Total Tayangan Halaman

Kamis, 10 Desember 2015

Psikologi Pendidikan Vygosky Vs Piget; Ridwan, MA

Perbandingan Teori Piaget dengan Teori Vygotsky
A. Teori Piaget
1.  Dasar Teori
            Teori kognitif dari Jean Piaget ini masih tetap diperbincangkan dan diacu dalam bidang pendidikan. Teori ini mulai banyak dibicarakan lagi kira-kira permulaan tahun 1960-an. Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya.
            Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu:
1)      Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf;
2)      Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya;
3)      Interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan
4)      Ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
            Sistem yang mengatur dari dalam mempunyai dua faktor, yaitu skema dan adaptasi. Skema berhubungan dengan pola tingkah laku yang teratur yang diperhatikan oleh organisma yang merupakan akumulasi dari tingkah laku yang sederhana hingga yang kompleks. Sedangkan adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang terdiri atas proses asimilasi dan akomodasi.
Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak yang dibagi ke dalam empat periode, yaitu :
1)      Periode sensori-motor ( 0 – 2,0 tahun )
2)      Periode pra-operasional (2,0 – 7,0 tahun )
3)      Periode operasional konkret ( 7,0 – 11,0 tahun )
4)      Periode opersional formal ( 11,0 – dewasa )
            Piaget memperoleh gelar Ph.D dalam biologi pada umur 21, ia kemudian tertarik pada psikologi dan mempelajari anak-anak abnormal di salah satu rumah sakit di Paris. Pada periode hidupnya, Piaget semakin tertarik pada logika anak dan metode berpikir yang berbeda-beda yang digunakan anak dalam menjawab peertanyaan pada usia yang berbeda pula. Selanutnya Piaget bekerja melakukan penelitian selama kurang lebih 40 tahun. Studinya dipusatkan pada persepsi anak dalam pemahamannya mengenai alam/benda, jumlah, waktu, perpindahan, ruang, dan geometri. Ia menganalisis operasi-operasi mental yang digunakan oleh anak, cara berpikir simbolis dan logika mereka.
            Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.
           
2.  Implikasi Terhadap Pendidikan
            Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual.  Perkembangan intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehingga perkembangan intelektual ini dapat dijadikan landasan untuk memahami belajar.
            Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a.       Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b.      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c.       Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d.      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e.       Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Zona perkembangan proksimal adalah sebuah konsep yang diciptakan oleh psikolog mani Lev Vygotsky. Menurut Vygotsky, zona perkembangan proksimal "adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual seperti yang ditentukan oleh masalah pemecahan independen dan tingkat perkembangan potensial ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau bekerjasama dengan rekan-rekan mampu lebih." (Vygotsky, 1978) Dengan kata lain, itu adalah berbagai kemampuan bahwa seseorang dapat melakukan dengan bantuan, tetapi belum bisa melakukan secara mandiri. 
Vygotsky percaya bahwa interaksi teman sebaya merupakan bagian penting dari proses pembelajaran. Agar anak-anak untuk belajar keterampilan baru, ia menyarankan pasangan siswa lebih kompeten dengan yang kurang terampil. Ketika seorang siswa di zona pembangunan proksimal, menyediakan mereka dengan bantuan yang tepat dan alat-alat, yang ia disebut sebagai perancah, memberikan siswa apa yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan tugas baru atau keterampilan. Akhirnya, perancah dapat dihapus dan siswa akan dapat menyelesaikan tugas secara mandiri. Adalah penting untuk menyadari bahwa zona pembangunan proksimal adalah target bergerak. Sebagai seorang pelajar memperoleh keterampilan baru dan kemampuan, zona ini bergerak semakin maju. 
Sebagai contoh, seorang guru di kursus psikologi eksperimental mungkin awalnya memberikan perancah bagi siswa dengan melatih mereka langkah-demi-langkah melalui percobaan mereka. Selanjutnya, guru secara perlahan bisa menghapus perancah dengan hanya memberikan garis besar atau deskripsi singkat tentang bagaimana untuk melanjutkan. Akhirnya, siswa akan diharapkan untuk mengembangkan dan melaksanakan eksperimen secara mandiri.

B. Teori Vygotsky
1. Dasar Teori
            Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20.
            Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-an dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada tahun 1960-an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri.
          Vygotsky mengemukakan ada empat prinsip dasar kunci dalam pembelajaran, yaitu:
1)   Penekanan pada hakekat sosio-kultural pada pembelajaran (the sosiocultural of learning),
2)   Zona perkembangan terdekat (zone of proximal development),
3)   Pemagangan kognitif (cognitive appreticeship)
4)   Perancahan (scaffolding).




Keempat prinsip tersebut secara singkat dijelaskan berikut ini.
Prinsip pertama
          Menurut Vygotsky siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain dalam proses pembelajaran.
Prinsip kedua
          Menurut Vygotsky dalam proses perkembangan kemampuan kognitif setiap anak memiliki apa yang disebut zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) yang didefinisikan sebagai jarak atau selisih antara tingkat perkembangan anak yang aktual dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi yang bisa dicapai si anak jika ia mendapat bimbingan atau bantuan dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih berkompeten.
Prinsip ketiga
          Menurut Vygotsky adalah pemagangan kognitif, yaitu suatu proses dimana seorang siswa belajar setahap demi setahap akan memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan seorang ahli. Seorang ahli bisa orang dewasa atau orang yang lebih tua atau teman sebaya yang telah menguasai permasalahannya.
Prinsip keempat
          Menurut Vygotsky adalah perancahan atau scaffolding, merupakan satu ide kunci yang ditemukan dari gagasan pembelajaran sosial Vygotsky. Perancahan berarti pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian secara perlahan bantuan tersebut dikurangi dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka implikasi utama dari teori Vygotsky terhadap pembelajaran adalah kemampuan untuk mewujudkan tatanan pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok belajar yang mempunyai tingkat kemampuan berbeda dan penekanan perancahan dalam pembelajaran supaya siswa mempunyai tanggungjawab terhadap belajar. (dari berbagai sumber)

2.  Implikasi Terhadap Pendidikan

            Pengaruh karya Vygotsky terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith et al. (1998).
a.          Anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui  ZPD.
b.         Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak.berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif                    ( cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak.
c.          Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluasa menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya ( peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot et al. (1990) menjelaskan keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori Vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bis adengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.



Ulumul Qur'an Qira'at Qur'an ; Ridwan, MA

7. Qiraat
Qira’ah tujuh imam” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Sehubungan dengan pembahasan qira’at, ada yang masih kurang jelas bagi saya. Apakah yang dimaksud dengan qira’ah dari riwayat tujuh imam adalah bagaimana cara kita melafadzkan ayat-ayat al-Qur’an, ataukah juga termasuk bagaimana cara kita melagukan bacaan al-Qur’an?
Jazakallahu khairan.
Adhipati Yudhistira Indradinin
Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh,Alhamdulillah wash-shalatu wassalamu ‘ala rsulillah, wa ba’du
Istilah qiraat yang biasa digunakan adalah dialek atau cara pengucapan. Contoh yang paling sering adalah imaalah. Sebagian orang Arab mengucapkan vocal ‘e’ sebagai ganti dari ‘a, pada beberapa lafadz Al-Quran. Misalnya ucapan ‘wadh-dhuhee wallaili idza sajee. Maa wadda’aka rabuka wa maa qolee … .
Ini adalah sebuah bentuk qiraat, di mana masing-masing imam punya beberapa lafadz bacaan yang berbeda. Namun di dalam mushaf yang kita pakai sehari-hari tidak terdapat tanda perbedaan bacaan itu. Kecuali kalau kita menelusuri kitab-kitab tafsir yang klasik. Biasanya kita akan menemukan penjelasan tentang perbedaan para imam dalam membaca masing-masing lafadz itu.
Sedangkan masalah perbedaan melagukan bacaan Al-Quran, tidak ada kaitannya dengan ilmu qiraat ini. Khusus untuk masalah melagukan Al-Quran, biasanya dijelaskan dalam nagham. yaitu seni melantunkan Al-Quran.
Nagham ini sendiri sebenarnya merupakan seni, bukan disiplin ilmu. Tepatnya seni melantunkan bacaan Al-Quran. Rupanya, dari berbagai wilayah negeri Islam berkembang seni membaca Al-Quran. Dalam pelajaran nagham, kita mengenal ada jenis-jenisnya, seperti
Nahawand, Bayati, Hijjaz, Shaba, Rast, Jaharkah, Sika dan lainnya. Semua jenis lagu atau irama itu tidak ada kaitannya dengan ilmu qiraat sab’ah. Semata-mata hanya seni melantunkan, tidak ada kaitannya dengan bagaimana melafadzkan ayat Al-Quran.
Umumnya para pembaca Al-Quran dari Mesir yang membawa seni baca Al-Quran ke negeri kita. Mereka mengajarkan berbagai macam lagu dan memberikan beragam variasinya serta membuat harmoni yang khas. Seni seperti itulah yang seringkali diperlombakan di even musabaqah tilawatil quran . Meski bukan satu-satunya jenis perlombaan, tetapi biasanya yang paling mencuat memang masalah seni membaca.

Sedangkan bacaan qiraat sab’ah justru merupakan cabang ilmu Al-Quran yang bersifat syar’i. Bahkan dalam banyak hal, perbedaan qiraat ini pun berpengaruh kepada perbedaan makna dan kesimpulan hukum. Sedangkan seni baca Al-Quran, sama sekali di luar hal ini. Sebab tujuannya adalah menyuguhkan bacaan Al-Quran seindah mungkin.

Ulumul Qur'an Rasmul Quran ; Ridwan, MA

Makalah Ulumul Qur’an – Rasmul Qur’an. Makalah yang kali ini akan saya coba posting adalah makalah karya Ahmad Fadhli Saputra, Khadijah, Siti Aisyah dan Sumarni. Makalah yang termasuk dalam kategori mata kuliah Ulumul Qur’an ini berjudul Rasmul Qur’an, sebelumnya baru ada satu makalah yang sudah saya share yaitu makalah kreasi saya sendiri dengan judul Nuzulul Qur’an.  Di lokal PAI Extension STAI Bengkalis yang saat ini sudah menginjak semester II mata kuliah ini diampu oleh dosen bapak Akhroji, S.Pd.I. Semoga saja makalah Ulumul Qur’an ini bisa bermanfaat.
Makalah Ulumul Qur’an – Rasmul Qur’an
BAB I
PENDAHULUAN
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah suatu pertanda diangkatnya Baginda sebagai seorang Nabi sekaligus Rasul yang mengemban amanat untuk mentablighkan tekstual dan kontekstual wahyu-wahyu tersebut kepada umat. Diharapkan umat yang bergelimang dengan dekadensi moral dan politheisme kembali ke jalan yang benar, menjadi manusia yang tidak diperbudak oleh kejumudan (stagnansi) berpikir. Baginda menginginkan kaum Quraisy menuju jalan kecerdasan dan kesempurnaan.
Setiap kali wahyu diturunkan oleh Jibril kepada Nabi maka Baginda segera mengajarkannya kepada para sahabat. Dari proses inilah kemudian muncul penulisan dan pembukuan Alquran sehingga setiap muslim di mana pun ia berada dapat memiliki dan mempelajarinya. Alquran yang ada di tangan kita sekarang bukan sekedar sebuah Kitab Suci akan tetapi bukti sejarah kecerdasan seeorang Nabi yang Ummy, kepedulian terhadap generasi dan regenerasi muslim berkualitas qur’any, dan kepekaan akan kondisi masa depan.
Dalam makalah ini, kami akan membahas bagaimana proses itu terjadi dan apa-apa saja motif yang mendorong penulisan dan pembukuan Alquran serta siapa saja tokoh-tokoh sahabat atau tabi’in yang terlibat dalam menghantarkan Alquran ke tengah peradaban dunia yang bersumber darinya.
Makalah ini juga membahas peran Alquran dalam merubah paradigma lama kaum Quraisy dalam sastera, sehingga ribuan bait syair yang mereka hafal berganti menjadi ribuan ayat-ayat Kalam Suci Sang Maha Suci. Bukan sekedar itu, bahkan mindsite mereka mengalami brain washing secara serta merta baik mereka sadari ataupun tidak karena Alquran memang sebuah Kitab Suci yang sempurna dan penyempurna Kitab Suci-Kitab Suci terdahulu.
BAB II
PEMBAHASAN
Periode Penulisan Al-Qur’an
A. Pada masa Rasululah
Pada masa Rasulullah masih hidup Alquran dipelihara sedemikia rupa, sehingga cara yang paling terkenal untuk memelihara Alquran adalah dengan menghafal dan menulisnya. Rasulullah di masa hidupnya menyampaikan wahyu kepada para sahabat dan memerintahkan agar sahabat menghafalnya dengan baik. Apa yang diperintahkan oleh Rasulullah dapat dilaksanakan dengan baik pula oleh para sahabat.
Alquran yang turun secara berangsur-angsur baik di Mekah maupun di Madinah sangat memudahkan dokumentasi yang dilakukan para sahabat. Alquran tidak turun sekaligus seperti proses pembelian di toko akan tetapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pada waktu itu.
Seperti yang diriwayatkan Ibnu Abbas : “Alquran diturunkan secara terpisah (perayat atau beberapa ayat) tidak persurah, maka yang diturunkan di Mekah kami tetapkan di Mekah walaupun penyempurnaannya di Madinah. Demikian juga yang diturunkan di Madinah, bahwasanya Alquran itu dipisah antara satu surah dengan surah yang lain, apabila turun Bismillahirrahmanirrahim maka mereka (para sahabat) mengetahui bahwa surah yang pertama sudah selesai dan dimulai dengan surah yang lain”.
A.1. Penulis Wahyu
Selain dari cara menghafal, Rasulullah memerintahkan agar para sahabat yang pandai menulis segera menuliskan ayat-ayat Alquran yang telah dihafal oleh mereka. Di antara sahabat yang diperintahkan untuk menulis ayat-ayat Alquran adalah:
1. 4 sahabat terkemuka, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali
2. Muawiyah bin Abu Sofyan
3. Zaid bin Tsabit
4. Ubay bin Ka’ab
5. Khalid bin Walid.
Mengenai para penulis Alqur’an yang disebut dengan istilah kuttab, Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i tidak menyebutkan 8 orang seperti yang dikemukakan oleh Abu Anwar, akan tetapi menurut mereka berdua bahwa para penulis wahyu itu ada 18 orang, yaitu:
1. Abu Bakar As-Siddiq
2. Umar bin Khattab
3. Usman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib
5. Ubay bin Ka’ab bin Qais
6. Zaid bin Tsabit
7. Zubair bin Awwam
8. Muawiyah bin Abu Sofyan
9. Arqom bin Maslamah
10. Muhammad bin Maslamah
11. Abban bin Sa’id bin ‘Ash
12. Khalid bin Sa’id bin ‘Ash
13. Tsabit bin Qais
14. Hanzalah bin Rabi’
15. Khalid bin Walid
16. Abdullah bin Arqam
17. Al-A’la bin Utbah
18. Syurahbil bin Hasanah.
Tetapi menurut Al-Hafizh Abu Qosim di dalam bukunya Tarikh Damsyiq bahwa para kuttab berjumlah 23 orang. Selain yang 18 orang yaitu: Abdullah bin Zaid bin Abdu Robbih, Mughiroh bin Syu’bah, As-Sijil, dan Arqom bin Abil Arqom.
A.2. Metode dan sarana penulisan
Setiap kali Nabi menerima wahyu maka Baginda membacakan wahyu tersebut di hadapan para sahabat lalu diperintahkan kepada para kuttab untuk menulisnya dan kemudian menyerahkannya kepada Nabi untuk disimpan. Sehingga Alquran benar-benar terjaga dan terpelihara walaupun Bangsa Arab pada masa itu terkenal dengan kemampuan menghafal data dalam jumlah yang banyak.
Tulisan yang ditulis oleh para penulis wahyu itu disimpan di rumah Rasul. Di samping itu mereka juga menulis untuk mereka sendiri. Di saat Rasul masih hidup Alquran belum dikumpulkan di dalam satu mushaf (buku yang berjilid).
Kondisi Bangsa Arab pada zaman Nabi belum begitu maju di bidang percetakan dan perusahaan kertas seperti di negeri Persia dan Romawi, maka alternatif yang kondisional adalah dengan menggunakan media yang ada di sekitar mereka seperti pelepah kurma, kepingan batu, kulit kayu, kulit dan tulang hewan, dan sebagainya.
Adapun tulisan Arab itu mula-mula diciptakan orang di Yaman, sebenarnya hurufnya sudah didapat dan dipakai orang sejak dari zaman dahulu kala, semasa Himyar memerintah di sana, konon kabarnya tatkala Al-Munzir mendirikan kerajaan di Hirah, tulisan Arab itu telah diajarkan dan dipelajari orang. Menurut Ridho orang-orang Arab belajar tulisan dari orang-orang Thaif yang dipelajari dari seorang laki-laki suku Hirah dan orang-orang Hirah mempelajarinya dari orang-orang Anbar. Huruf itu terpakai sampai kepada masa Sayyidina Umar memerintah di Kufah. Inilah sebabnya maka tulisan Arab itu dinamakan Huruf Kufi.
Tulisan yang dipakai pada masa Nabi Muhammad SAW adalah tulisan Kufi itu juga, dan yang membawa tulisan itu ke tanah Hijaz ialah Karb bin Umayyah, dan dengan demikian catatan-catatan ayat Alquran dalam masa Rasulullah dilakukan dengan tulisan itu.
A.3. Guru Alquran dan sarana belajar
Alquran tidak sekedar ditulis oleh para sahabat akan tetapi lebih dari itu senantiasa dipelajari dengan seksama, apalagi Nabi ada di tengah-tengah mereka sehingga menjadi rujukan utama dalam pemahaman kontekstual Alquran. Karena pemahaman Alquran secara tekstual saja tidak cukup untuk menjalani roda kehidupan di dunia ini.
Sangat diperlukan pendalaman dan penggalian terhadap kontekstual Alquran yang bahasanya tidak sekedar tersurat bahkan banyak sekali yang tersirat, oleh karena itu pembelajaran Alquran sudah berlangsung sejak zaman Nabi. Pemahaman yang salah tidak sekedar merusak diri pribadi bahkan menodai kemurnian syariat dan menyesatkan orang lain.
Metodologi pembelajaran pada zaman Nabi menurut Prof. Dr. H. Syamsul Nizar, M.Ag ada dua macam, pertama rumah Arqam bin Arqam dan kuttab. Kuttab adalah istilah tulis baca dan istilah kuttab juga berarti penulis wahyu, biasanya Nabi mendiktekan dan para sahabat menulis ayat yang didiktekan Nabi.
Maka pembelajaran Alquran sangat digalakkan oleh Nabi terutama kepada para muallaf. Belajar Alquran sangat didorong oleh Nabi sebagaimana diceritakan oleh Ubadah bin Shamit: “Apabila ada seorang yang hijrah (masuk Islam) Nabi menyerahkannya kepada salah seorang di antara kami untuk mengajarkannya. Di Mesjid Nabawi sering terdengar kegaduhan dalam membaca Alquran, sehingga Rasul memerintahkan kepada mereka agar jangan saling mengganggu”.
Di antara para sahabat yang terkenal sebagai guru mengajar Alquran kepada sesamanya dan kepada para tabi’in adalah:
1. Usman bin Affan
2. Ali bin Abi Thalib
3. Ubay bin Ka’ab
4. Zaid bin Tsabit
5. Ibnu Mas’ud
6. Abu Darda’
7. Abu Musa al-Asy’ari.
A.4. Motivasi menghafal Alquran
Di samping motivasi belajar Alquran, Nabi juga senantiasa menganjurkan para sahabat untuk menghafalnya, apalagi Bangsa Arab terkenal dengan kemampuan menghafal dan daya ingat yang luar biasa. Tak heran kalau banyak di antara sahabat yang hafal Alquran 30 juz.
Motivasi itu bukan hanya dari Nabi tetapi juga dari diri mereka sendiri begitu mereka mendengar untaian-untaian Kalam Ilahy yang dibacakan Nabi. Bahasa Alquran melemahkan bait-bait syair Mu’allaqotul Asy’ar yang mereka hafal, tanpa terasa akal pikiran mereka meninggalkan syair bait demi bait dan menggantikannya dengan menghafal Alquran ayat demi ayat.
Di antara sahabat-sahabat terkemuka yang menghafal Alqur’an menurut hadits yang diriwayatkan Bukhari adalah:
1. Abdullah bin Mas’ud
2. Salim bin Mu’aqil, dia adalah Maula Abu Huzaifah
3. Mu’az bin Jabal
4. Ubay bin Ka’ab
5. Zaid bin Tsabit
6. Abu zaid bin Sukun, dan
7. Abu Darda’.
Menurut sumber Hadits Bukhari, bahwa tujuh orang tersebutlah yang bertanggung jawab mengumpulkan Alquran menurut apa yang mereka hafal itu, dan yang dihafalnya itu dikembalikan kepada Rasulullah. Jadi, melalui sanad-sanad mereka inilah Alquran sampai kepada kita seperti yang ada sekarang ini.
Berbeda dengan Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, menurut mereka berdua bahwa di antara para sahabat yang hafal Alquran keseluruhannya adalah sebagai berikut:
1. Abu Bakar As-Siddiq
2. Umar bin Khattab
3. Usman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib
5. Talhah
6. Sa’ad
7. Hudzaifah
8. Salim
9. Abu Hurairah
10. Abdullah bin Mas’ud
11. Abdullah bin Umar
12. Abdullah bin Abbas
13. Amr bin Ash
14. Abdullah bin Amar bin Ash
15. Muawiyah bin Abu Sofyan
16. Ibnu Zubair
17. Abdullah bin Saib
18. ‘Aisyah Ummul Mukminin
19. Hafshah Ummul Mukminin
20. Ummu Salamah Ummul Mukminin
21. Ubay bin Ka’ab bin Qais
22. Mu’adz bin Jabal
23. Zaid bin Tsabit
24. Abu Darda’
25. Abu Zaid (Qais bin Sakan)
26. Majma’ bin Jariyah (Haritsah)
27. Anas bin Malik
28. Ubadah bin Shamit
29. Fudhalah bin Ubaid
30. Maslamah bin khalid
31. Qais bin Shasha’ah
32. Tamim Ad-Dari
33. Salamah bin Makhlad
34. Abu Musa Al-Asy’ari
35. Uqbah bin Amir
36. Ummu Faraqah binti abdullah bin Harits.
B. Pada masa Khalifah Abu Bakar
B.1. Kondisi Al-Qur’an
Pada masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As-Siddiq masih tersimpan dengan rapi di dalam dada para sahabat yang hafal dan juga tertulis pada pelepah-pelepah kurma, batu-batu tipis, kulit-kulit kayu dan tulang-tulang hewan. Apa yang dihafal oleh para sahabat sesuai dengan hafalan Nabi, apa yang tertulis sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Nabi ketika membacakan wahyu di depan para sahabat.
Kondisi istimewa ini sangat rawan dengan penurunan kualitas sebab daya hafal dan pemahaman generasi berikutnya tidaklah seistimewa generasi pertama ditambah lagi dengan mulai terjadi pembangkangan agama sebagai sinyalir melemahnya keimanan terhadap Alquran. Ada yang mengaku dirinya adalah nabi, ada pula yang dengan sengaja meruntuhkan Rukun Islam.
B.2. Gagasan pengumpulan Al-Qur’an menjadi mushaf
Demoralitas kaum munafikin sangat mengganggu ketentraman beragama pada masa Abu Bakar dan berpengaruh pada keimanan kaum muslimin yang lainnya. Musailamah Al-Kadzab mengaku dirinya nabi dan bukan sekedar mengaku tetapi mempengaruhi akidah kaum muslimin Bani Hanifah dari penduduk Yamamah.
Dampak negatif dari pengakuan Musailamah adalah kemurtadan dan pembangkangan dalam membayar zakat. Dari karena itu Abu Bakar mengambil inisiatif prepentif agar akidah dapat dikembalikan dan dimurnikan seperti sedia kala. Disiapkanlah pasukan perang di bawah komando militer Khalid bin Walid berangkat menuju Yamamah. Perang Yamamah ini banyak menelan korban dari pihak kaum muslimin, setidaknya gugur sekitar 70 penghafal Alquran.
Hal ini menggusarkan pikiran Umar bin Khattab khawatir lenyapnya Alquran dari muka bumi ini sebagai akibat dari gugurnya para penghafal Alquran dalam peperangan. Maka timbullah gagasan menghimpun Alquran menjadi satu mushaf dan gagasan cemerlang ini disetujui oleh Abu Bakar. Segeralah gagasan dilaksanakan dengan menyurati Zaid bin Tsabit sebagai penulis wahyu.
Ketika Abu Bakar mendengar jawaban yang memuaskan dari Zaid ia berkata: “Kamu adalah pemuda yang bijaksana, saya tidak meragukan kamu, kamu adalah penulis wahyu Rasulullah, maka telitilah Alquran itu dan kumpulkanlah”. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Alquran setelah syahidnya beberapa orang penghafal Alquran di perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Alquran ini. Sejak itulah Alquran dikumpulkan dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama kalinya Alquran dihimpun.
B.3. Pedoman penyalinan kembali Al-Qur’an
Kepanititan diketuai oleh Zaid bin Tsabit yang telah ditunjuk oleh Abu Bakar dengan anggota Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Usman bin Affan. Sebagai pengawas adalah Abu Bakar sendiri, Umar bin Khattab dan para tokoh sahabat lainnya.
Kapabalitas Zaid memang tidak diragukan lagi dan hal itu terbukti dengan temuannya ketika mengumpulkan Alquran. Didapati ada ayat yang tidak tertulis dalam kepingan-kepingan dan ayat itu Zaid dapati ada pada seorang anshor yaitu Abu Huzaimah.
Adapun acuan yang menjadi pedoman penulisan adalah:
1. Penulisan berdasarkan kepada sumber tulisan Alquran yang pernah ditulis pada masa Rasul yang tersimpan di kediaman Rasul SAW
2. Penulisan berdasarkan kepada sumber hafalan para sahabat penghafal Alquran.
Adapun Alquran dalam bentuk mushaf disimpan pada Abu Bakar sehingga dia wafat, kemudian disimpan pada Umar bin Khattab hinggga dia wafat, kemudian disimpan pada Hafsah binti Umar.
Selain Al-Mushaf yang disimpan di rumah Abu Bakar masih ada mushaf-mushaf lain yang berada di tangan penulis masing-masing seperti Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Abu Musa Al-Asy’ari, Mushaf Miqdad bin Aswad, Mushaf Ubay bin Ka’ab dan lain-lain. Masing-masing mushaf itu dipakai di negeri-negeri dalam wilayah Islam seperti Kufah, Basrah, Damaskus dan Syam.
C. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan
C.1. Kondisi Al-Qur’an
Tersebarnya Alquran di beberapa negeri ternyata berdampak negatif terhadap persatuan umat Islam karena masing-masing daerah memiliki karakter bahasa dan dialek yang berbeda. Hal ini memicu egosentris masing-masing pemegang mushaf di daerah dengan menyangka bahwa riwayat qiro’at merekalah yang paling benar dan lebih baik dari qiro’at yang lain.
Yang lebih ironinya adalah timbul konflik antara murid-murid yang belajar Alquran dari guru yang berbeda. Tak menghiraukan Alquran lagi dan tak menghormati guru (sahabat) yang mengajar di antara mereka saling mengkafirkan yang lain.
C.2. Gagasan pengumpulan Al-Qur’an menjadi mushaf
Terjadi perbedaan cara membaca (qiro’at) di beberapa negara Islam. Maka, Usman menyatukannya dalam satu bacaan yang sering dibaca Rasulullah. Dia satukan Alquran dalam satu mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf yang lain. Ras Utsmani merupakan bacaan kaum muslimin hingga masa kini.
Prilaku menyimpang dan terlalu gampang mengklaim kafir terhadap sesama muslim itu akhirnya didengar oleh Usman bin Affan. Berita tersebut merisaukan Usman dan menjejaskan persatuan umat. Menyikapi berita itu dia berpidato di hadapan kaum muslimin: “Kalian yang ada di hadapanku berbeda pendapat, apalagi orang-orang yang bertempat tinggal jauh dari ku pasti lebih-lebih lagi perbedaannya”.
Salah seorang sahabat yang sangat prihatin melihat prilaku kaum muslimin ini adalah Huzaifah. Dia sangat menyayangkan sikap kaum muslimin yang semakin hari semakin hebat perselisihan tentang qiro’at. Maka serta dia mengusulkan kepada Usman agar mengatasi permasalahan dan menghentikan perselisihan qiro’at.
Ketika terjadi perselisihan tentang Alquran seyogyanya tidak menghukum sendiri akan tetapi merujuk kepada orang yang ahli. Sebaiknya adalah menghindari terjadinya perselisihan tersebut. Menurut As-Sayyid Nada hendaknya seseorang membubarkan diri jika terjadi pereselisihan tentang Alquran sebagaimana dianjurkannya manusia berkumpul untuk membaca Alquran. Jika terjadi perselisihan di antara mereka tentang Alquran, lafazh-lafazh, hukum-hukumnya, atau yang selainnya dan perselisishan itu berlarut-larut hingga dikhawatirkan akan membawa akibat-akibat buruk, hendaknya mereka membubarkan diri. Sebab, dikhawatirkan syaitan akan menjadikan mereka bercerai-berai.
Ditunjuklah beberapa orang sahabat untuk menjadi tim penulis wahyu setelah melalui penelitian. Mereka yang terpilih adalah orang yang paling tulisannya dan paling menguasai Bahasa Arab yaitu Zaid bin Tsabit Sang Penulis Wahyu sejak zaman Rasul dan Sa’id bin Ash yang dialek Arabnya sangat mirip dengan Rasul. Mereka berdua dibantu oleh Abdullah bin Zubair.
C.3. Pedoman penyalinan kembali Al-Qur’an
Di samping itu Usman juga mengadakan penelitian terhadap shuhuf yang telah sempurna pengumpulannya pada zaman Abu Bakar dan Umar. Shuhuf yang disimpan Hafsah itulah yang mewarnai Mushaf pertama yang dijadikan sebagai pegangan.
Dwi tunggal penulis wahyu itu selalu sependapat dan tidak pernah berselisih pendapat dalam melaksanakan tugas kecuali pada satu tempat dan itupun segera mereka atasi dengan mengambil qiro’ah Zaid bin Tsabit sebagai pedoman dengan alasan Zaid adalah penulis wahyu.
Manakala penulisan selesai pekerjaan selanjutnya adalah menggandakan mushaf untuk didistribusikan ke negeri-negeri Islam dan menyita semua mushaf yang ada pada masyarakat kecuali beberapa mushaf yang ditulis oleh sahabat kenamaan seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubay bin Ka’ab.
C.4. Keistimewaan Mushaf Utsmani
Beberapa keistimewaan Mushaf Usmani yaitu:
1. Mushaf ini ditulis berdasarkan kepada riwayat yang mutawatir bukan riwayat ahad
2. Mushaf ini meninggalkan ayat yang dinasakh bacaannya
3. Tertib susunannya (ayat dan surat) sesuai dengan tertib ayat dan surat yang dikenal sekarang ini
4. Penulisannya berdasarkan cara yang dapat menghimpun segi bacaan yang berbeda-beda dan huruf-hurufnya sesuai dengan diturunkannya Alquran tujuh huruf
5. Menjauhkan segala sesuatu yang bukan Alquran, seperti tafsiran yang ditulis oleh sebagian orang (sahabat) dalam mushaf pribadinya.
Keistimewaan mushaf ini mengistimewakan Utsman sebagai pelopor atau orang yang pertama menghimpun Alquran dalam satu tulisan dan qiro’at. Kata As-Sayuthi: ???? ?? ??? ????? ??? ??? ???? ?? ???????
D. Penyempurnaan Mushaf Utsmani
Setidaknya ada tiga fase penyempurnaan tulisan Alquran. Penyempurnaan dilakukan karena banyaknya orang non-Arab yang masuk Islam dimana dialek mereka berbeda dengan dialek Arab yang asli. Maka lahirlah gagasan untuk mempermudah bacaan Alquran sebagai upaya menghindari terjadinya kecacatan atau kecederaan dalam bacaan. Tiga fase itu adalah sebagai berikut:
a. Mu’awiyah bin Abu sofyan menugaskan Abul Aswad Ad-Dualy untuk meletakkan tanda baca (i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan membaca.
b. Abdul Malik bin Marwan menugaskan Al-Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya (baa dengan satu titik di bawah, taa dengan dua titik di atas, tsaa dengan tiga titik di atas). Pada masa itu Al-Hajjaj minta bantuan kepada Nashir bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar.
c. Peletakkan baris atau tanda baca (i’rab) seperti: dhammah, fathah, kasrah dan sukun, mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al-Farahidy.
Tidak hanya sampai di situ upaya penyempurnaan tulisan Alquran, pemberian tanda-tanda ayat, tanda-tanda waqaf, pangkal surah, nama surah, tempat turunnya, dan bilangan ayatnya. Upaya ini terjadi pada masa Al-Makmun.
Adapun fase-fase percetakkan Alquran agar jumlah Alquran yang beredar di tengah masyarakat setidaknya memadai dan mencukupi kebutuhan kaum muslimin juga mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Kalau pada mulanya Alquran digandakan secara manual lalu disebarkan tetapi sangat terbatas, maka proses percetakkan bertujuan agar jumlah oplahnya banyak.
Fase-fase percetakan Alquran adalah:
1. Dicetak di Venesia (Bunduqiyah) pada tahun 1530 M. Masa ini mengalami intimidasi dari gereja.
2. Dicetak di Hamburg pada tahun 1694 M oleh Hinkelmann.
3. Dicetak di Padone pada tahun 1698 M oleh Marocci.
4. Dicetak secara Islami di Saint Petersbaurg Rusia pada tahun 1873 M oleh Maulaya Usman
5. Dicetak di Qazan
6. Dicetak di Iran sebanyak dua kali
7. Dicetak di Taheran pada tahun 1828 M
8. Dicetak di Tibriz pada tahun 1833 M
9. Dicetak oleh Flugel di Leipzig pada tahun 1834.
BAB III
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rentetan sejarah rosmul quran adalah: Alquran disampaikan oleh Jibril sebagai wahyu Allah ? Nabi membacakannya kepada para sahabat ? para sahabat menghafal ayat-ayat yang dibacakan Nabi ? para sahabat mempelajari kontekstual ayat-ayat Alquran ? Nabi menyuruh kuttab untuk menulis ayat-ayat yang mereka terima ? Abu Bakar mengumpulkan tulisan-tulisan Alquran dalam satu mushaf ? Usman bin Affan menyeragamkan tulisan mushaf dan dialeknya ? Mushaf Usmani digandakan untuk didistribusikan ke negeri-negeri Islam ?Tulisan Alquran disempurnakan ? Alquran dicetak.
2. Penulisan Alquran pada zaman Nabi mengggunakan huruf Kufi
3. Pengumpulan Alquran menjadi satu mushaf pada zaman Abu Bakar agar jangan sampai ada ayat atau kalimat yang hilang (tahun 13 H )
4. Pengumpulan Alquran menjadi satu mushaf pada zaman Usman bertujuan agar kaum muslimin bersatu dalam satu mushaf yang seragam tulisan, ejaan, dan tertib susunan surah (tahun 25 H s/d 30 H)
5. Penulis wahyu sejak zaman Nabi adalah Zaid bin Tsabit
6. Penggagas ide pengumpul tulisan Alquran adalah Umar bin Khattab
7. Penggagas ide penyeragaman tulisan dan ejaan adalah Huzaifah
B. Saran
Sebagai follow up dari pembahasan tentang rosmul quran, maka kami sarankan:
1. Jadikanlah Alquran sebagai rujukan utama dalam pelaksanaan syariat agama ini
2. Membaca secara tartil walau hanya satu ayat setiap hari
3. Luangkan pula waktu untuk menelaah kandungan Alquran
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anwar, Abu, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Pekan Baru, Amzah, 2002
Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Terjemah. H. Samson Rahman, MA, Jakarta, Akbar Media, 2010
As-Sayyid Nada, Abdul Aziz bin Fathi, Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al- Qur’an dan As-Sunnah,Jilid I, Terjemah. Abu Ihsan Al-Atsari, Jakarta, Pustaka Imam Syafi’i, 2007
As-Sayuthi, Al-Hafizh Jalaluddin, Tarikh Khulafa’, Darul Kutub Al-Islamiyah
Muhammad Ridho, Muhammad Rasulullah, Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah
Nizar, Syamsul, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta, Kencana, 2009

Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad, Ulumul Qur’an I untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung, Pustaka Setia, 2000

Ulumul Qur'an'ijaz Qur'an ; Ridwan, MA

'Ijaz Qur'an

Para pemimpin kafir Quraisy mahupun orang bawahannya telah menyedari, punca utama orang ramai memasuki serta tertarik kepada Islam setelah mereka mendengar bacaan al-Quran.  Oleh itu mereka berusaha menghalang orang ramai dari mendengarkannya.  Secara diam-diam, dalam fikiran orang-orang kafir Quraisy sendiri tertanya-tanya, "Apakah yang menyebabkan al-Quran itu hebat?.

 Perasaan ingin tahu memberontak dalam jiwa mereka.  Atas desakan inilah maka terjadinya peristiwa yang melucukan.  Pada suatu malam yang sunyi sepi dan gelap gelita, kelihatan tiga bayang-bayang hitam sedang menuju kerumah Muhammad.

Mereka itu ialah Abu Jahal, Abu Sufian dan Al Akhnas B. Syarik.  Ketiga-tiganya adalah pemimpin kaum kafir Quraisy.  Tujuannya hanya untuk mendengar alunan suara bacaan al-Quran oleh Muhammad.  Mereka menyangkakan tiada siapa yang tahu akan perbuatan itu dan mereka sendiri tahu perbuatan ini adalah menyalahi etika mereka sendiri.  Setelah masing-masing merasa puas mendengar bacaan oleh Muhammad, mereka pun beredar.  Dengan takdir Allah Ta'ala ketiga-tiga pemimpin ini bertemu di suatu persimpangan dan masing-masing tercengang kehairanan.

Apakah yang telah dilakukan oleh sahabat mereka dalam kegelapan malam yang sebegini?.  Setelah dapat menyelami perasaan sesama sendiri, mereka pun tertawa dan menyesali perbuatan sendiri.  Mereka pun berjanji, apa yang terjadi sebentar tadi tidak akan diulangi lagi.  Janji tinggal janji, malam kedua dan ketiga hingga seterusnya mereka tetap mengulangi secara diam-diam.  Begitulah sikap orang-orang kafir dari dulu hingga kesaat ini, hati mereka mengahkui akan kebenaran Islam tetapi sikap sombong serta angkuh telah mengatasi segalanya.


~PoStInG LiSa_SoLeHaH dI hAlAqAh.NeT/v1~
Kitab suci Al Quran penuh keistimewaan dan merupakan mu’jizat yang diberikan kepada nabi Muhammad shalallahu alaihi was salam, Nabi Akhir Zaman yang pada beliau telah sempurna agama ini dan menjadikan Al Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia untuk menjalani kehidupan. Kita sering merasa memahami Al Quran bukanlah hal yang mudah, apalagi bahasanya yang memang berbeda dengan bahasa Indonesia, tetapi itulah keindahannya, ketika kita tilawah kita sedang berusaha untuk berdialog dengan Allah subhanahu wa ta’ala.
Habbatussauda, Madu Pahit, Gamat Gold, Hulbah, Spirulina, Menkudu, Sarang Semut Papua, Tongkat Ali, Gurah, Kapsul Kutuk, Bee Polen, dll
www.herbalmabruuk.com
Ingin pasang iklan di Fimadani?
Klik di sini.
fimadani.com/ads
Jika kita amati ayat diatas, ternyata ayat tersebut didalam surat Al Qamar diulang sebanyak 4 kali yaitu pada ayat 17, 22, 32, dan 40. Hal tersebut sebagai bukti bahwa Allah menjanjikan kemudahan bagi kita untuk mempelajari Al Quran, baik dalam mempermudah pembacaan maupun memahami pengertian yang penuh ibarat dan tamsil (membuat pemisalan perumpamaan), serta untuk kita jadikan pelajaran dan direnungkan.
Ibarat komunikasi, jika salah dialek saja maka orang yang sedang berkomunikasi dengan kita bisa tidak paham apa maksud kita, salah arti atau yang lebih fatal bisa salah makna. Al Quran langsung diturunkan sebagai firman Allah subhanahu wa ta’ala, nah berani kah kita mengubah-ubahnya karena egoisme kita dengan dialek daerah kita saat ini?
Saat tilawah adalah saat kita berkomunikasi dengan Allah. Agar komunikasi berjalan dua arah, perlu kita perbaiki bacaan kita, mulai dari makharijul (cara keluar) huruf dan penggunaan tajwid yang benar.
Sekali lagi mari kita dalami makna ayat di atas, bahwa tak ada kesukaran ketika kita memang sungguh-sungguh memahaminya. Dan ayat tersebut terbukti pada kemudahan dari keunikan yang ada pada Al Quran cetakan Timur Tengah atau sering disebut Al Quran Utsmani atau Al Quran Madinah.
Al Quran Madinah merupakan Al Quran standar yang dipakai di seluruh dunia. Pada Al Quran tersebut, kita dibantu untuk tidak perlu hafal huruf dalam hukum tajwid seperti ikhfa, ’idgham dan idzhar. Karena terdapat beberapa tanda yang mempermudah kita dalam membacanya.
Pada Al Quran Madinah, hukum idzhar dimana dibaca jelas dan tidak ghunnah (mendengung) ditandai dengan nun mati yang diatasnya ada tanda sukun, kemudian untuk fat-ha-tain dan kasrah-tain kalau diperhatikan bentuk garisnya sejajar, sementara itu untuk dhammah bentuknya seperti angka enam sembilan.
Bacaan Idzhar
Berbeda dengan ikhfa’ dibaca samar antara idgham dan idzhar disertai ghunnah, sehingga pada Al Quran Madinah ditandai dengan nun mati yang tidak ada tanda sukun diatasnya dan tanda fat-ha-tain serta kasrah-tain jika diperhatikan tidak sejajar bentuknya, sementara itu untuk dhammah bentuknya seperti angka sembilan-sembilan.
Bacaan Ikhfa'
Sementara untuk idgham yang dibagi dua: idgham sempurna dan tidak sempurna juga memiliki ciri khas tertentu pada Al Quran Madinah. Idgham sempurna adalah memasukkan huruf setelahnya dengan sempurna sehingga huruf pertama hilang makhraj dan sifatnya, dan idgham tidak sempurna adalah memasukkan huruf pertama dimana masih ada sifatnya.
Idgham sempurna ditandai dengan tanda seperti ikhfa’ tetapi setelah tanda baca bertemu huruf yang ber-tasydid. Sedangkan yang tidak sempurna hurufnya tidak ber-tasydid setelah tanda baca.
Bacaan Idgham
Belajar hukum tajwid memang fardhu kifayah, tetapi hukum praktiknya adalah fardhu ‘ain. Di setiap lantunan ayat Al Quran yang kita baca, ada do’a pengharapan, ada peringatan, dan ada hikmah yang perlu dipelajari dan direnungkan. Oleh karena itu, tak ada alasan untuk merasa sulit, tetapi kesungguhan yang diperlukan. Janji Allah yang mempermudah kita dalam mempelajarinya terbukti dari tanda-tanda yang unik yang membuat kita mudah untuk membacanya.
Ad Dahhak telah meriwayatkan bahwa Ibnu `Abbas berkata: “Andaikata Allah tidak memudahkan Al Quran bagi lidah manusia, niscaya tidak seorang pun dari manusia yang dapat berbicara dengan pembicaraan Allah.”
Untuk mengenal Al Quran dengan lebih dekat melalui menghafalnya, maka diperlukan perbaikkan bacaan yang tiada henti, selain itu tak lupa untuk mengajarkan kembali apa yang sudah dipelajari. Belajar makharijul (cara keluar) huruf hijaiyah sesuai haqnya memang sulit, tetapi kesulitan itu akan berakhir pada kemudahan kita membacanya dengan sempurna seperti bacaan Rasulullah shalallahu alaihi was salam.

Ibadah adalah cinta dan kesungguhan. Jadi, jangan pernah lelah untuk meletakkan kata-kata itu dalam hati kita dan menjadikannya pelecut ibadah dan amal. Sesungguhnya, Al Quran itu mudah untuk dipelajari. Buktikanlah!