Total Tayangan Halaman

Selasa, 08 Desember 2015

MSI Pengantar Midterm MSI Ridwan, MA

TUGAS: MIDTERM TEST
Nama/NIM : Ridwan, S.Pd.I / 23111303-2  Mahasiswa PPs : Pendidikan Islam II
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
 Desen Pengasuh : Prof. Drs. Yusny Saby, MA.Phd
1.        Metodelogi Kajian Keislaman dan relevansinya dengan program magister di perguruan tinggi Agama Islam.
a.       Metodelogi Kajian Keislaman
Dirosah islamiyyah atau studi keislaman (dibarat dikenal dengan istilah Islamic studies), secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama islam atau “usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama islam baik berhubungan dengan ajaran, sejarah, maupun praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sepanjang sejarahnya.”[1]
Metodelogi kajian keislaman mengandung arti memahami, mempelajari, atau meniliti islam sebagai obyek kajian. Pertama studi islam yang dikonotasikan dengan aktivitas-aktivitas dan program-program pengkajian dan penelitian terhadap agama sebagai obyeknya, seperti pengkajian tentang konsep zakat profesi. Kedua, studi islam dikonotasikan dengan materi, subyek, bidang, dan kurikulum suatu kajian atas islam seperti ilmu-ilmu agama islam. Ketiga, studi islam yang dikonotasikan dengan institusi pengkajian islam baik formal seperti perguruan tinggi, maupun yang non formal seperti forum-forum kajian dan halaqoh-halaqoh.[2]

b.      Relevansi Metodelogi Kajian Keislaman dengan program magister di perguruan tinggi Agama Islam
Seorang master  Islam harus memahami kerangka ajaran yang terdapat di dalam al-qur’an dan hadits tetap dijadikan sandaran sentral agar kajian keislaman tidak keluar dari teks dan konteks. Bertindak dan berfikir kritis dapat ditransformasikan secara baik dan menjadikan landasan kehidupan dalam berprilaku tanpa melepaskan kerangka normatif. Elemen dasar keislaman yang harus dijadikan pegangan:pertama, islam sebagai dogma juga merupakan pengalaman universal dan kemanusiaan. Oleh karena seorang master Islam harus memahami sasaran studi islam yang diarahkan pada aspek-aspek praktik dan empirik yang memuat nilai-nilai keagamaan agar dijadikan pijakan. Sehingga sasaran studi islam dapat diarahkan pada pemahaman terhadap sumber-sumber ajaran islam, pokok-pokok ajaran islam sejarah islam dan aplikasinya dalam kehidupan. Oleh karena itu studi islam dapat mempertegas dan memperjelas wilayah agama yang tidak bisa dianalisis dengan kajian empiris yang kebenarannya relatif.[3]
Metodologi studi keislaman sangan relevansi dengan dengan program master Islam karena ia merupakan studi keilmuan yang memerlukan pendekatan kritis, analitis, metadologis, empiris dan historis. Dengan demikian studi islam sebagai aspek sasaran keilmuan membutuhkan berbagai pendekatan. Selain itu, ilmu pengetahuan tidak kenal dan tidak terikat kepada wahyu. Ilmu pengetahuan beranjak dan terikat pada pemikiran rasional. Oleh Karen itu kajian keislaman yang bernuansa islamiah meliputi aspek kepercayaan normatif dogmatis yang bersumber dari wahyu dan aspek prilaku manusia yang lahir dari dorongan kepercayaan.[4]

