Total Tayangan Halaman

Jumat, 13 Juni 2025

Aroma Kopi Khas Aceh dan Revolusi Pendidikan Inklusi di Resto Paopia Garden Banda Aceh; Semangat Ilmiah Serasa di Tengah Kebun Kopi Aceh

Banda Aceh, Aceh - Aroma kopi robusta Aceh yang pekat, harum, dan sedikit pahit, bercampur dengan semilir angin rasa pegunungan dan beground kebun, menjadi latar belakang tak terduga bagi sebuah revolusi kecil namun berdampak besar: Program Doktoral S3 Mata Kuliah Pendidikan Inklusi (13-06-2025).  Bukan di ruang kuliah yang steril dan formal, melainkan di Resto Paopia Garden Pango, Banda Aceh, sebuah tempat yang dikenal dengan cita rasa kulinernya yang unik,  terselenggara kuliah  Pendidikan Inklusi kelas AGPAI bekerja sama dengan Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh.  Suasana belajar yang dirancang sedemikian rupa,  dengan  desain ruangan empat dimensi yang  dihiasi gambar biji kopi memenuhi dinding dan plafon,  menciptakan ilusi  menakjubkan – seakan-akan para mahasiswa tengah belajar di tengah hamparan kebun kopi yang luas di pegunungan Aceh. Sebuah inovasi yang tidak hanya  menyegarkan,  tetapi juga  memberikan  inspirasi  yang mendalam. 

Di jantung acara ini,  difasilitasi oleh Ibu Dosen Pascasarjana  Dr. Nashriyah,  seorang  akademisi  yang  memiliki  pengalaman internasional,  aktivis perempuan Aceh yang  gigih memperjuangkan perlindungan anak,  dan  pengelola jurnal Sinta 2 berindeks Scopus.  Kehadirannya bukan sekadar sebagai dosen pembimbing, tetapi  sebagai  sumber  inspirasi  dan  motivasi  bagi para mahasiswa untuk  terus  berjuang  mewujudkan pendidikan inklusif  di Aceh dan Indonesia.  Kepakaran dan pengalaman internasional beliau, dipadukan dengan  semangat  perempuan Aceh yang tangguh, menjadi  kombinasi  yang  sangat  kuat  dalam  membangun  generasi  pendidik  yang  berkomitmen pelayanan inklusif.  

Suasana kuliah yang  dirancang  santai dan  nyaman,  jauh  dari  protokol  akademik  yang  kaku, justru  memungkinkan  terjadinya  diskusi  yang  mendalam  dan  bermakna.  Para peserta  merasa  bebas  untuk  mengekspresikan  ide-ide  mereka,  berbagi  pengalaman,  dan  belajar  dari  satu  sama  lain.  Hal  ini  membangun  iklim  kepercayaan  dan  kolaborasi  yang  sangat  penting  dalam  menciptakan  perubahan  di  dunia  pendidikan. 

Dua presentasi draf artikel menjadi  pusat  perhatian  dalam  kuliah  ini.  Siti Halimah, S.Pd.I., M.Pd., Kepala SD Neusok Teubilui Aceh Besar,  yang  menyajikan  draf  artikel  hasil  penelitian  lapangannya  di SD Islam Karakter Harsya Jilingke Banda Aceh.  Penelitiannya  yang  fokus  pada  interaksi  sosial  anak  berkebutuhan  khusus  bukan  hanya  sekadar  data  dan  angka,  melainkan  sebuah  kisah  yang  sangat  mengugah  hati.  Presentasinya  yang  spektakuler  dan  berisi  gambaran  miris  tentang  bagaimana anak-anak berkebutuhan khusus seringkali ditolak  oleh sekolah umum,  menciptakan  gema  pertanyaan  penting:  di  mana  mereka  harus  belajar,  dan  dengan  siapa? 

Siti Halimah dengan lantang mempertanyakan paradigma pendidikan yang masih eksklusif. "Hanya guru istimewa yang menerima anak istimewa,"  ungkapnya,  suara  yang  menggema  di  ruangan.  Ia  mengangkat  isu  kritis  tentang  sekolah  luar  biasa (SLB)  yang  seringkali  dianggap sebagai  satu-satunya  tempat  bagi  anak  berkebutuhan  khusus.  Apakah  kita  benar-benar  yakin  bahwa  sekolah  umum  hanya  untuk  anak-anak  "normal"?  Apakah  kita  menginginkan  sistem  pendidikan  yang  memisahkan  anak-anak  berdasarkan  kemampuan  mereka,  padahal  sejatinya  kebutuhan  dan  potensi  masing-masing  individu  beragam?  Bukankah  kita  semua  akan  mengalami  perubahan  fisik  dan  mental  seiring  waktu?  Mengapa  tidak  semua  sekolah  membuka  pelukan  untuk  melayani  kebutuhan  peserta  didik  yang  beragam?  Pertanyaan-pertanyaan  ini  terus  bergema,  menantang  para  pendengar  untuk  merenungkan  peran  mereka  dalam  membangun  sistem  pendidikan  yang  benar-benar  inklusif. 

Pemateri kedua, Bahrullah, S.Pd.I., MA., Kepala SMAN 1 Lhong Aceh Besar,  menawarkan  perspektif  yang  berbeda.  Beliau  menghubungkan  pentingnya  pendidikan  inklusif  dengan  ajaran  Islam,  dengan  elegan  memaparkan  ayat  dan  hadis  yang  menekankan  pentingnya  keadilan  dan  kesetaraan.  Beliau  menceritakan  kisah-kisah  inspiratif  tentang  orang-orang  yang  memiliki  kebutuhan  khusus  tetapi  mendapatkan  pengakuan  dan  penghargaan  di  masa  lalu,  menunjukkan  bahwa  inklusi  bukanlah  sesuatu  yang  baru,  melainkan  nilai  yang  sudah  lama  ada  dan  harus  terus  diperjuangkan.  Penggunaan  referensi  agama  ini  menunjukkan  bahwa  pendidikan  inklusif  bukan  hanya  sekadar  model  pendidikan,  tetapi  juga  sebuah  amanah  moral  yang  harus  dijalankan. 

Suasana  kuliah  yang  hangat  dan  interaktif  terus  berlanjut.  Diskusi  yang  terbuka  dan  tanpa  hambatan  menciptakan  ruang  bagi  para  peserta  untuk  berbagi  pengalaman,  mengungkapkan  tantangan  yang  mereka  hadapi,  dan  mendapatkan  inspirasi  dari  satu  sama  lain.  Para  peserta,  yang  berasal  dari  berbagai  latar  belakang  dan  wilayah,  menunjukkan  komitmen  mereka  untuk  bekerja  sama  dalam  memajukan  pendidikan  inklusif  di  Aceh. 

Sebuah pemandangan yang menggembirakan seluruh peserta tunjuk tangan terangkat hampir bersamaan,  menunjukkan betapa antusiasnya mereka untuk berpartisipasi aktif dalam sesi tanya jawab. Hujan tangan terangkat bersamaan!  Semua peserta berlomba-lomba untuk bertanya, menunjukkan antusiasme yang luar biasa terhadap materi yang disampaikan.  Kelas pun berubah menjadi ajang diskusi yang seru dan meriah. 

Salah  satu  peserta,  Ridwan,  S.Pd.I.,  MA.,  M.Pd.,  mengungkapkan  perasaannya  setelah  mengikuti  kuliah  tersebut.  "Saya  merasa  haru  dan  terinspirasi,"  ujarnya.  "Kuliah  ini  bukan  hanya  memberikan  pengetahuan  baru,  tetapi  juga  mengugah  semangat  saya  untuk  terus  berkreasi  dan  berinovasi  dalam  memberikan  pelayanan  prima  kepada  peserta  didik  inklusi.  Pendidikan  inklusif  bukan  hanya  tanggung  jawab  sekolah,  tetapi  juga  tanggung  jawab  kita  bersama  untuk  kemajuan  bangsa  dan  negeri." 

Kuliah  S3  Pendidikan  Inklusif  di  Resto  Paopia  Pango  lebih  dari  sekadar  acara  akademik.  Ini  adalah  sebuah  gerakan,  sebuah  seruan  untuk  menciptakan  perubahan  nyata.  Aroma  kopi  Aceh  yang  khas  bukan  hanya  menyertai  proses  belajar,  tetapi  juga  melambangkan  harapan  dan  cita-cita  yang  tinggi:  sebuah  Indonesia  yang  lebih  inklusif,  di  mana  setiap  anak,  terlepas  dari  kebutuhan  khususnya,  memiliki  kesempatan  yang  sama  untuk  berkembang  dan  berprestasi.  Inisiatif  ini  menjadi  bukti  nyata  bahwa  perubahan  bisa  dimulai  dari  ruangan  kecil,  dengan  semangat  yang  besar  untuk  membangun  generasi  masa  depan  yang  lebih  adil  dan  berkeadilan. Semoga ini menjadi inspirasi bagi lembaga pendidikan lainnya untuk mengulangi inisiatif yang luar biasa ini. 

2 komentar: