliah Pendidikan Inklusif program S3.  Di bawah bimbingan Prof. Dr. Eka Srimulyani, Dosen ahli berdedikasi pada pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, kuliah ini tak sekadar menyampaikan ilmu, melainkan menumbuhkan tanggung jawab bersama untuk pendidikan inklusif di Aceh. 

Kuliah ini bukan sekadar ceramah.  Sebuah dialog, pertukaran gagasan yang kaya, menghubungkan teori akademik dengan realita lapangan.  Dr. Nurshiah, MA.,  ahli pendidikan inklusif yang juga aktivis perempuan,  menambahkan dimensi penting pada kuliah ini:  proporsionalitas dalam penulisan ilmiah.  “Tulisan ilmiah harus seimbang,” tegasnya.  “Dari pendahuluan hingga kesimpulan, setiap bagian harus terukur dan fokus pada kebaruan yang ditawarkan.  Kita perlu menelaah tinjauan pustaka secara kritis,  mengetahui apa yang sudah ditulis orang lain, dan dari sisi mana kita bisa menyumbangkan perspektif baru.” Pesan ini bukan hanya untuk para mahasiswa, tetapi juga sebuah pengingat bagi semua peneliti untuk menjaga integritas dan kualitas riset. 

Kuliah ini diramaikan oleh tiga presentasi yang menggugah hati,  berbasis riset mendalam di Sekolah Inklusi Harsya Ceria Banda Aceh,  merupakan bukti nyata komitmen untuk mengikis kesenjangan pendidikan.  Tiga praktisi pendidikan berbagi pengalaman berharga mereka,  menunjukkan bahwa pendidikan inklusif bukan sekadar mimpi, melainkan realita yang dapat diraih. 

Presentasi pertama, oleh Ahlul Fikri, S.Pd.I., M.Pd., Menunjukkan strategi pengelolaan kelas PAUD Harsya Ceria Banda Aceh yang inovatif.  Ia membongkar selubung mitos seputar pendidikan inklusif,  mengungkapkan detail praktis  — modifikasi ruang kelas, penyesuaian materi ajar, peran guru pendamping —  yang mampu menciptakan lingkungan belajar nyaman dan efektif bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK).  Ahlul Fikri tak hanya berbagi metode, tetapi juga berbagi rasa dengan detil yang besar maknanya:  bagaimana sebuah  sentuhan sederhana dapat membuat perbedaan besar dalam hidup seorang anak.  Presentasinya  merupakan  artikel  yang siap  untuk  dipublikasikan  di  jurnal  pendidikan. 

Diana, S.Pd.I., M.Pd., Mengkaji sisi Sekolah Islam SD Karakter Harsya Ceria Banda Aceh,  menawarkan perspektif yang seringkali terabaikan:  pendidikan karakter dalam konteks inklusi.  Presentasinya menekankan pentingnya membangun karakter siswa yang inklusif,  menumbuhkan empati, dan penerimaan terhadap perbedaan.  Ia menunjukkan bagaimana nilai-nilai keagamaan dan pendidikan karakter dapat menciptakan lingkungan sekolah yang toleran dan menghargai keunikan setiap individu.  Diana  mengarahkan  kita  untuk  melihat  pendidikan  inklusif  sebagai  proses  holistik,  yang  tak  hanya  memperhatikan  aspek  akademis,  tetapi  juga  pembentukan  karakter  yang  utuh.  Penelitian  mendalamnya  tentang  pendidikan  karakter  di  sekolah  inklusif  juga  menjadi  bahan  diskusi  yang  sangat  berharga. 

Syarifah Musanna, S.Pd.I., MA, Mengkaji sisi TK Harsya Banda Aceh,  menambahkan  suara  penting  lain:  pendidikan  inklusif  sejak  usia  dini.  Presentasinya  menunjukkan  bahwa  fondasi  inklusi  harus  ditegakkan  sejak  awal  perkembangan  anak.  Ia  mengungkapkan  tantangan  dan  strategi  dalam  menangani  ABK  di  TK,  serta  bagaimana  menciptakan  lingkungan  belajar  yang  mendukung  perkembangan  holistik  setiap  anak.  Syarifah Musanna  mengajak  kita  untuk  memperluas  pandangan tentang  pendidikan  inklusif,  menempatkan  anak  sebagai  pusat  perhatian,  dan  melihat  potensi  yang  dimiliki  oleh  setiap  anak  tanpa  pandang  beda. 

Ketiga presentasi ini  bukan sekadar berbagi pengalaman, melainkan  menyatukan  cita-cita  yang  sama:  mewujudkan  pendidikan  inklusif  di  Aceh.  Mereka  menunjukkan  bahwa  pendidikan  inklusif  bukan  utopia,  tetapi  kenyataan  yang  dapat  diwujudkan  dengan  komitmen,  inovasi,  dan  kolaborasi.  Mereka  jujur  mengungkapkan  kendala  yang  dihadapi,  seperti  keterbatasan  sumber  daya  dan  kurangnya  pelatihan  guru,  menunjukkan  bahwa  jalan  menuju  inklusi  masih  panjang  dan  memerlukan  dukungan  dari  semua  pihak. 

Salah seorang peserta kuliah, Ridwan, S.Pd.I., MA., M.Pd.,  mengungkapkan  inspirasi  yang  mendalam.  Sebagai  kepala  sekolah,  ia  mengatakan,  kuliah  ini  menggugahnya  untuk  lebih  peduli  dan  memberikan  pelayanan  pendidikan  yang  lebih  berkualitas  bagi  peserta  didik  dengan  berbagai  kebutuhan  dan  kemampuan.  Kesaksian Ridwan  merupakan  bukti  nyata  bahwa  kuliah  ini  bukan  hanya  sebuah  acara  akademik,  tetapi  sebuah  gerakan  yang  menginspirasi  dan  menggerakkan  hati. 

Siti Halimah, S.Pd.I., M.Pd mempertanyakan dan menguatkan kehadiran pendidikan dengan hati "qalbun salim" mempertajam kolaborasi praktisi pendidikan dalam kuliah ini  menunjukkan  komitmen  yang  kuat  terhadap  pendidikan  inklusif  di  Aceh.  Konsep  bersama-sama  menunjukkan  bahwa  pendidikan  inklusif  bukan  hanya  tanggung  jawab  pemerintah  atau  lembaga  pendidikan,  tetapi  tanggung  jawab  bersama.  Kuliah  ini  adalah  jembatan  yang  menghubungkan  teori  dan  praktik,  akademisi  dan  praktisi,  untuk  bersama-sama  membangun  pendidikan  Aceh  yang  lebih  adil,  berkeadilan,  dan  memberikan  kesempatan  yang  sama  bagi  semua  anak,  tanpa  terkecuali.  Semoga  semangat  yang  tercipta  di  kuliah  ini  terus  menyala,  menyulam  harapan  untuk  masa  depan  pendidikan  Aceh  yang  lebih  inklusif. 

1 komentar: