Total Tayangan Halaman

Kamis, 10 Desember 2015

MSI Sistem Ekonomi Islam; Ridwan, MA

Resume: Muhammad Nijatullah Siddiqui, Muslim Economic Thinking, (Yayasan Islam, Leicester,,UK),
Nama         : Ridwan               Mahasiswa      PPs      :  Pendidikan Islam II
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam

Mekanisme Sistem Ekonomi Islam

Secara umum mekanisme yang ditempuh oleh sistem ekonomi Islam dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.Mekanisme Ekonomi
Mekanisme ekonomi adalah mekanisme melalui aktiviti ekonomi yang bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta (tanmiyatul mal) dalam akad-akad muamalah dan sebab-sebab kepemilikan (asbab at-tamalluk). Berbagai cara dalam mekanisme ekonomi ini, antara lain; 1). Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu (misalnya, bekerja di sektor pertanian, industri, dan perdagangan). 2). Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan harta (tanmiyah mal) melalui kegiatan investasi (misalnya, dengan syirkah inan, mudharabah, dan sebagainya). 3). Larangan menimbun harta benda (wang, emas, dan perak) walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi pada ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat peredaran kerana tidak terjadi perputaran harta. 4). Mengatasi peredaran dan pemusatan kekayaan di satu daerah tertentu saja misalnya dengan memeratakan peredaran modal dan mendorong tersebarnya pusat-pusat pertumbuhan. 5). Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat menjamin pasaran. 6). Larangan judi, riba, rasuah, pemberian barang dan hadiah kepada penguasa. Semua ini akan mengumpulkan kekayaan pada pihak yang kuat semata (seperti penguasa atau koperat). 7). Memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan barang-barang milik umum (al- milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang galian, minyak, elektrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
2.Mekanisme Non-Ekonomi
Mekanisme non-ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui aktiviti ekonomi yang produktif, melainkan melalui aktiviti non-produktif, misalnya pemberian (hibah, sedekah, zakat, dll) atau warisan. Mekanisme non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme ekonomi. Iaitu untuk mengatasi peredaran kekayaan yang tidak berjalan sempurna jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi semata.
Mekanisme non-ekonomi diperlukan baik kerana adanya sebab-sebab alamiah maupun non-alamiah. Sebab alamiah misalnya keadaan alam yang tandus, badan yang cacat, akal yang lemah atau terjadinya musibah bencana alam. Semua ini akan dapat menimbulkan terjadinya gangguan ekonomi dan terhambatnya edaran kekayaan kepada orang-orang yang memiliki keadaan tersebut. Dengan mekanisme ekonomi biasa, edaran kekayaan boleh tidak berjalan kerana orang-orang yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah tadi tidak dapat mengikuti kegiatan ekonomi secara normal sebagaimana orang lain. Bila dibiarkan saja, orang-orang itu, termasuk mereka yang tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam dan sebagainya) makin terpinggirkan secara ekonomi. Mereka akan menjadi masyarakat yang miskin terhadap perubahan ekonomi. Bila terus berlanjutan, boleh menyebabkan munculnya masalah sosial seperti jenayah (curi, rompak), rogol (pelacuran) dan sebagainya, bahkan mungkin revolusi sosial.

Mekanisme non-ekonomi juga diperlukan kerana adanya sebab-sebab non-alamiah, iaitu adanya penyimpangan mekanisme ekonomi. Penyimpangan mekanisme ekonomi ini jika dibiarkan akan boleh menimbulkan ketimpangan edaran kekayaan. Bila penyimpangan terjadi, negara wajib menghilangkannya. Misalnya jika terjadi monopoli, hambatan masuk, baik administratif maupun non-adminitratif-- dan sebagainya, atau kejahatan dalam mekanisme ekonomi (misalnya penimbunan), harus segera dihilangkan oleh negara.

MSI Sitem perbankan Syari'ah; Ridwan, MA

Resume: Artikel Sistem Pebankan Syari'ah. www.yahoo@yogifajarpebrian13.wordpress.com
Nama            : Ridwan                        Mahasiswa      PPs      :  Pendidikan Islam II
Mata Kuliah    : Metodologi Studi Islam

Keunikan Perbankan Syariah

Fungsi dasar bank syariah secara umum sama dengann Konvensional sehingga prinsip umum pengaturan dan pengawasan bank berlaku pula pada bank syariah namun adanya sejumlah perbedaan cukup mendasar dalam operasional bank syariah menuntut adanya perbedaab pengaturan dan pengawasan bagi bank syariah.
Perbedaan Mendasar, yaitu; 1. Perlunya jaminan / pemenuhan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitas bank, 2. Perbedaan karakteristik operasional khususnya akibat dari perlarangan bunga yang digantikan dengan instrument nisbah bagi hasil.
Kerangka Pengaturan, Pengawasan & Pengendalian Bank Syariah, Sejumlah perangkat dasar yang diperlukan untuk menciptakan bank syariah yang sehat dan istiqomah adalah sebagai berikut : 1. Sistem pengendalian Internt, 2. Fungsi manajemen risiko, 3. Peraturan peningkatan keterbukaan informasi, 4. Sistem akuntansi yang sesuai, 5. Mekanisme jaminan kepatuhan syariah, 6. Kesehatan Keuangan dan kepatuhan syariah, Dimana Implementasi dari perangkat pengawasan dan pengendallian tersebut memiliki sejumlah perbedaan pada bank syariah karena perbedaan system nilai dan operasinya.
Pengertian Prinsip Syariah, Dijelaskan Prinsip Bank Syariah dalam Pasal 1 anka 13 UU 10/1998, Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hokum islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan sana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan Prinsip Bagi Hasil ( Mudharabah ) penyertaan Modal ( Musyarakah) Jusl Beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah) atau pembiayaan barang modal berdasarkan Prinsip sewa murni tanpa pilihan atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan taas barang yang disewa dari pihak bank lain.
Prinsip Kehati-Hatian Pada Pembiayaan Bank Syariah Dalam UU Perbankan Pasal 1 Angka UU 10/1998, “ Pembiayaan berdasarkan syariah adalah penyedian uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau Bagi Hasil.




Pemikiran Islam di Indonesia Jamaah Islam Liberal ; Ridwan, MA

Nama         : Ridwan   Mahasiswa      PPs      :  Pendidikan Islam II
Mata Kuliah    : Pemikiran Islam di Indonesia

ISLAM LIBERAL

A.    Pengertian Islam Liberal
Islam moderat lebih mementingkan ijtihaj dalam pengertian yang lebih luas, yaitu kebebasan berpendapat (dengan tetap bersandar pada sumber yang utama dalam Islam Al-Qur’an dan Hadist), sementara yang Kedua lebih menekankan konsep jihad (perang suci).
Uniknya banyak kalangan Islam modern untuk mengayitkan konsep Islam moderat ini dengan konsep wasat yang ada dalam Qur’an. Lebih mendunia lagi diusung bendera Islam Liberal. Sebut saja muslim modern menunjukkan watak dasar Islam dengan tafsir kontektual sebagai agama yang tengah-tengah medernisasi dan kemajemukan umat, yaitu Al-Baqarah 2: 143 yang artinya “Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian umat yang “Wasat” (adil, tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (Syuhada) bagi semua manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian”.
Kata wasat dalam ayat di atas, jika merujuk pada tafsir klasik seperti Al Tabari atau Al-Radhi mempunyai tiga kemungkinan pengertian; umat yang adil, Tengah-tengah atau terbaik. Ketiga pengertian itu pada dasarnya saling berkaitan.
Uniknya kosep wasat dalam ayat itu dikaitkan dengan konsep lain, yaitu “Syahadat” atau konsep kesaksian yang berarti tugas yang dipikul umat Islam untuk meluruskan sikap-sikap ekstrim yang ada pada dua kelompok agama.
Dengan bendera liberal menyuarakan Islam merdeka, islam pembebasan, Islam pembaharuan dan lain-lain membangaun tiga konsep pemikiran dasar, yaitu Pertama  prinsip kebebasan individu. Kedua prinsip kontrak sosial. Ketiga prinsip masyarakat pasaran bebas. Keempat perinsip meyakini wujudnya Pluraliti Sosio Kultural dan Politik Masyarakat.

B.     Sekilas Sejarah Islam Liberal Dunia
Islam liberal menurut Charles Kurzman muncul sekitar abad ke-18 ketika kerajaan Turki Utsmaniyah Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal (India) berada diambang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan permurnian, kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah.
Pada saat ini muncullah tunas fahaman liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya “Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan keperluan penduduknya”. Hal ini juga terjadi di kalangan Syi'ah. Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani membuka pintu ijtihad.
Rifa'ah Rafi' al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropah dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekular ke dalam kurikulum pendidikan Islam.
Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) yang memujuk kaum muslimin agar bekerjasama dengan penjajah Inggeris. Pada tahun 1877 dia membuka kelas pengajian yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920).
Sementara Syed Amir Ali (1879-1928) melalui buku "The Spirit of Islam" berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal dalam Islam sepertimana yang dipuja di Inggeris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahawa Nabi Muhammad adalah Pelopor Agung Rasionalisme.
Di Mesir muncullah Muhamad Abduh (1849-1905) yang banyak mengangkat pemikiran mu'tazilah dalam menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki tangan Eropah dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar'ah (Emansipasi Wanita). Lalu muncul Ali Abd Raziq (1888-1966), yang menentang sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik kerana Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang mengatakan bahawa yang dikehendaki oleh Al-Qur’an hanyalah sistem demokrasi dan tidak yang lain.
Di Algeria muncul Muhammed Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis. Dia memulai tafsiran Al-Qur’an model baru yang berdasarkan kepada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), Antropologi (kajian sosio-budaya masyarakat), Falsafah (pemikiran) dan Linguistik (bahasa). Intinya dia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu­-ilmu pengetahuan Barat modern, ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran di luar Islam.
 Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi pengarah di Universiti Chicago. Ia mempelopori tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan Al-Qur’an itu mengandung dua aspek, yaitu; Peraturan spesifik dan idea moral.


C.    Islam Liberal di Indonesia
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang mempelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
 Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaharuannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh di atas dasar fahaman kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama”.
Lalu sekarang muncullah apa yang disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang mengusung idea-idea Nurcholis Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pemikirannya.
Faham sekular dalam bermasyarakat dan bernegara berakar dengan pola masyarakat Eropah yang meniru tokoh-tokoh gereja, dengan moto “Render Unto The Caesar what The Caesar's and to the God what the God's” (Serahkan apa yang menjadi hak Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan).
Kerana itu ada yang mengatakan: “Cak Nur (Nurcholis Madjid) cuma meminjam pendekatan Kristian yang membidani lahirnya peradaban barat”. Liberalisme adalah satu faham yang berkembang di Barat, namun dengan adanya sekelompok manusia di Indonesia menamakan dirinya dengan Jaringan Islam Liberal (JIL), menunjukan terdapat sekumpulan manusia yang mempunyai agenda tersendiri.
 Terkait dengan pluralisme yang diusung JIL menurut Alwi tentang pluralisme dapat dilihat dalam bukunya Islam Inklusif. Dijelaskan bahwa “Prinsip lain yang digariskan oleh Al-Qur’an, adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama dan dengan begitu layak memperoleh pahala dari Tuhan. Lagi-lagi prinsip ini memperkokoh ide mengenai pluralisme keagamaan dan menolak eksklusivisme. Dalam pengartian lain, eksklusivisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya”.
Gusdur ketika dilantik sebagai Presiden, ia menyatakan akan membuka hubungan dagang dengan Israel, Negara yang dibenci banyak orang di Indonesia. Pernyataan ini mengundang kritikan keras dari beberapa komponen Islam. Gus Dur sering pula memberikan pernyataan yang dinilai sebagian orang justru menyudutkan Islam dan membela kelompok non Muslim, terutama kasus Ambon.
Orang-orang pembelanya mengatakan,“Gus Dur membela Islam dengan cara tidak membela Islam”. Pernyataan tentang pluralisme juga sering dikumandangkan, pernah ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Muslim yang juga menganut faham Mahatma Gandhi. Menurutnya semua agama itu sama.

Ketika Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang menetapkan 11 fatwa di antaranya mengharamkan faham liberalisme, sekularisme, pluralisme dan faham Ahmadiyah. Uniknya sejumlah tokoh masyarakat yang bergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani untuk kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, seperti Gus Dur, Dawam Raharjo, Ulil Abshar Abdalla (JIL), Johan Efendi, Pendeta Winata Sairin (PGI) dan tokoh-tokoh lainnya mendesak MUI agar mencabut fatwa yang mengharamkan paham-paham tersebut. Mereka berargumen, fatwa semacam itu sering kali dijadikan landasan untuk melakukan kekerasan terhadap pihak lain. Selain itu, “Indonesia bukanlah Negara Islam tapi negara nasional, jadi ukurannya hukum nasional”.

Pemikiran Islam Indonesia Muhammadiyah Indonesia ; Ridwan, MA

Nama         : Ridwan   Mahasiswa      PPs      :  Pendidikan Islam II
Mata Kuliah    : Pemikiran Islam di Indonesia

MUHAMMADIYAH

A.  Lahirnya Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912 oleh Muhammad Darwis yang kemudian dikenali sebagai K.H. Ahmad Dahlan.
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Oleh kerana itu beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib dan pedagang.
Semula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan rakannya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar daripada Pulau Jawa. Untuk mengorganisasi kegiatan tersebut maka didirikan persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada di seluruh penjuru negeri.
Di samping memberikan pelajaran / pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum perempuan muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidhratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk kanak-kanak lelaki dan perempuan. Pada malam hari untuk kanak-kanak yang telah dewasa.
Di samping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan kanak-kanak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namanya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namanya diubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.

B.  Muhammadiyah Pada Masa Penjajahan
Pada masa ini, perintisan yang dilakukan K.H.A.Dahlan mengarah pada ajakan untuk melaksanakan islam secara benar sesuai dengan tuntunan AL-Qur’an dan As-sunah shahihah, wujud rintisan K.H.A.Dahlan antara lain :
  1. Pada tahun 1898, beliau meluruskan arah kiblat secara benar dengan serong kearah barat laut 24,5 derajat.
  2. Bermula dari sekolah yang dirintis di teras rumah K.H.A Dahlan dan akhirnya beliau membangun gedung standard school med de Qur’an hingga akhirnya pendidikan Muhammadiyah terus berkembang.
  3. K.H.A Dahlan yang dibantu K.H.Suja’ merintis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada 15 Februari1923.
  4. Pada tahun 1922, didirikan mushala khusus wanita.
  5. Pada 23 Februari 1923, K.H.A Dahlan wafat.
Perjuangan Muhammadiyah tetap dilanjutkan oleh murid-murid beliau dan terus mengalami perkembangan seperti :
  1. H.Karim Amrullah yang bergelar H.Rasul pemimpin perkumpulan Sandi Aman di Padang bergabung dengan Muhammadiyah.
  2. Dipercayakannya Consul-Consul di luar pulauJawa kepada :
a). AR Sutan Mansyur consul untuk pulau Sumatera.
b). M.Hasan Tjorong consul untuk pulau Kalimantan.
c). D.Muntu consul untuk pulau Sulawesi.

C.  Muhammadiyah Pada Masa Kemerdekaan
Rasa kecintaan Muhammadiyah terhadap tanah air dibuktikan dengan di bentuknya perkumpulan Hisbul Wathan yang berarti pembela tanah air. Beberapa aktivisnya yaitu bapak Sarbini dan Jend.Sudirman. Setelah Indonesia merdeka, putera terbaik Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusuma menjadi anggota BPUPKI untuk merumuskan Pancasila. Pada 17 Agustus 1945, Muhammadiyah membidani  lahirnya partai Masyumi yang diresmikan pada 7 November 1945.
D.  Muhammadiyah Pada Masa Orde Lama
Kemenangan Partai Masyumi pada 1955, membuat PKI dan antek-anteknya menaruh dendam hingga menuduh Masyumi terlibat dalam pemberontakan PRRI di Sumatera. PKI membujuk penguasa pada saat itu untuk membubarkan Masyumi yang tentu akan mengancam eksistensi Muhammadiyah. Tetapi,keputusan tertingi tetap di tangan presiden Soekarno.
Dampak dari permasalahan tersebut, banyak tokoh Masyumi yang notabene aktivis Muhammadiyah dijebloskan ke penjara yakni :
1.    Buya HAMKA
2.    Mr.Kasman Singidimejo
3.    dr.Yusuf Wibisono
Pada 1959, dikeluarkan dekrit presiden yang memberi waktu pada Masyumi untuk membubarkan diri. Lalu dalam rangka menyelamatkan Muhammadiyah dari hasutan PKI terhadap presiden, diberikanlah predikat “Anggota Setia Muhammadiyah” kepada Ir.Soekarno.
E.       Muhammadiyah Pada Masa Orde Baru
Pada masa ini, Muhammadiyah menata kembali organisasinya dan turut membantu pemerintah dalam menumpas PKI. Namun setelah cukup lama berkuasa, mulai terjadi penyelewengan-penyelewengan. Semua organisasi Massa dan politik tidak ada yang boleh menentang kata-kata pemerintah. Pada 1977, munculnya krisis moneter yang menyerang bangsa Indonesia. Hal ini mendorong para aktivis untuk ikut bersama gelombang masyarakat untuk melengserkan rezim orde baru. Akhirnya pada 22 Mei 1998, rezim orde baru tumbang, dan digantikan dengan Masa Reformasi yang satu diantara penggeraknya ialah Prof. DR.H.Amien Rais.

F.     Muhammadiyah Pada Masa Reformasi
Dalam siding Tanwir di Semarang pada 1998, Muhammadiyah merelakan Prof.DR.H. Amien Rais untuk melepaskan jabatannya sebaga Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah guna menjaga agar kondisi perpolitikan tidak menghambat gerak juang Muhammadiyah.
Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah bulan Februari 2002 di Bali, Muhammadiyah merumuskan khittah berbangsa dan bernegara yang isi nya mempertegas statement Ujung Pandang dan Khittah Surabaya.
Muhammadiyah mengihimbau kadernya yang berpolitik riil agar memperhatikan :
1.    Mengedepankan kejujuran
2.    Menjadi Uswatun Khasanah
3.    Melakukan Islah









Bottom of Form


Pemikiran Islam Indonesia Poli Gami Menurut Darul Arkam ; Ridwan ,Ma

BAB I
PENDAHULUAN

Sejumlah negara berusaha membatasi kemungkinan praktek poligami, bahkan ada negara yang melarang poligami secara mutlak. malaysia adalah salah satu negara yang mambetasi praktek poligami. Sama dengan Indonesia, di Malaysia poligami dapat dilakukan dengan syarat-syarat dan dalam kondisi-kondisi tertentu. Sebaliknya, pengikut gerakan darul arqam bukan saja membisakan praktek poligami, tetapi lebih dari itu, gerakan ini menganjurkannya.
Mampu atau tidaknya seorang suami berlaku adil terhadap isteri-isterinya bagi pengikut Darul Arqam, harus dicoba dengan melakukan poligami. Kenapa mereka menganjurkan praktek poligami (mandub), bukan seperti kelompok mayoritas yang hanya membisakan (mubah). sementara dalam praktek, gerakan ini menanamkan kepada para isteri yang dipoligami untuk senantiasa sabar dalam mensikapi praktek poligami suami, seperti sabar menunggu giliran, sabar dengan kondisi suami. Demikian juga isteri diwajibkan senantiasa patuh terhadap perintah dan keinginan suami.
Poligami bagi gerakan Darul Arqam merupakan ajang untuk mengukur mampu atau tidaknya seorang suami berlaku adil terhadap isteri-isterinya, sementara bagi isteri menjadi ajang melatih kesabaran. adapun di antara tujuan poligami adalah manajemen kerja, seorang suami yang berpoligami dapat memaksimalisasi perannya.


BAB II
PEMBAHASAN
Al-Arqam diasaskan oleh Ashaari Muhammad. Ia juga dikenali sebagai Jamaah Aurad Muhammadiah dan telah mengembangkan pengaruhnya dikalangan berbagai lapisan masyarakat Islam di seluruh Malaysia ini. Ajaran-ajaran Al-Arqam mendapat sambutan sebilangan masyarakat yang dikelirukan dan menganggapnya sebagai sebuah badan dakwah yang unggul. Kumpulan ini menyebarkan kegiatan dakwah islam melalui bidang pendidikan, penerangan, penerbitan, perusahaan, perniagaan, perobatan, dan pertanian.
Berawal dengan 10 hingga 12 orang ahli Al-Arqam pada tahun 1968 ketika ditubuhkan, kemudian bertambah kepada 40 orang ahli jemaah pada tahun 1976, keahlian jemaah ini, menurut Ann Wang Seng, kemudian bertambah secara mendadak pada tahun-tahun berikutnya sehingga pada tahun 1987 jemaah itu mencatat sekitar 5,000 hingga 6,000 keahlian. Namun menurut Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri pada tahun 1994 dianggarkan seramai 6,000 pengikut yang fanatik dan 15,000 simpatisan. Utusan Melayu (4 Julai 1994) pula melaporkan seramai 10,000 pengikut.
Aktiviti Darul Al-Arqam bermula pada 1971-72 di Kampung Datuk Keramat dan beroleh perhatian dan penerimaan ramai setelah bertapak di Sungai Pencala pada 1973-75.
Berikut beberapa pemimpin kanan Al-Arqam yang menjadi tulang belakang kejayaan pertubuhan Al-Arqam selama 26 tahun dari 1968 – 1994, yaitu; 1. Ustaz Ashaari Muhammad – pengasas pertubuhan Al-Arqam, 2. Akhbar Anang, 3. Ustaz Mohktar Yaakob – sarjana syariah, 4. Zabidi Mohamed – penasehat undang-undang Al-Arqam, 5. Haji Hassan Mokhtar, 6. Khairil Anuar Ujang- peguam, 7. Shuib Sulaiman, 8. Ibrahim Mohamad, 9. Jailani Kasmani, 10. Khadijah Aam, 11. Khadijah Din, 12. Pak Salleh,
A.  Ajaran Al-Arqam
Di antara kepercayaan mereka adalah kepercayaan bahawa Syeikh Muhammad As-Suhaimi yang telah meninggal pada tahun 1925 dinyatakan tidak mati, sebaliknya masih hidup. Menurut Ustaz Ashaari, Sheikh al-Suhaimi adalah Imam Mahdi yang ghaib buat seketika sebelum kembali untuk memimpin Umat Islam. Tindakan Ashaari yang mengqiyaskan (menganalogikan) Syeikh Muhammad As-Suhaimi dengan Ashab al-Kahfi dan Nabi Khidir .
Pegangan Al-Arqam adalah berpunca dari pengajaran Ashaari Muhammad dan pegangan pengikut-pengikutnya terhadap Aurad Muhammadiah yang diantara lain memberi ajaran dan fahaman seperti berikut:
1. Syeikh Muhammad As-Suhaimi, pengasas Aurad Muhammadiah, berjumpa Rasulullah Saw dalam jaga dan menerima Aurad Muhammadiah daripada Baginda Rasulullah Saw di dalam Kakbah.
2. Syeikh Muhammad As-Suhaimi tidak mati, tetapi ghaib dan akan muncul semula sebagai Imam Mahdi.
3. Syeikh Muhammad As-Suhaimi adalah Khalifah Rasulullah Saw dan meletakkan setaraf dengan Khulafa’ Al-Rasyidin.
4. Rasulullah Saw, para sahabat dan para aulia dinobatkan bisa ditemui secara jaga (majlis yaqazah) selain melalui mimpi. Mereka datang untuk mengesahkan sesuatu yang diperlukan oleh pengikut-pengikut Al-Arqam umpamanya mengenali siapa yang taat dan siapa yang tidak taat kepada Al-Arqam dan pemimpinnya.
5. Syeikh Muhammad As-Suhaimi dipercayai kononnya bisa datang menolong apabila diseru namanya.
6. Ashaari Muhammad dipercayai, selain seorang yang soleh, wali yang mempunyai karamah, adalah seorang Mujaddid akhir zaman.
7. Ashaari mennobatkan dirinya dari keturunan Bani Tamim, yaitu satu rumpun dengan keturunan Nabi Muhammad Saw yang memegang panji-panji Al-Mahdi.
Memang pertumbuhan ekonomi dan luasnya pengaruh tidak harus dijadikan piawai yang mengukur keberhasilan dan kecemerlangan organisasi dakwah tertentu. Tidak dinafikan aspek keuwangan sangat penting untuk keberlangsungan sesuatu gerakan, namun banyak lagi faktor lain yang perlu diperhitungkan seperti aspek kepimpinan, keagamaan, keilmuan dan keintelektualan, kepengikutan, pengurusan, pembinaan dan lainnya. Sebanyak 52 buah kedai runcit dibangunkan di seluruh perkampungan Al-Arqam, 20 buah pasar mini, 36 buah kedai buku dan alat ibadat dan 18 buah restoran di seluruh Malaysia. Al-Arqam juga memiliki 56 buah kilang perusahaan di seluruh Malaysia.
Pada tahun 1993, Al-Arqam mengambil langkah yang drastik dengan menumpukan perhatian kepada dunia antar bangsa. Langkah pertama adalah dengan menubuhkan Al-Arqam Group of Companies (AGC) yang menghimpunkan 22 buah anak syarikat milik jemaah Al-Arqam. Setelah membuka pusat hubungan antar bangsa di Islamabad, Pakistan dan diberi nama Al-Arqam International Centre (AIC). Pada tahun inilah Ashaari mengisytiharkan terbentuknya Daulah Islam di bumi Malaysia, Indonesia dan Khurasan.
Krisis kepimpinan Al-Arqam bermula setelah berlakunya penyingkiran Akbar Anang pada tahun 1979 yang merupakan Ketua Unit Perkhidmatan Ummah. Menurut Akbar Anang, penyingkirannya bersama adalah kerana beliau mempersoalkan ajaran Al-Arqam, namun menurut Ashaari, Akbar Anang disingkirkan kerana beliau cuba membentuk kelompok yang bertujuan menyingkirkan Ashaari daripada tampuk kepimpinan Al-Arqam. Akbar Anang memberontak dan mendedahkan keperihalan Aurad Muhammadiah sehingga dihadapkan ke Pusat Islam pada 1979. Ashaari dilapor menafikan Kiyai Syeikh Muhammad As-Suhaimi adalah Imam Mahadi dan berjaya membersihkan Darul Al-Arqam daripada kesangsian asas.

B.  Disesatkan Al-Arqam
JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) telah melihat adanya penyelewengan akidah dalam organisasi ini. Setelah bermuzakarah dengan pemimpinnya, Ashaari Muhammad, yang pertama sekali dilakukan oleh kerajaan adalah mengharamkan buku Aurad Muhammadiyah Pegangan Darul Arqam pada tahun 1986.
Kini kumpulan Al-Arqam tidak lagi terlihat kerana telah diharamkan oleh kerajaan pada tahun 1994, tetapi yang terlihat ialah Kumpulan Rufaqa’. Kerajaan telah mengharamkan kumpulan Al-Arqam berdasarkan fatwa Majlis Fatwa Kebangsaan yang dikeluarkan pada 5 Ogos 1994. Fatwa Majlis Kebangsaan itu memutuskan bahawa ajaran dan fahaman kumpulan Al-Arqam bertentangan dengan akidah dan syariah Islam sekali gus mengakibatkan syirik.

Selanjutnya itu Ashaari yang ditahan bersama beberapa pemimpin kanan kumpulan itu mengikut Akta Keselamatan Dalam Negeri (ISA) telah membuat pengakuan terbuka mengenai penyelewengan Al-Arqam. Kemudian beliau dikenakan tahanan rumah di Rawang dan Labuan. Beliau dibebaskan pada 25 Oktober 2004.

sejarah peradaban Islam Fatimiyah Mesir; Ridwan, MA

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam sejarah peradaban Islam, Mesir dan Syiria merupakan propinsi timur tengah yang pertama tercakup ke dalam wilayah kekhalifahan muslim Arab, kedua wilayah ini ditaklukkan pada tahun 641. Pada periode khilafah Ummayah dan awal Abbasyiah, Mesir merupakan sebuah propinsi yang kurang penting dalam imperium Muslim akan tetapi sejak pertengahan abad ke Sembilan Mesir menunjukkan tanda-tanda awal untuk menjadi sebuah wilayah yang indevenden dimana tentara-tentara budak yang diangkat oleh khalifah mendirikan beberarapa dinasti yang berusia pendek kemudia pada tahun 969 Fatimiyah menaklukkan negeri ini dan mendirikan sebuah khilafah baru yang berlangsung hingga tahun 1171.[1]
Dinasti Fatimiyah bukan hanya sebuah wilayah gubernuran yang indevenden melainkan juga rezim revolusioner yang mengklaim otoritas universal dan Fatimiyah mewakili otoritas politik Abbasyiah, mereka menegaskan bahwasanya Imam yang sebenarnya adalah Imam keturunan Ali yang berpaham Sy’iah. Pada masa dinasti ini pula berkembang faham Sy’iah terbukti bahwa ketika Muiz berhasil menguasai Mesir sedangkan Muiz sendiri menganut faham Syi’ah. Lahirnya dinasti Fatimiyah di Mesir merupakan pusat peradaban Islam, banyak melahirkan kemajuan dan kontribusi pemikiran baik dibidang pemerintahan dan ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Peletakan Pertama Berdirinya Dinasti Fatimiyah di Mesir
Dilahirkan pada tahun 985 M., Abu ‘Ali “Mansur” menggantikan ayahandanya Abū Mansūr Nizār al-Azīz (975–996) dalam usia sebelas tahun pada 14 Oktober, 996 dengan gelaran al-Hakim Bi-Amr Allah. Beliau merupakan khalifah kerajaan Fatimiyah yang pertama dilahirkan di Mesir. Sebagai ahli keluarga dinasti Fatimiyah yang berkontroversi, Al-Hakim telah mengalami beberapa kesukaran semasa pemerintahannya. Walaupun beliau tidak kehilangan beberapa wilayah di Afrika Utara, masyarakat Ismailiah telah diserang oleh orang Sunnah yang dipimpin oleh orang yang menganut fahaman mazhab Maliki.[2]
Perhubungan di antara kerajaan Fatimiyah dan kerajaan Qarmatian di Bahrain juga tetap baik. Polisi Syria al-Hakim telah berjaya mengembangkan pengaruh Fatimiyah ke wilayah. Di utara, bibit perpecahan diantara kelompok tentera Fatimiyah yang terdiri dari orang Barbar dan Turki telah membawa masalah lain kepada pemerintahan Khalifah al-Hakim.
Pada asalnya, wasitanya (sama gelaran dengan wazir), Barjawan telah bertindak sebagai ketua maya wilayah kerajaan Fatimiyah. Walau bagaimanapun, selepas penyusunan semula pada tahun 1000 M., al-Hakim telah memegang semua kuasa pentadbiran di tangannya dan menghadkan kuasa wasita dan wazirnya. Sepanjang 20 tahun pemerintahannya, terdapat 15 orang wasita dan wazir. Al-Hakim juga memusatkan rajah agama Druze.[3]
Semasa pemerintahannya, Al-Hakim dilihat tidak bertoleransi dengan agama-agama lain. Sebagai contoh, beliau telah meruntuhkan Gereja Holy Sepulchre di Jerusalem yang menjadi punca meletusnya Perang Salib.
B.     Gerakan Mazhab Ismailiah
Al-Hakim telah mengekalkan minat di dalam organisasi dan operasi mazhab Ismailiah yang berpusat di Kaherah. Semasa pemerintahannya mazhab ini telah disebarkan ke kawasan jajahan takluk Fatimiyah di Iraq dan Persia. Di Iraq, mereka telah menumpukan perhatian untuk mendapatkan sokongan daripada beberapa gabenor awam dan ketua puak yang berpengaruh untuk menentang kerajaan Abbasiyah. Tokoh mazhab Fatimiyah yang beroperasi di kawasan timur untuk tempoh ini adalah Hamid al-Din Kirmani, seorang ahli falsafah dan ahli teologi di dalam zaman pemerintahan kerajaan Fatimiyah. Aktiviti Kirmani dan kumpulan lain kemudiannya membawa kepasa unsur konkrit di Iraq. Pada tahun 1010, pemimpin Mosul, Kufa dan bandar-bandar lain telah mengakui kekuasaan kerajaan Fatimiyah.[4]
C.     Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Di dalam kawasan pendidikan dan pembelajaran, al-Hakim telah mengambil langkah menubuhkan Dar al-‘ilm (Rumah Pengetahuan) yang juga dikenali sebagai Darul Hikmah pada tahun 1005. Beberapa subjek daripada sumber al-Qur’an dan hadis kepada falsafah dan astronomi telah dibuat di Dar al-‘ilm, yang dibekalkan dengan sebuah perpustakaan.[5]
Kemasukan ke pendidikan telah dibuat kepada orang awam dan banyak pelajar Fatimiyah telah menerima misi mazhab Fatimiyah sehingga kejatuhan kerajaan Fatimiyah. Pada tahun 1013 beliau telah menyiapkan masjid di Kaherah yang didirikan oleh ayahandanya iaitu Masjid al-Hakim. Masjid ini telah diruntuhkan dan dibina semula mengikut bentuk asalnya oleh Dr. Syedna Mohammed Burhanuddin sejak dua puluh tahun yang lalu.[6]
D.    Keunggulan Kebijaksanaan
Al-Hakim menjadikan pendidikan mazhab Ismailiah dan Fatimiyah sebagai keutamaan. Di zamannya beberapa sesi kajian (majalis) telah ditumbuhkan di Kaherah. Al-Hakim telah memberi bantuan kewangan dan lain-lain kepada aktiviti pendidikan ini.
Abu Mansur Nizar al-Aziz (955–996) (Bahasa Arab: أبومنصور نزار العزيز بالله‎) adalah khalifah kelima kerajaan Fatimiyyah (975–996).
Sejak Abdallah yang sepatutnya mewarisi takhta telah meninggal dunia sebelum ayahandanya Ma'ad al-Muizz Li-Deenillah (953-975), adiknya Abu l-Mansur Nizar al-Aziz telah mewarisi Khilafah dengan bantuan Jawhar as-Siqilli. Di bawah pemerintahan Al-Aziz empayar Fatimiyah telah melebar jauh ke Palestin dan Syria (dari 977/978). Makkah dan Madinah juga diletakkan di bawah pemerintahan kerajaan Fatimiyah.[7]

D. Kemajuan Pembangunan

Tempoh pemerintahan Khalifah al-Aziz telah ditandai dengan mengukuhkan pengaruh Fatimiyah di Mesir dan Syria, di mana kemudiannya telah ditakluki sejak (969). Pada tahun 975 M. al-'Aziz telah menguasai Baniyas di dalam usahanya untuk membendung penularan anti-Fatimiyah Sunni yang dipimpin oleh Mahammad b. Ahmad al-Nablusi dan pengikutnya.[1] Puak Tayyi' telah ditewaskan di Palestin pada 982 dan dihapuskan sepenuhnya di Damsyik pada 983. Sehingga ke akhir pemerintahannya al-Aziz telah mengembangkan kuasanya ke utara, menumpukan perhatiannya kepada Hamdanid di Aleppo. Sebenarnya mereka berada di bawah pengaruh Empayar Rom Timur yang akhirnya mencetuskan perang dengan kuasa besar ini, di mana konflik ini tidak dapat diselesaikan sehingga ke zaman pemerintahan Khalifah al-Hakim (996-1021).[8]
Pembangunan lain yang dijalankan semasa pemerintahan al-Aziz's adalah memperkenalkan tentera asing. Apabila askar Barbar dari Maghribi berjaya di dalam perang dengan Carmathian di Syria, Al-Aziz mula menyusun unit tentera Turki, atau Mameluk.
Melalui pengembangan birokrasi (di mana terdapat banyak Yahudi dan Kristian mempunyai jabatan penting) pada permulaannya adalah untuk mengurangkan beban tugas khalifah. Perlantikan gabenor Yahudi di Syria oleh beliau , walaubagaimanapun, telah menimbulkan perasaan tidak puas hati di kalangan rakyatnya yang beragama Islam yang mendakwa mereka tidak mempunyai tempat di dalam jabatan kerajaan. Sebagai hasilnya, al-Aziz telah mengarahkan ketua orang Kristian dan Yahudi mengambil orang-orang Muslim ke dalam pejabat mereka.[9]
Ekonomi Mesir telah berkembang dan hasil cukai juga bertambah melalui pelebaran jalan dan terusan serta menubuhkan nilai mata wang yang stabil. Ekonomi juga diperkembangkan melalui program pembinaan bangunan.



BAB III
KESIMPULAN
Ketika Dinasti Abbasiah mulai melemah di Bagdad maka lahirlah kekhalifahan Fatimiyah, salah satu dinasti Islam beraliran Syi’ah Isma’liyah pada tahun 909 M. di Aprika Utara setelah mengalahkan Dinasti Aghlabiah, dalam sejarah, dinasti Fatimiyah datang setelah pusat kekuasaannya dipindahkan dari Tunisia ke Mesir. Kekuasaan Syi’ah tersebut berakhir pada tahun 1771 M dan kekhalifahan ini lahir sebagai manifestasi dari idealisme orang-orang Syi’ah yang beranggapan bahwa yang berhak memangku jabatan Imamah adalah keturunan Fatimah binti Rasulullah. Dalam sejarah peradaban Islam bahwa Dinasti ini lahir di antara dua kekuatan politik khalifahan, yaitu Abbasiyah di Bagdad dan Ummayah II di Cordofa.
Dinasti Ftimiyah banyak memberikan kontribusi pemikiran terhadap peradaban Islam baik dalam sistim pemerintahan maupun dalam bidang ilmu pengetahuan, kemajuan ini mencapai puncaknya pada zaman al-Aziz yang bijaksana. Adapun kemajuan tersebut terlihat dari berbagai bidang dintaranya; Kemajuan dalam bidang pemerintahan, bentuk pemerintahan pada masa dinasti Fatimiyah merupakan bentuk pemerintahan sebagai pola baru dalam sejarah Mesir, dalam pelaksanaanya khalifah adalah kepala yang bersifat temporal dan spiritual dimana pengangkatan sekaligus pemecatan pejabat tinggi dibawah kontrol khalifah. Dalam pengelolaan negara dinasti ini mengangkat beberapa Menteri yang bertugas membantu khalifah, kemudian dalam sistim politik Dinasti Fatimiyah memiliki dua opsi yaitu politik dalam negeri dan politik luar negeri. Peyebaran ajaran Syi’ah, kemajuan dinasti Fatimiyah bukan hanya terlihat dari segi pemerintahan akan tetapi dalam bidang agama yaitu penyebaran faham Syi’ah, dengan demikian segenap pengetahuan negeri tersebut tentang Islam berdasarkan pemikiran Syi’ah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Fatimiyah mencapai kondisi yang sangat mengagumkan, berkembangnya penterjemahan dan penerbitan sumber-sumber pengetahuan dari bahasa asing seperti bahasa Yunani, Persia dan India kedalam bahasa Arab yang banyak mendorong para wazir, sultan dan umara untuk melahirkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan sastra. Dalam bidang sosial ekonomi, mengalami kemakmuran ekonomi dan vitalitas kultural yang mengungguli Irak dan daerah-dairah lainnya, hubungan dagang dengan daerah non Muslim dibina dengan baik, kesejahteraan masyarakat sangat tinggi terbukti dengan dibangunnya perguruan tinggi, rumah-rumah sakit, begitu pula tempat pemandian umum dan pasar-pasar di bangun dan dipenuhi oleh berbagai produk dari seluruh negeri, ini menunjukkan bahwa kemakmuran yang begitu melimpah dan kemajuan yang begitu luar biasa
Dinasti Fatimiyah mencapai kemunduran Setelah Al-Hakim, Khalifah-kahlifah Fatimiyah tidak lebih dari boneka yang menjadi permainan para wazir dan Jenderal, selama pemerintahan al-Muntansir yang cukup lama (427-487 H./1036-1097) terjadi perselisihan yang sangat tajam antara jendral dan wazir kemudian perselisihan ini membawa ibu kota Kairo, kearah anarkis dan kekacauan yang hebat ditambah lagi dengan wabah penyakit dan kemarau panjang, sehingga Dinsti Fatimiyah terpecah menjadi dua Nizari dan Musta’li. Kemudian pada masa al-Musta’li pasukan Salib melakukan serangan sehingga menguasai Antokia.  
DAFTAR PUSTAKA



Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)

Suwito Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Prenada Media, 2005)

M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Pradadaban Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Book Publusher, 2007)

M. Ira Lapidus Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian I dan II, (Jakarta: Grafindo Persada, 1999)

Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Cet. I, (Bandung: Pustaka Bani Quraiys, 2004)

Ahmad Salabi, Sejarah Kebudayaan Islam 3, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2009)

 Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Grafindo persada, 2004)

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Kelasik, (Jakarta: Kencana, 2004)





[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 62  
[2]  M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Pradadaban Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Book Publusher, 2007), h. 53
[3] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Cet. I, (Bandung: Pustaka Bani Quraiys, 2004), h. 79

[4] M. Ira Lapidus Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian I dan II, (Jakarta: Grafindo Persada, 1999), h. 53
[5] Suwito Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 61

[6]  M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Pradadaban… h.55
[7] Ahmad Salabi, Sejarah Kebudayaan Islam 3, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2009), h. 58

[8] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Grafindo persada, 2004), h. 77

[9]  Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Kelasik, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 68