2.        Defenisi agama secara umum dan agama Islam secara terstruktur.
a.                 Defenis Agama Secara Umum
Dimulai dari keyakinan adanya kekuatan di luar dirinya, kekuatan itu ia yakini mempengaruhi dirinya dan ia bersedia melakukan apapun yang diinginkannya.
b.                Defenisi Agama Islam Secara terstruktur
Agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Islam sebagai agama terbesar kedua pemeluknya di dunia. Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim, adapun lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan.
Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
Umat Muslim percaya bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, seperti Nabi Adam as., Nuh as., Ibrahim as., Musa as., Isa as., dan nabi lainnya yang diakhiri oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai nabi dan rasul utusan Allah terakhir sepanjang masa.
Islam juga meyakini Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup mereka yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril yang sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (QS Al-Baqarah:2). Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan Al-Quran hingga akhir zaman dalam suatu ayat.
Umat Islam juga percaya bahwa Islam adalah agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Nabi Adam as., dengan demikian tentu saja Nabi Ibrahim as. juga menganut Islam (QS Al-Baqarah:130-132) 2:130. Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam Al-Qur’an, penganut Yahudi dan Kristen sering disebut sebagai Ahli Kitab atau Ahlul Kitab.
3.        Motivasi orang muslim dan non muslim mengkaji Islam.
a.                 Motivasi Muslim Mengakji Islam
1). Mempelajari Islam untuk mengamalkan ajarannya
2). Mempelajari Islam untuk mendakwahkan Islam
3). Mempelajari Islam untuk kepentingan politik
4). Mempelajari Islam untuk ilmu pengetahun (ulama)
5). Mempelajari Islam untuk kepentingan ekonomi
6). Mempelajari Islam untuk kepentingan social
7). Mempelajari Islam untuk mencari hokum-hukum
8). Mempelajari Islam untuk kepentingan profesi
9). Mempelajari Islam untuk kepentingan indentitas/status
10). Mempelajari Islam untuk kepentingan mencari jodoh
b.                Motivasi Non Muslim Mengkaji Islam
1). Mempelajari Islam untuk menghancurkan Islam (misionaris)
2). Mempelajari Islam untuk ilmu pengetahuan semata (orientalis)
3). Mempelajari Islam untuk kepentingan memahami Islam
4.        Deskripsi orang beragama dan orang yang tidak beragama.
a.    Deskripsi Orang beragama
Orang yang sehat jiwanya menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. pahala menurut pandangannya adalah sebagai hasil jerih payahnya yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang di buatnya tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa manusia, mereka yakin bahwa Tuhan bersifat pengasih dan penyayang dan bukan pemberi azab.
b.    Deskripsi Orang yang Tidak Beragama
Ciri-ciri orang yang tindak beragamaan orang yang mengalami kelainan kejiwaan umumnya menampilkan sikap :
1). Pesimis / putus asa, Dalam menjalankan ajaran agama mereka cenderung untuk berpasrah diri kepada nasib yang telah diterima.
2). Introvert / objektif bersikap benar dalam bertindak, Sifat pesimis membawa mereka untuk bersikap objektif. Segala marabahaya dan penderitaan selalu dihubungkannya dengan kesalahan diri dan dosa yang telah diperbuat.
3). Menyenangi paham yang orthodox / aliran sesat. Pengaruh sifat pesimis dan introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif. Hal ini lebih mendorong mereka untuk menyenangi paham keagamaan yang lebih bersifat konservatif dan orthodox.
4). Mengalami proses keagamaan secara graduasi.
5). Proses timbulnya keyakinan terhadap ajaran agama umumnya tidak berlangsung melalui prosedur yang biasa yaitu dari tidak tahu menjadi tahu dan kemudian mengamalkannya dalam bentuk amalan rutin yang wajar.
5.        Inti ajaran Islam, cara memahami dan cara mengajarkannya kepada manusia.
a.       Inti Ajaran Islam
Pokok ajaran Islam ada 3, yaitu: Iman, Islam dan Ihsan. Dasarnya adalah dalam sebuah hadits; "Pada suatu hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.” Kemudian dia bertanya lagi, “Kini beritahu aku tentang iman.” Rasulullah Saw menjawab, “Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya.” Orang itu lantas berkata, “Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan.” Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda… (HR. Muslim)
b.      Cara Memahami Inti Ajaran Islam
Iman adalah keyakinan kita pada 6 rukun iman. Islam adalah pokok-pokok ibadah yang wajib kita kerjakan. Ada pun Ihsan adalah cara mendekatkan diri kita kepada Allah. Tanpa iman semua amal perbuatan baik kita akan sia-sia. Tidak ada pahalanya di akhirat nanti: ” Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun…” [An Nuur:39]
”Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” [Ibrahim:18]
Rincian penjelasan rukun iman adalah sebagai berikut:
1).  Iman kepada Allah. Artinya kita meyakini adanya Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah. Di bab-bab berikutnya akan dijelaskan secara rinci tentang hal ini.
2).  Iman kepada Malaikat-malaikat Allah. Kita yakin bahwa Malaikat adalah hamba Allah yang selalu patuh pada perintah Allah.
3).  Beriman kepada Kitab-kitabNya. Kita yakin bahwa Allah telah menurunkan Taurat kepada Musa, Zabur kepada Daud, Injil kepada Isa, dan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad. Namun kita harus yakin juga bahwa semua kitab-kitab suci di atas telah dirubah oleh manusia sehingga Allah kembali menurunkan Al Qur’an yang dijaga kesuciannya sebagai pedoman hingga hari kiamat nanti. ”Maka kecelakaan yng besar bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” [Al Baqarah:79] Kita harus meyakini kebenaran Al Qur’an dan mengamalkannya: ”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al Baqarah:2]
4).  Beriman kepada Rasul-rasul (Utusan) Allah. Rasul/Nabi merupakan manusia yang terbaik yang pantas dijadikan suri teladan yang diutus Allah untuk menyeru manusia ke jalan Allah. Ada 25 Nabi yang disebut dalam Al Qur’an yang wajib kita imani di antaranya Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.  Karena ajaran Nabi-Nabi sebelumnya telah dirubah ummatnya, kita harus meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang harus kita ikuti ajarannya. ” Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…” [Al Ahzab:40].
5). Beriman kepada Hari Akhir (Kiamat/Akhirat). Kita harus yakin bahwa dunia ini fana. Suatu saat akan tiba hari Kiamat. Pada saat itu manusia akan dihisab. Orang yang beriman dan beramal saleh masuk ke surga. Orang yang kafir masuk neraka. Selain kiamat besar kita juga harus yakin akan kiamat kecil yaitu mati. Setiap orang pasti mati. Untuk itu kita harus selalu hati-hati dalam bertindak.
6).  Beriman kepada Takdir/qadar yang baik atau pun yang buruk. Meski manusia wajib berusaha dan berdoa, namun apa pun hasilnya kita harus menerima dan mensyukurinya sebagai takdir dari Allah.
Inti kedua ajaran islam, yaitu menyempurnakan rukun islam, barang siapa yang tidak mengerjakannya maka Islamnya tidak benar karena rukunnya tidak sempurna. Rincian penjelasan Rukun Islam, sebagai berikut:
1). Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Asyhaadu alla ilaaha illallaahu wa asyhaadu anna muhammadar rasuulullaah. Artinya kita meyakini hanya Allah Tuhan yang wajib kita patuhi perintah dan larangannya. Jika ada perintah dan larangan dari selain Allah, misalnya manusia, yang bertentangan dengan perintah dan larangan Allah, maka Allah yang harus kita patuhi. Ada pun Muhammad adalah utusan Allah yang menjelaskan ajaran Islam. Untuk mengetahui ajaran Islam yang benar, kita berkewajiban mempelajari dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Konsekwensi dari 2 kalimat syahadat adalah kita harus mempelajari dan memahami Al Qur’an dan Hadits yang sahih (minimal Kutuubus sittah: Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasaa’i, dan Ibnu Majah) dan mengamalkannya.
2).  Shalat 5 waktu, yaitu: Subuh 2 rakaat, Dzuhur dan Ashar 4 raka’at, Maghrib 3 rakaat, dan Isya 4 raka’at. Shalat adalah tiang agama barang siapa meninggalkannya berarti merusak agamanya.
3).  Puasa di Bulan Ramadhan. Yaitu menahan diri dari makan, minum, hubungan seks, bertengkar, marah, dan segala perbuatan negatif lainnya dari subuh hingga maghrib.
4).  Membayar zakat bagi para muzakki (orang yang wajib pajak/mampu). Ada pun orang yang mustahiq (berhak menerima zakat seperti fakir, miskin, amil, mualaf, orang budak, berhutang, Sabilillah, dan ibnu Sabil) berhak menerima zakat. Zakat merupakan hak orang miskin agar harta tidak hanya beredar di antara orang kaya saja.
5).  Berhaji ke Mekkah jika mampu. Mampu di sini dalam arti mampu secara fisik dan juga secara keuangan. Sebelum berhaji, hutang yang jatuh tempo harus dibayar dan keluarga yang ditinggalkan harus diberi bekal yang cukup. Nabi berkata barang siapa yang mati tapi tidak berhaji padahal dia mampu, maka dia mati dalam keadaan munafik.
Inti ajaran islam yang ke tiga adalah Ihsan, Ihsan adalah cara agar kita bisa khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Kita beribadah seolah-olah kita melihat Allah. Jika tidak bisa, kita harus yakin bahwa Allah SWT yang Maha Melihat selalu melihat kita. Ihsan ini harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga jika kita berbuat baik, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbersit niat kita untuk berbuat keburukan, kita tidak mengerjakannya karena Ihsan tadi. Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.
c.       Cara Mengajarkan Inti Ajaran Islam Kepada Manusia 
Memberikan penjelasan dengan berbagai metode dan pendekatan, baik melaui lembaga pendidikan formal atau non formal, dalam dakwah bilhal, bil lisan, dalam majlis-majlis, halaqah-halaqah dan diskusi, dan diperlukan islamisasi ilmu, mengaitkan kajian keilmuan dengan sumber utama, kedua dan ketiga dalam ajaran agama islam.
Memalui contoh teladan, dalam jabatan dan wewenang, dilingkungan kerja bahkan di lingkunga rumah tagga, diman saja berada memulai ajaran islam dan islamisasi kegiatan dan aktifitas kita harus islami, dengan menebarkan kasih sayang, menyeru yang makruf mencegah yang mungkar, menjelaskan pengertian inti ajaran sebagai berikut:
1).  Iman kepada Allah. Artinya kita meyakini adanya Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah. Di bab-bab berikutnya akan dijelaskan secara rinci tentang hal ini.
2).  Iman kepada Malaikat-malaikat Allah. Kita yakin bahwa Malaikat adalah hamba Allah yang selalu patuh pada perintah Allah.
3).  Beriman kepada Kitab-kitabNya. Kita yakin bahwa Allah telah menurunkan Taurat kepada Musa, Zabur kepada Daud, Injil kepada Isa, dan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad. Namun kita harus yakin juga bahwa semua kitab-kitab suci di atas telah dirubah oleh manusia sehingga Allah kembali menurunkan Al Qur’an yang dijaga kesuciannya sebagai pedoman hingga hari kiamat nanti. ”Maka kecelakaan yng besar bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” [Al Baqarah:79] Kita harus meyakini kebenaran Al Qur’an dan mengamalkannya: ”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al Baqarah:2]
4).  Beriman kepada Rasul-rasul (Utusan) Allah. Rasul/Nabi merupakan manusia yang terbaik yang pantas dijadikan suri teladan yang diutus Allah untuk menyeru manusia ke jalan Allah. Ada 25 Nabi yang disebut dalam Al Qur’an yang wajib kita imani di antaranya Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.  Karena ajaran Nabi-Nabi sebelumnya telah dirubah ummatnya, kita harus meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang harus kita ikuti ajarannya. ” Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…” [Al Ahzab:40].
5). Beriman kepada Hari Akhir (Kiamat/Akhirat). Kita harus yakin bahwa dunia ini fana. Suatu saat akan tiba hari Kiamat. Pada saat itu manusia akan dihisab. Orang yang beriman dan beramal saleh masuk ke surga. Orang yang kafir masuk neraka. Selain kiamat besar kita juga harus yakin akan kiamat kecil yaitu mati. Setiap orang pasti mati. Untuk itu kita harus selalu hati-hati dalam bertindak.
6).  Beriman kepada Takdir/qadar yang baik atau pun yang buruk. Meski manusia wajib berusaha dan berdoa, namun apa pun hasilnya kita harus menerima dan mensyukurinya sebagai takdir dari Allah.
Inti kedua ajaran islam, yaitu menyempurnakan rukun islam, barang siapa yang tidak mengerjakannya maka Islamnya tidak benar karena rukunnya tidak sempurna. Rincian penjelasan Rukun Islam, sebagai berikut:
1). Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Asyhaadu alla ilaaha illallaahu wa asyhaadu anna muhammadar rasuulullaah. Artinya kita meyakini hanya Allah Tuhan yang wajib kita patuhi perintah dan larangannya. Jika ada perintah dan larangan dari selain Allah, misalnya manusia, yang bertentangan dengan perintah dan larangan Allah, maka Allah yang harus kita patuhi. Ada pun Muhammad adalah utusan Allah yang menjelaskan ajaran Islam. Untuk mengetahui ajaran Islam yang benar, kita berkewajiban mempelajari dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Konsekwensi dari 2 kalimat syahadat adalah kita harus mempelajari dan memahami Al Qur’an dan Hadits yang sahih (minimal Kutuubus sittah: Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasaa’i, dan Ibnu Majah) dan mengamalkannya.
2).  Shalat 5 waktu, yaitu: Subuh 2 rakaat, Dzuhur dan Ashar 4 raka’at, Maghrib 3 rakaat, dan Isya 4 raka’at. Shalat adalah tiang agama barang siapa meninggalkannya berarti merusak agamanya.
3).  Puasa di Bulan Ramadhan. Yaitu menahan diri dari makan, minum, hubungan seks, bertengkar, marah, dan segala perbuatan negatif lainnya dari subuh hingga maghrib.
4).  Membayar zakat bagi para muzakki (orang yang wajib pajak/mampu). Ada pun orang yang mustahiq (berhak menerima zakat seperti fakir, miskin, amil, mualaf, orang budak, berhutang, Sabilillah, dan ibnu Sabil) berhak menerima zakat. Zakat merupakan hak orang miskin agar harta tidak hanya beredar di antara orang kaya saja.
5).  Berhaji ke Mekkah jika mampu. Mampu di sini dalam arti mampu secara fisik dan juga secara keuangan. Sebelum berhaji, hutang yang jatuh tempo harus dibayar dan keluarga yang ditinggalkan harus diberi bekal yang cukup. Nabi berkata barang siapa yang mati tapi tidak berhaji padahal dia mampu, maka dia mati dalam keadaan munafik.
Inti ajaran islam yang ke tiga adalah Ihsan, Ihsan adalah cara agar kita bisa khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Kita beribadah seolah-olah kita melihat Allah. Jika tidak bisa, kita harus yakin bahwa Allah SWT yang Maha Melihat selalu melihat kita. Ihsan ini harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga jika kita berbuat baik, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbersit niat kita untuk berbuat keburukan, kita tidak mengerjakannya karena Ihsan tadi. Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.
6.        Sebelum tahun 1970-an Islam dipersepsi sebagai "kebodohan" dan "keterbelakangan." Sekarang Islam dilihat sebagai "ancaman". Kajian penyebab timbul persepsi tersebut, kesalahan, dan cara menghilangkannya.
a.       Penyebab timbul Persepsi Islam indentik dengan "kebodohan" dan "keterbelakngan" sebelum tahun 1970-an dan Sekarang Islam dilihat sebagai "ancaman."
Kemiskinan dan Kebodohan Akar Terorisme, Kebodohan, membuat para suicide bomber ini mungkin tidak dapat berpikir kritis. jaringan islam ekstrimis menempuh jalan dengan menjelek-jelekkan orang lain dan cepat mengkafirkan orang dan menghalalkan darah.
Pada dasarnya manusia ini makhluk sosial yang bisa mengatur dirinya sendiri, sedangkan mereka mengajarkan dan menawarkan Islam dengan cara kekerasan, jelas-jelas bertentangan dengan islam-nya sendiri yang berarti "jalan keselamatan" dan "rahmat bagi seluruh alam semesta". Menimbulkan ketakutan, tentu bukan bagian dari rahmat. Di sini, doktrin dan ajakan islam ekstrim menjadi sangat tidak masuk akal.
Penyebab terorisme yang kedua adalah keterbelakangan dan kemiskinanm, ini menyinggung perkara para "pengantin" yang akhirnya mati bunuh diri itu adalah orang-orang yang "keterbelakangan/kemiskinan".
b.      Kajian Kesalahan Persepsi Islam indentik dengan "kebodohan" dan "keterbelakngan" sebelum tahun 1970-an dan Sekarang Islam dilihat sebagai "ancaman."
Tidak memahami Islam dan cenderung cepat mengambil suatu kesimpulan dan mengkaliam orang lain. Sehingga apapun wacana orang yang mengarah perpecahan dan menjatuhkan Islam diperbesar oleh umat islam sendiri dengan motif yang berbeda-beda akibat bendera eksklusif dalam pemahaman agamanya.
Ketika ada bom, seketika muncul berbagai pernyataan analis, mereka mengeluarkan analisa bahwa pelakunya dari kalangan Islam atau pemain lama. Yang menarik, ada analis dadakan yang diwawancarai stasiun TV menuduh pelakunya kelompok takfiriyah (orang yang suka mengkafirkan).
Luka islam ditoreh oleh orang islam sendiri, bagaimanapun, pernyataan-pernyataan seperti ini hanya akan menyebabkan kesesatan berfikir masyarakat Indonesia serta menciptakan rasa curiga dan  hanya akan memicu konflik horizontal. Pernyataan-pernyataan seperti ini hanya stigma buruk diasumsikan Islam sebagai dalang teroris.
Mengapa si analis begitu semangat mengarahkan semua tuduhan ini ke kelompok Islam?. Harusnya semua pihak memberi kesempatan polisi, menangkap pelaku,  memintai keterangan agar jelas duduk permasalahannya. Apa maunya dan kenapa melakukan hal tersebut?.
Ironisnya pelaku bom belum ditangkap, namun semua elemen kuat sudah bersuara seperti paduan suara, kemudian di “soundingkan” oleh aneka media bahwa para pelaku teroris adalah dari kalangan umat Islam. Padahal terorisme bukan hanya milik satu ideologi atau suatu agama namun semua orang mempunyai bibit untuk melakukan tindakan teror. Bisa saja faktornya kebetulan. Bisa saja ternyata pelakunya adalah seorang yang mengaku Muslim.
Tak dapat kita pungkiri, bahwa memang sounding dari media inilah, yang berperan besar bagi lancarnya proses pelabelan tersebut. Sangat tidak fair, ketika pelaku terror adalah non-Islam, seperti tindakan terorisme beberapa waktu belakangan ini yang dilakukan oleh warga kristiani terhadap Muslim Medan dengan membakar lima masjid.
Namun karena pelakunya bukan umat Islam maka tidak ada yang menuduh aksi teror ini sebagai tindakan teroris dan ironisnya tak satupun orang ataupun media yang menjunjung hak asasi manusia (HAM), kebebasan dan persamaan untuk mengutuknya secara lantang seperti yang biasa terjadi, atau bahkan hanya sekedar memberi kecaman dan perhatian atas tindakan yang menyakiti hati umat Islam tersebut.
Inikah yang disebut dengan keadilan? Mungkin keadilan yang telah dirancang sedemikian rupa, untuk selalu memojokkan kaum Muslimin. Bila umat Islam yang melakukan tindakan anarkis maka serentak seluruh suara-suara pengasong liberalisme menuduh Islam sebagai teroris. Namun bila orang-orang non-Muslim yang melakukan tindakan teror dan aksi-aksi keji, mereka diam seribu bahasa dan tak bergeming.
c.       Cara Menghilangkan Persepsi Islam indentik dengan "kebodohan" dan "keterbelakngan" sebelum tahun 1970-an dan Sekarang Islam dilihat sebagai "ancaman."
Solusi singkat mengenai obat dari segala masalah sosial: membuat masyarakat tidak lagi miskin, atau dalam bahasa pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Miskin mungkin berasosiasi dengan kekerasan. Tapi tidak selalu. Masalah bahwa mereka yang melakukan kekerasan adalah orang miskin, tidak berarti akar penyebab kekerasan adalah kemiskinan. Negara-negara kaya juga justru jadi pelaku kekerasan dalam perang, seperti yang terjadi di Libya. Kalau benar demikian, seharusnya negara ini sudah kacau balau, karena sebagian besar penduduknya berada di bawah garis kemiskinan.
Perkembangan ekonomi konvensional saat ini, mensyaratkan masyarakat yang egois dan individualistis. Budaya masyarakat Indonesia yang penuh semangat gotong royong malah mungkin jadi penyebab mengapa ekonomi Indonesia terpuruk. Tapi antithesisnya, kita bisa lihat masyarakat perkotaan yang egois dan individualistis. Begitu juga masyarakat desa yang dalam transisi peningkatan ekonomi.
Negara harus bertanggung jawab, pemerintahan harus dapat menjamin keberlangsungan hidup rakyatnya tidak menjadikan elemen bangsa sebagai musuh atau obyek untuk pengalihan isu. Ini tidak akan mendidik anak-anak bangsa untuk menjadi dewasa dalam mengatasi setiap permasalahan dan persoalan yang menimpanya. Malah cenderung menambah masalah baru yang tidak akan ada habisnya.
Islam dan negara ini akan karam dan musnah bila hanya mengadu domba rakyat versus rakyat dengan membesarkan isu terorisme. Tidak akan pernah selesai dan hanya menjadi lingkaran setan yang tak ada habisnya.
Kita seharusnya jujur bahwa sistem sekarang belum mampu untuk menyelesaikan aneka permasalahan yang menimpa negeri ini. Dari era demokrasi terpimpin ala Sukarno, demokrasi Pancasila ala Soeharto dan hari ini demokrasi liberal ala koboy Amerika semuanya telah gagal untuk menjadikan negeri ini menuju seperti apa yang dicita-citakanya. Yang terjadi justru sebaliknya, negara ini terjun bebas ke dalam jurang kehancuran.
Anehnya, banyak pihak tak jujur melihat masalah ini. Dan jika ada pihak yang menawarkan nilai-nilai Islam, semua langsung menolak dan memberi label buruk. Adanya berbagai bom rupanya ada hubungan dengan semangat para pengamat dadakan di TV dan koran-koran, yang mengarahkan masalah ini selalu pada Islam.
Benang merahnya, seolah-olah ada usaha ingin menunjukkan bahwa kejadian bom selalu akan terjadi, kecuali jika lembaga intelijen diberi kewenangan luas dengan penerapan UU Intelejen yang baru. Dan jika itu yang terjadi, meminjam istilah Fauzan al Anshary, maka, "akan banyak dai, ustad, aktivis Muslim ditangkapi hanya dengan alasan dicurigai".
Daripada sibuk hendak memata-matai rakyat dan membungkam aspirasi mereka, pemerintah sebaiknya mengoreksi kebijakan-kebijakan mereka yang banyak dianggap kurang pro-rakyat dan salah sasaran. Pembangunan gedung DPR yang meresahkan masyarakat, kasus Bank Century yang sekarang diabaikan, korupsi akut yang menjangkiti seluruh lini pemerintah dan aparat negara juga mafia hukum dll.
Negiri hari ini sangat carut marut, siapapun yang memimpin negeri ini  hanya akan melahirkan rasa pusing dan bingung menghadapi rumetnya masalah. Kecuali jika mau jujur, bahwa Islam diberi kesampatan tampil memberikan warna. Percayalah tidak akan pernah ada sistem yang akan membawa sebuah negeri menjadi adil, makmur dan sejahtera kecuali sistem Islam.
7.        Aspek keterkaitan antara Islam dengan agama-agama lain, dalam hubungan global seperti sekarang ini, berbasis ajaran agama Islam itu sendiri.
Secara sosiologis, hubungan antar agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya hubungan antar agama secara sosiologis ini merupakan hubungan antar agama yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan pengakuan terhadap hakikat kebenaran teologi agama lain.
Dapat dicermati bahwa tidak ada tawar menawar masalah teologis, hubungan antar agama hanya yang bersifat duniawi semata tidak berarti adanya  pertemuan dalam hal keimanan, namun hanya merupakan pengakuan atas keberadaan agama-agama lain. Pandangan hubungan antarnya tidak sampai masuk pada perbincangan tentang kebenaran-kebenaran yang ada di dalam agama lain.



[1] Tajib, dkk, Dimensi-Dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hal. 11.

[2] M. Nurhakim, Metode Studi Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004), hal.13
[3] Muhyar Fanani, Metode Studi Islsm, Aplikasin Sosoilogi Pengetahuan Sebagai Cara Pandang, (Yogyakarta: pustak apelajar, 2008), hal. 9

[4] M. Nurhakim, Metode Studi Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004), hal.13

Pola Hubungan Guru dan Murid I Ridwan, MA

POLA HUBUNGAN GURU DAN MURID

A.      Pendahuluan
Hubungan baik antara guru murid dalam dunia pendidikan sangat diperlukan agar tujuan-tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Kualitas pembelajaran sangat ditentekan pada keharmonisan interaksi antara guru dan  murid. Seorang guru sebagai pelaku utama kegiatan pendidikan memerlukan persiapan dalam membangun hubungan dengan anak didik, baik dari segi mengasah emosional untuk membangun kerjasama dengan anak didik, persipan penguasaan ilmu yang hendak diajarkannya, perispan metode menyampaikan ilmu secara efisien dan tepat sasaran kepada obyek didik yang bervariasi dari kepribadian atau akhlaknya.[1] Oleh karena itu guru harus mampu melakukan tugas dan perannya sebagai fasilisator, motivator dan innovator.
Makalah ini membahas tentang Pola Hubungan Guru dan Murid yang disajikan dalam bahasa yang sederhana, dibimbing oleh Dr. Sri Suyanta, MA sebagai dosen pengasuh Mata Kuliah Sejarah Khazanah Pendidikan Islam, Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry semester II Jurusan Pendidikan Islam-II tahun 2012.
Metode pengkajian makalah ini adalah telaah perpustakaan dengan mengupulkan berbagai konsep untuk mengukuhkan analisa yang lebih tajam. Sitematika pembahasan makalah ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu; bagian pertama pendahuluan, bagian kedua pembahasan dan bagian ketiga penutup. Adapun temuan-temuan signifikan penulis paparkan pada akhir bahagian kedua "Analisa Penulis".
B.  Makna Kerja Guru Bagi Murid
Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan pengetahuan kepada anak didik. Sementara anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Keduanya merupakan unsur paling vital di dalam proses belajar-mengajar. Sebab seluruh proses, aktivitas orientasi serta relasi-relasi lain yang terjalin untuk menyelenggarakan pendidikan selalu melibatkan keberadaan pendidik dan murid sebagai aktor pelaksana.[2]
Hal itu sudah menjadi syarat mutlak atas terselenggaranya suatu kegiatan pendidikan. Dengan mendasarkan pada pengertian bahwa pendidikan berarti usaha sadar dari pendidik yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas murid, terkandung suatu makna bahwa proses yang dinamakan pendidikan itu tidak akan pernah berlangsung apabila tidak hadir pendidik dan murid dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar.[3] Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidik dan murid merupakan pilar utama terselenggaranya aktivitas pendidikan.
Pendidik dan murid merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh manusia-manusia yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai dunia pendidikan. Masing-masing posisi yang melekat pada kedua pihak tersebut mewajibkan kepada mereka untuk memainkan seperangkat peran berbeda sesuai dengan konstruksi struktural lingkungan pendidikan yang menjadi wadah kegiatan mereka. Antara pendidik dan murid terikat oleh suatu tata nilai terpola yang menopang terjadinya proses belajar mengajar sesuai dengan posisi yang diperankan.[4] Semenjak penyusunan perencanaan pengajaran sampai kepada evaluasi pengajaran telah melibatkan proses hubungan timbal balik antara guru dan murid baik secara langsung maupun tidak langsung demi mencapai tujuan kegiatan.[5]
Tentu saja melihat ciri khas tujuan tersebut mengindikasikan bahwa iklim dan orientasi belajar-mengajar selalu mengupayakanterjalinnya transformasi nilai substansi pendidikan agar sampai pada level pemahaman para murid dengan indikasi terpenuhinya kriteria peningkatan kemampuan pribadi baik pada ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik.[6]
Selain itu proses perembesan nilai dominan tersebut tentunya menyebar dan mendapat reaksi aktif dari para murid dengan beragam kemampuan, identitas, karakter individu maupun kelompok serta unsur sosial lain yang ikut terlibat dalam atmosfir orientasi edukatif rupanya berhasil menciptakan keragaman pola hubungan beserta aneka ragam hasil dari interaksi belajar mengajar antara guru dan murid di dalam lingkungan belajarnya.[7] Semua proses itu merupakan konsekuensi logis atas terbentuknya dunia sekunder aktivitas sekelompok manusia bernama lingkungan pendidikan yang di dalamnya mencakup kompleksitas aktivitas individu, kelompok dan sub-kultur lain yang ikut terlibat. Sehingga apapun yang terlaksana juga mengikutsertakan jaring-jaring nilai, peran, status, hak dan kewajiban serta implikasi-implikasi sosial lainnya.[8]
Sebagai salah satu sistem organisasi aktivitas manusia, dunia pendidikan memiliki perangkat-perangkat sistemik yang mengikutsertakan unsur internal maupun eksternal guna membantu upaya pencapaian tujuan kelembagaannya. Dalam dimensi sosial, lembaga pendidikan merupakan bagian dari pranata sistem sosiokultural masyarakat luas yang secara spesifik bertugas memelihara kelangsungan hasil kerja peradaban masyarakat agar dirangkai menjadi ragam aktivitas belajar-mengajar demi menjamin kelestarian produk masyarakat serta kualitas manusia-manusia penerus kebudayaan.[9]
Hakikat hubungan pendidikan dengan masyarakat ini mempengaruhi eksistensi serta dinamika antarkomponen dalam wilayah internal lembaga pendidikan. Sehingga untuk hal yang lebih khusus, hubungan guru dan murid tidak lepas dari jaring pengaruh komponen lain di wilayah kelembagaanya juga kekuatan-kekuatan eksternal yang secara laten ikut terlibat aktif mewarnai dinamika interaksi guru dan murid.[10]
Sedikit ilustrasi tersebut dapat menegaskan bahwa makna kerja guru terhadap murid dalam ruang pendidikannya bukanlah sekadar aktivitas sederhana yang terisolasi dari konteks pembentuk serta keanekaragaman implikasi sosialnya. Menyadari hal demikian, kiranya dapat dipahami bahwa aktivitas belajar-mengajar antara guru dengan murid merupakan salah satu gejala social yang memiliki keterkaitan erat dengan rangkaian latar belakang serta konsekuensi sosialnya. Oleh sebab itu, dalam kerangka tersebut segi-segi hubungan guru dan murid menjadi salah satu topik bahasan dalam sosiologi pendidikan.  Dalam hal ini, kacamata sosiologi pendidikan akan meneropong segala hal yang berkaitan dengan interaksi edukatif antara guru dan murid dalam konteks sosialnya.

C.  Sikap Guru Terhadap Murid
Akhlak guru yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas menghadapi para siswa telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Menurut Ibnu Jama’ah, dalam Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam
Seorang guru dalam menghadapi muridnya hendaknya: (1). Bertujuan mengharapkan ridho dari Alloh, (2). Memiliki niat yang baik, (3). Menyukai ilmu dan mengamalkannya, (4). Memberikan peluang terhadap pelajaran yang menunjukkan kecerdasan dan keunggulan, (5). Memberikan pemahaman menurut kadar kesanggupan muridnya, (6). Mendahulukan pemberian pujian daripada hukuman, (7). Menghormati muridnya, (8). Memberikan motivasi kepada para siswa agar giat belajar, (9). Memperlakukan siswa secara adil tidak pilih kasih, (10). Memberikan bantuan kepada pelajar sesuai dengan kesanggupannya, (11). Bersikap  rendah hati.[11]

Seorang guru harus mengetahui dan memahami gejala aktivitas jiwa murid. Murid memiliki karakteristik yang unik yang perlu dipahami oleh para guru. Pengetahuan tentang karakteristik psikologis murid yang berkaitan dengan aktivitas umum jiwa murid sangat penting bagi para guru dalam memahami murid secara individual untuk menyukseskan pembelajaran di kelas. Adapun gejala umum aktifitas jiwa murid yang perlu menjadi perhatian bagi seorang guru adalah; perhatian, pengamatan, persepsi, fantasi, ingatan, berfikir, motif, sikap, minat dan sebagainya. Itu semua gejala-gejala aktifitas jiwa yang sangat perlu diperhatikan bagi seorang guru.[12] 
Adapun kualitas sikap guru terhadap murid bisa dilihat dari cara guru untuk memahami muridnya. Apabila guru itu bisa memahami siswanya mulai dari yang kemampuannya rendah sampai yang mempunyai kemampuan tinggi maka hubungan guru dan murid bisa berjalan dengan baik dan sikap guru itu merupakan cerminan dari sifat dan kepribadian guru tersebut.

D.  Sikap Murid terhadap Guru
Secara moral, pada umumnya sikap murid sama dengan sikap guru, yaitu sama-sama mengedepankan akhlak, saling menghargai dan menjalankan peran sesuai porsi dalam menyerab dan member ilmu. Semua guru berasal dari murid, maka murid harus mampu bersikap sebagai pribadi yang berakhlak dan murid harus mampu bersikap sebagai penuntut ilmu.[13]
Sebagai pribadi, seorang murid harus bersikap rendah hati pada ilmu dan guru. Selanjutnya murid sebagai penuntut ilmu  harus belajar bersungguh-sungguh agar dapat menangkap pelajaran dan mengamalkannya. Dengan cara demikian ia akan menjadi insan yang berilmu dan beramal, ia menjaga keridhaan gurunya, tidak menggunjing gurunya, mencegah orang lain yang menggunjing gurunya.

E.     Hubungan Guru dan Murid Sebagai Interaksi Edukatif
Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan kehadiran manusia lain. Keberadaan manusia selain diri kita menyebabkan proses hubungan timbal-balik terjadi secara alamiah. Proses jalinan hubungan antar individu maupun kelompok terjadi dalam rangkaian upaya memenuhi kebutuhan. Motif saling membutuhkan yang berbeda-beda jenis kebutuhan membuat manusia saling melayani kebutuhan manusia lain. [14]
Kecenderungan manusia untuk berhubungan melahirkan komunikasi dua arah melalui bahasa yang mengandung tindakan dan perbuatan. Oleh karena ada aksi dan reaksi, maka interaksi pun terjadi. Oleh karena itu, interaksi akan berlangsung bila ada hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih.[15]
Ilustrasi tentang interaksi di atas adalah interaksi manusia yang lazim terjadi dalam masyarakat. Hal itu berbeda dengan interaksi edukatif, interaksi tersebut dilakukan secara alamiah tanpa dilandasi pedoman tujuan yang mengikat. Mereka melakukan interaksi dengan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, interaksi antara manusia selalu mempunyai motif-motif tertentu guna memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan mereka masingmasing.
Interaksi yang berlangsung di sekitar kehidupan manusia dapat diubah menjadi “interaksi yang bernilai edukatif”, yakni interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Interaksi yang bernilai pendidikan ini dalam dunia pendidikan disebut sebagai “interaksi edukatif”. [16]
Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga interaksi itu merupakan hubungan yang bermakna dan kreatif. Semua unsur interaksi edukatif harus berproses dalam ikatan tujuan pendidikan. Oleh karena itu, interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.[17]
Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang mengandung sejumlah norma. Semua norma itulah yang harus guru transfer kepada anak didik. Oleh karena itu, wajarlah bila interaksi edukatif tidak berproses dalam kehampaan, tetapi dalam penuh makna. Interaksi edukatif sebagai jembatan yang menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan, yang mengantarkan kepada tingkah laku sesuai dengan pengetahuan yang diterima anak didik.[18] Dengan demikian dapat dipahami bahwa interaksi edukatif adalah hubungan dua arah antara guru dan anak didik dengan sejumlah norma sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan.


F.     Pola Hubungan Guru Murid dalam Perspektif Qur'an dan Hadits
Sebelum lebih jauh penulis memaparkan hubungan guru-murid perspektif hadis, maka perlu penulis tegaskan bahwa kajian di seputar ini sama saja dengan membicarakan etika guru-murid perspektif hadis. Disebut demikian, karena pembicaraan ini pasti menyangkut hubungan atau interaksi bernilai positif guru-murid. Interaksi bernilai positif tentu sama saja dengan interaksi etis guru-murid. Oleh karena itu, kajian hubungan guru-murid sama artinya dengan etika guru-murid.
Kajian ini akan didasarkan kepada suatu perspektif bahwa Nabi SAW dalam hal ini sebagai contoh guru sempurna. Oleh karena itu, interaksinya dengan para sahabat menjadi fokus pembahasan ini. Secara lebih rinci, bagaimana Nabi memberlakukan para sahabat yang nota bene muridnya, mendidik mereka, berbicara kepada mereka, menyayangi mereka dan menjalin persahabatan dengan mereka.
Di antara point penting hubungan guru-murid perspektif hadis sebagai berikut:

1.      Menjadikan guru sebagai suri tauladan yang baik kepada murid
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Anak memandang pendidik sebagai figure terbaik, yang tindak-tanduk dan sopan-santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru. Bahkan perkataan, perbuatan dan tindak-tanduk guru akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.
Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya, jika pendidik adalah seorang pembohong, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina.
Allah SWT telah mengajarkan — dan Dia adalah peletak metode samawi yang tiada taranya — bahwa Rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia, adalah seorang pendidik yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya, menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan akhlak yang terpuji. Allah mengutus Nabi Saw sebagai teladan yang baik bagi kaum muslimin sepanjang sejarah, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang menerangi dan purnama yang memberi petunjuk. Allah berfirman dalam surat al-Ahzab/33 ayat 21:
لقد كان لكم في رسول الله اسوة حسنة
Artinya: Sesumngguhnya telah ada pada( diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik.
Dalam al-Ahzab/33 ayat 45-46 disebutkan sebagai berikut:
يا ايها النبي انا ارسلناك شاهدا ومبشرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا
Artinya: Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepad agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.
Allah meletakkan pada diri Nabi yang mulia suatu bentuk yang sempurna bagi metode pendidikan yang islami, agar menjadi gambaran yang hidup dan abadi bagi generasi-generasi umat selanjutnya dalam kesempurnaan akhlak dan universalitas keagungan kepribadian.
Aisyah pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah, beliau berkata:
حدثنا عبد الله حدثني ابي ثنا عبد الرزاق عن معمر عن قتا دة عن زرارة عن سعد بن هشام قال سالت عاءشة فقالت اخبرني عن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت:  كان خلقه القران
Artinya: …Akhlaknya adalah al-Qur`an.
Ungkapan Aisyah tersebut tentu tidak mengherankan karena karena Allah Yang Maha Sucilah yang telah mendidiknya secara langsung dalam suasana pendidikan yang mulia. Hal demikian sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan Askari dan Ibnu Sam’ani sebagai berikut:
ادبني ربي فاحسن تاءديبي
Artinya: Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku.


[1]Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007), h. 97
[2] Suparlan, Guru Sebagai Profesi, (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006), h. 37-39.

[3] Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008),  h.52

[4]  Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 1992), h. l29

[5] Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar…, h. 97

[6] Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), h. 49

[7] Supiana dan M. Karman, Materi..., h. 50

[8] M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amzah, 2006), h. 74

[9] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Persada, 2003), h. 40

[10] Suparlan, Guru…, h. 41
[11] Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar…, h. 98

[12]Abdul Hadis, Psikologi Dalam Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006), h.  21-22

[13] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyanti, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rinika Cipta, 2001), h. 54

[14] Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, tt), h. 167-168

[15] Sanapiah Faisal, Sosiologi…,  h. 167-168

[16] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 71

[17] Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 39

[18] Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1986), h. 37-38

Pola Hubungan Guru dan Murid II Ridwan, MA

1.      Berbicara kepada murid dengan lembut dan wajah senyum
Nabi Saw mengajarkan supaya memilih kata-kata yang santun ketika berbicara kepada siapa pun, apalagi kepada murid-murid yang mendengarkan penyampaian ilmu dari seorang guru. Suatu hal yang memalukan bila seorang guru mengucapkan kata-kata yang seronok dan kurang baik kepada murid-murid. Juga suatu kesalahan jika seorang guru menganggap bahwa dengan kata-kata yang kurang santun akan membuat ia lebih dekat kepada para murid. Tindakan yang demikian akan berakibat dilecehkannya seorang guru oleh murid. Kata-kata yang indah dan menyentuh kalbu justru akan membekas lama dalam hati murid, dan akan membimbingnya dengan efektif. Rasulullah Saw bersabda:
حدثنا هناد حدثنا عبدة عن محمد بن عمر وحدثني ابي عن جدي قال: سمعت بلال بن الحرث المزني صاحب رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:  ان احدكم ليتكلم بالكلمت من رضوان الله ما يظن ان تبلغ ما بلغت فيكتب الله له بها رضوانه الى يوم يلقاه وان احدكم ليتكلم بالكلمت من سخط الله ما يظن  ان تبلغ ما بلغت فيكتب الله عليه بها سخطه الى يوم يلقاه
Artinya: Sesungguhnya di antara kalian ada yang mengucapkan kata-kata (baik) yang diridhai Allah, dan tidak tahu kadar derajat kemuliaan kata-kata itu. Maka dengan kata-kata tersebut, Allah melimpahkan ridha-Nya kepada orang itu hingga hari perjumpaan nanti (Hari Kiamat). Dan sesungguhnya di antara kalian ada yang mengucapkan kata-kata (buruk) yang dimurkai Allah, dan dia tidak tahu kadar derajat kehinaan kata-kata itu. Maka dengan kata-kata tersebut Allah menetapkan murka-Nya kepada orang tersebut hingga hari perjumpaan nanti (Hari Kiamat).
Seorang guru ketika menyampaikan ilmu dan melakukan interaksi edukatif kepada murid-muridnya hendaklah dengan raut wajah yang tulus dan senyum. Rasulullah Saw menjadi contoh sempurna tentang hal ini. Perihal senyum Rasulullah, Abu Darda` berkata:
حدثنا عبد الله حدثني ابي ثنا زكريا بن عدي انا بقية عن حبيب بن عمر الانصاري عن شيخ يكني ابا عبد الصمد قال سمعت ام الدرداء نقول: كان ابو الدرداء اذا حدث حديثا تبسم فقلت لا يقول الناس انك اي امحق فقال: <ما رايت او ما سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يحدث حديثا الا تبسم>
Artinya:Tidak pernah saya melihat atau mendengar Rasulullah Saw mengatakan suatu perkataan kecuali sambil tersenyum.

Jabir r.a. juga mengatakan sebagai berikut:
حدثنا احمد بن منيع حدثنا معاوية بن عمر وحدثنا زاءدة عن اسماعيل بن ابي خالد عن قيس عن جرير قال: <ما حجبني رسول الله صلى الله عليه و سلم منذ اسلمت ولا راني الا تبسم>
Artinya:Rasulullah Saw tidak pernah terpisahkan dariku sejak aku masuk Islam, dan beliau tidak pernah melihatku kecuali sambil tersenyum.
Raut wajah yang senyum menunjukkan ketulusan, dan memancarkan cahaya kebahagiaan kepada orang lain. Secara psikologis, murid-murid akan merasakan keceriaan dan kelapangan hati seorang guru ketika berinteraksi dengan mereka. Al-Quran memberi penegasan bahwa berhati lembut dan berkata santun di antara kunci kesuksesan mendidik manusia. Perkataan lembut bahkan dapat melembutkan hati yang keras. Sebagai contoh, Nabi Musa dituntun oleh Allah SWT agar menyampaikan perkataan yang lembut untuk menyampaikan pesan kebenaran kepada Fir’aun yang kejam. Allah berfirman dalam surat Taha/20 ayat 43-44:
هذهبا الى فرعون انه طغى () فقولا له قولا لينا لعله يتذكر او يخشى
Artinya:Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas; maka bicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.
Di samping itu, seorang guru juga tidak boleh tergesa-gesa dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan kepada para siswa. Karena hal ini akan membuat mereka sukar memahami dan mencerna perkataan guru. Hal ini sebagaimana hadis yang berasal dari Aisyah sebagai berikut:
حدثنا سليمان بن داود المهري أخبرنا ابن وهب أخبرني يونس عن ابن شهاب أ عروة بن الزبير حدثه
 : أن عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم قالت ألا يعجبك أبو هريرة ؟ جاء فجلس إلى جانب حجرتي يحدث عن رسول الله صلى الله عليه و سلم يسمعني ذلك وكنت أسبح ( أسبح أرادت أنها كانت تتنفل ) فقام قبل أن أقضي سبحتي ولو أدركته لرددت عليه إن رسول الله صلى الله عليه و سلم لم يكنيسرد الحديث مثل سردكم .
قال الشيخ الألباني : صحيح
Artinya: …sesungguhnya Rasulullah Saw dalam berbicara tidak tergesa-gesa (hingga susah dipahami) seperti pembicaraan kalian.

2.      Menunjukkan sikap lemah lembut dan kasih sayang kepada murid
Guru harus menunjukkan dirinya sebagai orang yang selalu memperhatikan dan mengupayakan kebaikan untuk para murid tanpa pamrih. Tidak membeda-bedakan mereka, meskipun latar belakang mereka sangat beragam. Kasih sayang guru tidak saja kepada murid yang patuh dan hormat, tetapi juga kepada murid yang nakal. Guru dalam konteks kasih sayang ini tidak akan pernah merasakan terhina dan rendah diri dihadapan guru. Nabi Saw banyak memberi contoh akan kasih sayang ini dan para sahabat mencontohnya. Kasih sayang yang mereka tunjukkan dipuji oleh Allah sebagai kasih sayang yang melebihi terhadap diri mereka sendiri. Allah berfirman dalam surat Al-Hasyr/59 ayat 9:
ويؤثرون على انفسهم ولو كان بهم خصاصة ومن يوق شح نفسه فاولئك هم المفلحون
Artinya:Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Sifat mengutamakan orang lain dalam kasih sayang ini adalah sifat Rasulullah SAW. Allah-pun menyebut beliau sebagai ‘ala khuluqin azim, yakni berada di atas akhlak yang luhur atau agung.  Sebagian di antara contoh kasih sayang yang luhur itu sebagai berikut:
حدثني زهير بن حرب حدثنا جرير بن عبدالحميد عن فضيل بن غزوان عن أبي حازم الأشجعي عن أبي هريرة قال : جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال إني مجهود فأرسل إلى بعض نسائه فقالت والذي بعثك بالحق ما عندي إلا ماء ثم أرسل إلى أخرى فقالت مثل ذلك حتى قلن كلهن مثل ذلك لا والذي بعثك بالحق ما عندي إلا ماء فقال ( من يضيف هذا الليلة رحمه الله ) فقام رجل من الأنصار فقال أنا يا رسول الله فانطلق به إلى رحله فقال لامرأته هل عندك شيء ؟ قالت لا إلا قوت صبياني قال فعلليهم بشيء فإذا دخل ضيفنا فأطفئي السراج وأريه أنا نأكل فإذا أهوى ليأكل فقومي إلى السراج حتى تطفئيه قال فقعدوا وأكل الضيف فلما أصبح غدا على النبي صلى الله عليه و سلم فقال ( قد عجب الله من صنيعكما بضيفكما الليلة ) [ ش ( إني مجهود ) أي أصابني الجهد وهو المشقة والحاجة وسوء العيش والجوع ]
Artinya: …Suatu ketika ada seorang tamu datang kepada Nabi SAW. Ketika itu seluruh istri beliau tidak memiliki apa-apa kecuali air. Maka Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang mau menjamu tamu ini, maka Allah akan merahmatinya.” Seorang laki-laki kaum Ansar berdiri dan berkata, “Saya akan menjamunya wahai Rasulullah”. Maka diajaknya tamu tersebut ke rumahnya. Sesampai di rumah dia berkata kepada istrinya, “Apakah engkau masih memiliki sesuatu? Sang istri menyahut, “Tidak, selain sedikit jatah buat anak kita.” Maka diapun berkata kepada istrinya, “Bujuk dan iming-imingi anak-anak dengan sesuatu, kemudian apabila tamu kita masuk rumah matikanlah lampu dan buatlah kesan bahwa kita juga sedang makan. Apa bila nanti tamu sudah siap makan, maka kamu segera mematikan lampu tersebut. Berkata perawi, “Mereka sekeluarga hanya duduk-duduk saja (tidak makan), sedangkan tamunya makan. Lalu pada pagi harinya orang tersebut datang kepada Rasulullah Saw. Nabi bersabda, “Allah takjub dengan tingkah kalian berdua terhadap tamu kalian tadi malam.

Contoh lain adalah pengalaman Sa’ad bin ar-Rabi’ dengan Abdurrahman bin Auf ketika mereka dipersaudarakan oleh Rasulullah di Madinah. Abdurrahman mengisahkan sebagai berikut:
حدثنا عبد العزيز بن عبد الله حدثنا إبراهيم بن سعد عن أبيه عن جده قال قال عبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه : لما قدمنا إلى المدينة آخى رسول الله صلى الله عليه و سلم بيني وبين سعد بن الربيع فقال سعد بن الربيع إني أكثر الأنصار مالا فأقسم لك نصف مالي وانظر أي زوجتي هويت نزلت لك عنها فإذا حلت تزوجتها قال فقال عبد الرحمن لا حاجة لي في ذلك هل من سوق فيه تجارة ؟ . قال سوق قينقاع قال فغدا إليه عبد الرحمن فأتى بأقط وسمن قال ثم تابع الغدو فما لبث أن جاء عبد الرحمن عليه أثر صفرة فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( تزوجت ) . قال نعم قال ( ومن ) . قال امرأة من الأنصار قال ( كم سقت ) . قال زنة نواة من ذهب أو نواة من ذهب فقال له النبي صلى الله عليه و سلم ( أولم ولو بشاة )
Artinya: …Ketika kami sampai di Madinah, Rasulullah SAW mempersaudarakan aku dengan Sa’ad bin ar-Rabi’. Maka Sa’ad bin ar-Rabi’ mengatakan: “Sesungguhnya aku adalah orang Anshar yang paling kaya, maka akan aku bagikan untukmu separuh hartaku, dan silakan kau pilih mana di antara dua istriku yang kau inginkan, maka akan aku lepaskan dia untuk engkau nikahi. Perawi mengatakan,”Abdurrahman berkata, “Tidak usah, aku tidak membutuhkan yang demikian itu….” 
Nabis SAW juga mengingatkan agar pendidik menunjukkan sikap lemah lembut kepada murid. Bukhari meriwayatkan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها أَنَّ يَهُودَ أَتَوُا النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ . فَقَالَتْ عَائِشَةُ عَلَيْكُمْ ، وَلَعَنَكُمُ اللَّهُ ، وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ . قَالَ « مَهْلاً يَا عَائِشَةُ ، عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ ، وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ وَالْفُحْشَ »
Artinya: …hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras serta keji.
Dalam hadis lain, al-Ajiri meriwayatkan:
عرفوا ولا تعنفوا
Artinya: Bersikaplah ma’ruf (baik) dan jangan kalian bersikap keras.
Muslim meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari, bahwa Rasulullah mengutusnya bersama Mu’adz ke Yaman, lalu beliau bersabda kepada mereka:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو سَمِعَهُ مِنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- بَعَثَهُ وَمُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ لَهُمَا « بَشِّرَا وَيَسِّرَا وَعَلِّمَا وَلاَ تُنَفِّرَا ».
Artinya: …Gembirakan dan permudahlah. Ajarkanlah ilmu dan janganlah kalian berlaku tidak simpati.
Berdasarkan hadis-hadis di atas, anak (peserta didik) — dengan arahan nabawiini — harus dipandang sebagai tingkat usia yang harus mendapatkan pemeliharaan, kelemahlembutan, dan kasih sayang. Analisis ini akan lebih kuatk lagi jika dilihat apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw tentang sikap kasih sayang beliau kepada anak-anak.

3.      Sikap memuliakan, menghormati dan tawadhu’ kepada guru
Sebagai murid, maka guru harus diperlakukan lebih dari orang pada umumnya. Hal ini karena para guru sesungguhnya pewaris para Nabi. Para guru yang mengajarkan kebaikan kepada manuusia dido’akan oleh Allah dan para penghuni langit dan bumi. Para guru mewariskan kepada para muridnya ilmu, yang membuat murid mencapai pribadi utama. Nabi SAW mengatakan, dengan diwariskannya ilmu kepada murid, maka murid mendapat keberuntungan yang sangat besar. Nabi Saw bersabda:
أخبرنا يعقوب بن إبراهيم ثنا يزيد بن هارون ثنا الوليد بن جميل الكتاني ثنا مكحول قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : فضل العالم على العابد كفضلي على أدناكم ثم تلا هذه الآية { إنما يخشى الله من عباده العلماء  إن الله وملائكته وأهل سماواته وأرضيه والنون في البحر يصلون على الذين يعلمون الناس الخير
Artinya: …Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya, para penghuni langit dan bumi, hingga semut yang ada di dalam tanah (di tempat tinggalnya) dan ikan hiu yang ada di dasar laut mendo’akan kepada orang  yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.
Dalam hadis lain Rasulullah SAW menjelaskan:
حدثنا محمود بن خداش البغدادي حدثنا محمد بن يزيد الواسطي حدثنا عاصم بن رجاء بن حيوة عن قيس بن كثير قال : قدم رجل من المدينة على أبي الدرداء وهو بدمشق فقال ما أقدمك يا أخي ؟ فقال حديث بلغني أنك تحدثه عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال أماجئت لحاجة ؟ قال لا قال أما قدمت لتجارة ؟ قال لا قال ما جئت إلا في طلب هذا الحديث ؟ قال فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول من سلك طريقا يبتغي فيه علما سلك الله له طريقا إلى الجنة وإن الملائكة لتضع أجنحتها رضاء لطالب العلم وإن العالم ليستغفر له من في السموات ومن في الأرض حتى الحيتان في الماء وفضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواب إن العلماء ورثة الأنبياء إن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذ به أخذ بحظ وافر قال الشيخ الألباني : صحيح
Artinya: Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena rida kepada pencari ilmu (mereka meletakkan sayap-sayapnya sebagai bentuk pengagungan kepada orang yang menuntut ilmu). Sesungguhnya makhluk yang ada dilangit dan di bumi hingga ikan-ikan paus yang ada di laut memintakan ampunan kepada Allah untuk orang yang berilmu. Keutamaan orang alim terhadap ahli ibadah seperti keutamaan rembulan terhadap semuan bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Dan para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu, maka dia telah mengambil keberuntungan yang sangat besar.
 Peran guru begitu besar untuk mengangkat murid dari kejahilan. Oleh karena itu sangat pantas mereka mendapat penghormatan dari murid-muridnya. Guru (bahasa Arab: mu’allim) bagaikan mengalirkan samudera ilmu di atas bumi yang tandus, dan membuat bumi jadi subur, dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan hijau, sehingga menghasilkan buah-buahan yang matang.
Murid — baik laki-laki maupun perempuan — wajib memandang sang guru dengan pandangan penuh hormat, memuliakan, dan tawadhu`. Khalifah dan Quthub mengatakan: Sungguh ke-tawadhu’-anmu kepadanya adalah keagungan dan kemuliaan yang ada pada dirimu. Oleh karena itu, hak seorang guru terhadap diri kita adalah mendapat penghormatan, didengarkan, tidak meninggikan suara di atas suaranya, dan tidak merendahkannya. Begitu juga, wajib bagi kita untuk mematuhi nasihat-nasihatnya dan merengkuh ridanya.
Guru, bahkan bagaikan orang tua bagi murid. Karena memang guru telah menggantikan peran orang tua dalam hal mendidik atau membuat anak-anak beradab. Seorang penyair berkata:
Aku anggap guruku seperti orang tuaku
Kemuliaan dan keluhuran aku peroleh dari orang tuaku
Dia sang pembimbing rohku, dan roh adalah inti
Dia sang pembimbing jasadku, dan jasad seperti kulit kerang.
Ali karramallahu wajhah mewasiatkan tentang tatakrama murid kepada guru sebagai berikut: Di antara hak yang harus kamu tunaikan kepada orang alim ialah memberikan salam penghormatan secara khusus, duduk di depannya, tidak memberi isyarat di sisinya dengan tangan, tidak sekali-kali memberi isyarat dengan mata, tidak sekali-kali mengatakan: “kata fulan” yang berseberangan dengan ucapannya, tidak mendahului di tempat duduknya, tidak memegangi bajunya, tidak terus mendesak ketika bosan, dan tidak jemu bergaul lama dengannya. Sesungguhnya orang alim itu laksana pohon kurma. Kamu melihat kapan jatuh sesuatu dari pohon itu kepadamu. Orang beriman yang alim itu lebih agung pahalanya dibanding orang yang berpuasa lagi berperang di jalan Allah. Jika orang alim mati, terjadilah keretakan tempat di dalam Islam yang tidak bisa ditambal dengan apa pun sampai hari kiamat.

Penghormatan mereka terhadap seorang alim, bukan berarti kehilangan daya kritis mereka. Ibnu Abbas pernah berbeda pendapat dengan Umar, Ali dan Zaid bin Tsabit. Mereka mengambil ilmu dengan tulus dari siapa saja, tanpa melihat status social seorang alim. Al-Maliki mengatakan: “Mereka juga mengambil ilmu dari ahlinya, bagaimanapun latar belakang atau keturunannya, seperti periwayatan mereka dari mawali (golongan hamba sahaya yang dimerdekakan). Sahabat Abu Bakar, Umar, Usamah, dan Ibnu Umar pernah meriwayatkan dari Bilal. Mereka bersegera kembali kepada kebenaran jika kebenaran terlihat dan diakui olehnya. Sikap Umar dalam ucapannya sangat jelas, “Perempuan itu benar dan Umar salah.” Kala seseorang melakukan gugatan kepada Ali r.a., dia berkata, “Kamu benar dan aku salah. Dan di antara tiap-tiap orang alim itu ada Zat Yang Maha Alim".