Total Tayangan Halaman

Sabtu, 14 September 2024

Ritual Peusijuek "Tepung Tawar" dalam Perspektif Pendidikan Berkearifan Budaya Lokal Aceh Oleh: Ridwan, S. Pd. I., MA., M.

 Ritual Peusijuek "Tepung Tawar" merupakan tradisi luhur masyarakat Aceh yang sarat dengan makna dan nilai-nilai edukatif yang dapat diintegrasikan dalam pendidikan berkearifan budaya lokal.   

1. Makna Filosofis Peusijuek "Tepung Tawar" 

Doa dan Restu: Tepung tawar melambangkan doa dan restu dari para tetua dan masyarakat.  Proses peusijuek mengandung harapan dan doa agar yang diberi tepung tawar  mendapat keselamatan, keberkahan, dan kelancaran dalam kehidupannya.

Kebersihan dan Kesucian: Tepung tawar yang terbuat dari beras putih melambangkan kesucian dan kebersihan. Ritual ini menandakan harapan agar yang diberi tepung tawar selalu menjaga kebersihan lahir dan batin.

Keseimbangan dan Harmoni: Tepung tawar yang diiringi dengan doa dan ucapan selamat mengandung nilai keseimbangan dan harmoni dalam hidup. Tradisi ini mengajarkan pentingnya hubungan yang baik antar manusia dan dengan alam. 

Syukur dan Rasa Terima Kasih: Peusijuek merupakan bentuk syukur dan rasa terima kasih atas berkah yang telah diterima. Ritual ini mengajarkan pentingnya rasa syukur dan penghargaan terhadap anugerah Tuhan. 

2. Integrasi Peusijuek "Tepung Tawar" dalam Pendidikan 


Pembelajaran Nilai-nilai Luhur: Ritual ini dapat menjadi media pembelajaran nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kekeluargaan, saling menghormati, dan rasa syukur. 

Penguatan Karakter Siswa: Peusijuek dapat diintegrasikan dalam upacara pembukaan tahun ajaran baru, wisuda, atau kegiatan sekolah lainnya untuk menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual kepada siswa. 

Pengembangan Keterampilan Sosial:  Ritual ini dapat mengajarkan siswa keterampilan sosial seperti berkomunikasi, berinteraksi, dan bekerja sama dalam kelompok. 

Pelestarian Budaya: Peusijuek menjadi bagian penting dari budaya Aceh yang perlu dilestarikan. Sekolah dapat menjadikan ritual ini sebagai bagian dari kegiatan edukatif untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya lokal kepada siswa.


 3. Penerapan Peusijuek "Tepung Tawar" dalam Pendidikan: 

Upacara Pembukaan Tahun Ajaran Baru:  Memasukkan ritual peusijuek sebagai bagian dari upacara pembukaan tahun ajaran baru untuk memberikan doa dan restu kepada siswa dan guru.

 Kegiatan Ekstrakurikuler:  Membuat klub atau kegiatan ekstrakurikuler yang fokus pada pelestarian tradisi Aceh, termasuk peusijuek.

 Pameran Budaya Sekolah:  Menampilkan ritual peusijuek sebagai bagian dari pameran budaya sekolah untuk mengenalkan budaya Aceh kepada siswa dan masyarakat.

Mata Pelajaran Muatan Lokal:  Memasukkan peusijuek sebagai materi pelajaran muatan lokal untuk mengajarkan nilai-nilai dan makna filosofis di balik ritual ini. 

4. Tantangan dan Solusi 

Kurangnya Kesadaran:  Tantangan utama adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai edukatif di balik tradisi peusijuek.

Solusi:  Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang makna dan nilai-nilai peusijuek. Sekolah dapat menjadi pionir dalam kampanye pelestarian budaya ini.


Kesimpulan:  

Ritual Peusijuek "Tepung Tawar" merupakan warisan budaya Aceh yang sarat dengan nilai-nilai edukatif. Dengan mengintegrasikan ritual ini ke dalam pendidikan, sekolah dapat menanamkan nilai-nilai luhur, memperkuat karakter siswa, dan melestarikan budaya Aceh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar